BERSIKERAS
Suasana kesal memang sedang menyelimuti hati Sean.
Ia sangat kesal pada ayahnya yang selalu arogan.
Bahkan Sean akan semakin kesal jika mengingat ayahnya yang selalu tak menepati janjinya, termasuk janji berpergian mereka.
Dari jendela kamarnya, Sean melihat bayangan punggung kedua orang tuanya yang hendak memasuki mobil dengan ekspresi datar khas orang dewasa.
Ia tak peduli lagi apapun tentang kegiatan orang tuanya itu. Yang Sean pikirkan adalah kekesalannya yang tak kunjung reda.
Namun, mungkin saja terlintas sebuah ide cemerlang di benak Sean.
Ide yang bahkan belum pernah ia pikirkan sebelumnya.
"EDWARD," Sean mengucap nama temannya yang super penasaran itu. Sean tak percaya jika Edward akan muncul dalam benaknya. Sambil memainkan jari tangannya hingga membentuk sebuah nada yang lazim di dengar. Nada gesekan antara ibu jari dan jari tengah ini membentuk nada yang jika di tuliskan dalam sebuah huruf akan membentuk kata CLETAK .
Sean melompat dari tempat tidurnya dengan penuh semangat, sebab ia telah menemukan ide yang fantastis.
Ide yang belum pernah ia pikirkan sebelumnya, ide yang luar biasa membuatnya melakukan hal di luar dugaannya.
Kali ini ia akan tetap berlibur ke BALI meskipun dengan atau tanpa orang tuanya.
Sadar bahwa Edward teman yang paling ada setiap waktu untuknya, Sean pun bergegas membereskan pakaiannya dan memasukan kedalam sebuah koper besar.
"Aku tak peduli apapun pada ucapan Ayah," Gumam Sean dengan nada licik.
Niatnya untuk pergi berlibur tak tertahankan lagi.
Sean BERSIKERAS tetap ingin ke negara itu.
Sudah terbersit dalam otak Sean bahwa Bali adalah kota maju, indah, eksotis bahkan rasa penasarannya ingin tahu seperti apa Bali itu, sulit ia definisikan dengan syair.
Apakah Bali sama halnya yang ada dalam imajinasinya ataukah malah sebaliknya, kota yang akan membuatnya kecewa karena jauh di luar ekspektasi Sean.
Entahlah, semua akan terjawab jika ia telah melihatnya secara langsung.
Dalam bayang-bayang pikirannya Bali jauh lebih indah dari Venice, Italia atau bahkan jauh lebih cantik dari kota Petra di Jordania.
****
"Bu ada yang memesan satu toping kue tart dan red Velvet," Teriak Edward pada ibunya dari etalase toko Nyonya lopez.
"Iya baiklah, tunggu sebentar ibu sedang mengangkat nya dari oven." Sahut Nyonya Lopez pada Edward dari dapur toko kue miliknya.
Hari itu toko kue nyonya Lopez sedang ramai karena sedang dalam masa akhir pekan.
Pelanggan toko mereka akan melonjak jauh lebih banyak dibandingkan dari hari biasanya.
Namun karena suasana sudah memasuki makan siang, empunya toko memasang peringatan tutup sementara di depan pintu kaca toko.
"Terima kasih, selamat berbelanja lagi. Semoga hari anda menyenangkan Nyonya," Ucapan manis Edward dalam melayani pelanggan toko ibunya sungguh menarik perhatian pembeli.
Wanita yang menjadi orang terakhir yang membeli kue Nyonya Lopez kala menjelang waktu makan siang sangat menyukai tindakan ramah remaja ini.
"Hari ini sangat sibuk. Sampai-sampai ibu tak menyadari kita belum makan siang." Sela nyonya Lopez pada kesibukan putranya yang sedang membersihkan etalase kaca, tempat dimana ia memajangkan kue-kue cantik milik nya.
"Lihatlah wajah mu, semakin hari semakin kecil saja karena tak pernah ibu perhatikan.
Maaf kan ibu eed, maafkan ibu yang tak pernah memperhatikan mu." Lanjut Nyonya Lopez sedikit menyeka air mata yang terjatuh di pelupuk matanya. Sambil memegang wajah tirus sang putra tercinta penuh khidmat.
"Ayolah ibu, kau tak perlu mengucapkan kata-kata itu, seolah aku anak durhaka. Sebaiknya kita makan dulu, jika tidak bagaimana bisa wajah tampan putra ibu ini akan makin bersinar." Hibur Edward dengan kata-kata narsis pada ibunya.
Nyonya lopez hanya tersenyum bahagia karena memiliki eed yang begitu sempurna di matanya.
Ibu dan anak itu kemudian menyantapi daging bakar berbeque khas Nyonya Lopez.
Menyantapi makanan khas tripod, dengan panggangan panas di atas meja.
"Bagaimana masakan ibu? luar biasa lezatkah?" Yanya Nyonya Lopez pada Eed.
Namun Eed tak bisa menjawab pertanyaan sang ibu, sebab mulutnya tersumpal penuh oleh makanan yang amat nikmat dan lezat.
Cukup bagi Edward mewakilinya dengan anggukan kepala dan acungan jempol tanda bahwa ibunya adalah koki terbaik se-Amerika.
Sekali lagi Nyonya Lopez tertawa kecil nan bahagia karena di puji masakannya oleh sang putra yