SEAN
Pagi itu istimewa untuk Sean. Karena sang Ibu membuatkannya sarapan. Apalagi sang Ayah juga kembali ke rumah setelah hampir satu kabisat ia belum jumpa putra satu-satunya itu.
Pekerjaan yang banyak dan kesibukan kedua orangtuanya membuat keluarga ini jarang bertemu, khususnya sang ibu hanya bisa kembali ke rumah seminggu sekali.
Beruntung bagi Sean karena keluarganya ini tetap harmonis dan intim meskipun sibuk oleh deadline. Entah mengapa kedua orang tuanya begitu semangat dalam bekerja, seolah mereka menjadikannya pasangan hidup masing-masing.
"Apa kau sudah sangat lapar?" tanya sang Ibu sambil tersenyum kecil.
"Iya Ibu," jawab Sean. "Apa Ibu memasak daging goreng pagi ini?" Sean agak girang penuh antusias . Dia amat rindu akan kelezatan masakan sang ibu.
"Tentu saja!" timpal Ibunya. "Ibu tahu pasti putra Ibu sangat merindukan masakan Ibu yang super nikmat ini," jawab Ibunya sambil mengelus-elus rambut putranya dengan belaian kasih sayang dan penuh perhatian hangat.
"Sayang! ayo di makan sarapannya. Jangan terlalu banyak membaca berita yang tak penting," kali ini Ibunya menyela kegiatan suaminya yang terlihat sangat sibuk membolak balikan koran. Entah apa yang ia baca pada koran itu dengan sangat serius. Sampai-sampai bola matanya tak bisa lepas dari majalah berita yang bagi Ibu Sean tak ada gunanya bahkan sampah yang sebentar lagi akan di masukan kedalam karung rongsokan. Tatapan wajah yang amat serius membuat pria berkemeja putih itu mengabaikan putranya sendiri.
"Baiklah," jawab Ayah Sean mengalah usai dirinya di tegur sang istri yang begitu pendendam pada koran sampah yang ada di tangannya. "Aku berhenti Sekarang."
Sang ibu mulai menuangkan makanan kedalam piring anak dan Ayah itu. Ibu menuangkan piring kedua kesayangannya itu dengan roti panggang, telur dan daging goreng bahkan tak lupa ia menambahkan sedikit salad kedalam piring seputih kapas itu.
"Apakah kau menuangkan MSG kedalam masakan mu?" tanya sang ayah pada ibu Sean setelah mencicipi masakannya. Pria cerewet, mungkin dia ahli dalam mencibir.
"Ayolah sayang, mana mungkin aku menambahkan racun kedalam masakan suami ku!" ucap Ibu berkelakar dengan candaan kecil. "Kau pun tahu itu."
"Aku pikir kau akan melakukannya!" sang ayah kembali berulah dengan ekspresi sewot setengah alisnya ia naikan ke atas. Baginya sangat menyebalkan jika harus berurusan dengan MSG. "Bisa saja kau lupa," katanya pelan.
Ibu Sean hanya melihat kedua orang yang terkasihnya itu makan. Putra dan suaminya makan lahap penuh dengan gairah.
"Habiskan sarapannya, lalu siap-siap berangkat sekolah. Ibu sudah menyetrika pakaian sekolah mu tadi," ucap Ibu pada Sean.
"Bagaimana sekolah mu? apa kau baik-baik saja?" tanya Ayah, dia menyela. "Tak terjadi apapun bukan, di sekolah mu akhir-akhir ini?"
"Tentu saja Yah," jawab Sean. "Tak ada masalah apapun di sekolah ku. Bahkan aku merasa sangat senang," ujar Sean polos.
"Kalau begitu habiskan sarapan mu, Ayah akan berangkat lebih dulu," lanjut Ayahnya seraya meninggalkan meja makan. "Kau akan di antarkan oleh Ibu mu," di t
tiga mata anak tangga, dia berteriak.
Ayahnya berlalu meninggalkan putranya sendirian bersama sang istri yang kebetulan juga hari itu sedang libur.
Hingga yang tertinggal di dapur pada pagi hari itu hanyalah Sean dan Ibunya.
Sean memandang Ibunya dalam-dalam.
Entah mengapa ingatan semalam membuatnya khawatir.
Mimpi semalam, mimpi yang ia lihat. Sebuah mimpi, seekor monster yang mengerikan, yang membunuh Ibu dan Ayahnya tanpa nurani.
monster yang begitu buas dan rakus itu menyumpal habis Ibunya kedalam mulutnya yang lebar itu. Sungguh menjijikan dan tak menggairahkan untuk disaksikan.
Tak terasa Sean terhanyut dalam lamunan pagi.
"Ibu!" ucap Sean ragu-ragu.
"Iya sayang, ada apa?"
"Apakah Ibu khawatir pada Sean?" Sean bertanya. "Maksud ku- aku... Apakah Ibu beberapa hari ini tidak mengalami kejadian apapun?"
Mula-mula Ibunya tak paham pada ucapan Sean. Ibunya memasang ekspresi wajah heran dan penasaran, namun ia menjawab apa adanya.
"Tentu saja Ibu tak mengalami kejadian apapun. Dan ibu sangat mengkhawatirkan kamu. Kenapa kau bertanya seperti itu. Apa kau sakit?" tanya Ibu. Lalu, sesaat kemudian, Ibunya menempelkan tangannya pada kening putranya itu. kini ia mulai khawatir pada remaja itu. "Oh aku pikir kamu sakit, ternyata kamu baik-baik saja," ucap Ibunya lega. "Hampir saja kamu membuat Ibu berhenti bernafas." Tukas Ibu Sean sekali lagi lega sambil menghirup udara dalam-dalam.
"Aku baik-baik saja, bahkan aku sehat!"
Kemudian Sean baru sadar, bahwa selama ini selama tinggal di rumahnya yang begitu besar ini, hampir semua ornamen hingga furniture rumahnya memiliki stempel bunga teratai.
Ia baru sadar bahwa piring, serta perkakas yang selama ini memiliki stempel bunga teratai itu ada kemiripan yang sama dengan tongkat yang ia dapatkan dari mimpinya semalam.
Mimpi yang nyata.
Mimpi yang belum pernah ia temui dalam tidurnya .
Bahkan sebelumnya ia tak pernah berfikir bahwa akan bermimpi melihat kedua orang tuanya meninggal. Mimpi yang amat brutal dan sadis.
Mimpi yang benar-benar mengerikan menurut Sean.
"Apa ibu tahu makna dari benda ini?"
Sean menunjukan simbol bunga teratai itu pada Ibunya, seraya melontarkan pertanyaan penuh rasa ingin tahu. "Apa ibu tahu siapa pemiliknya?"
Sang Ibu terdiam sejenak, pikirnya tak tahu kata apa yang harus ia ucapkan pada sean. Namun sebuah ide yang tak begitu buruk menghampiri otak Ibunya, berlalu lalang seperti sinyalir diafragma. Lalu...
"Yah Ibu pikir ini sudah lama sekali, dan Ibu tak mengingat apapun tentang simbol ini,- hampir lupa."
Keadaan menjadi begitu ambigu dan hening.
Sean berpikir bahwa bukan itu jawaban yang ingin ia dapatkan dari Ibunya.
Dan dirinya merasa bahwa memang ibunya tak tahu apa-apa. Tak menyembunyikan apapun darinya.
"Lihatlah!! Sekarang sudah pukul tujuh lewat dua puluh menit. Lima belas menit lagi Ibu tunggu di bawah," Ibu menegur Sean sambil matanya melirik kearah jam yang menempel di tangan kirinya.
Ibu mencoba mengingatkan Sean dan memintanya segera bergegas berangkat sekolah.
Entah kali ke berapa ini sang ibu mengantarkan Sean berangkat sekolah.
Lima belas kali? Tidak tiga puluh lima kali?
Ah entahlah. Pikiran Sean di buat bekerja ekstra akan hal ini.
Sean dipaksa mengingat dengan keras kapan terakhir kalinya sang Ibu mengantarkan Sean ke sekolah.
...
Sean Leander, ya itulah nama remaja berusia enam belas tahun ini. Ia merupakan siswa jenius yang tak begitu menyukai belajar.
Berada dalam lingkungan packer coligiate school, kota New York. Mungkin satu-satunya orang Asia dia sekolahnya itu.
Pintar, memang dia berbakat dalam hal ilmu pengetahuan. Semua temannya mengakui kejeniusannya, bahkan meraih predikat hampir Summa cum laude. Namun ia pun merasa heran bagaimana bisa ia meraih nilai sempurna dalam semua mata pelajaran sementara ia sendiri tak pernah belajar.
Tak peduli seberapa keras ia memikirkannya, tetap saja jawaban akan misteri dirinya pun tak kunjung ia dapatkan.
Apakah dirinya alien?
Ataukah dirinya seorang malaikat yang memiliki kekuatan supranatural?
Sean selalu bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Seperti apakah dia? Bagaimana orang lain melihatnya?
Sean selalu ingin tahu jawaban itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 176 Episodes
Comments
Nuzul Aryati
pertama kali baca novel bertema fantasi,
2020-11-14
2
Dian Winati
mantap thor rapi bgt
2020-05-09
0
hafif abdillah
serasa baca novel best seller yang bahasanya khas and i love it 😍😍
2020-05-07
2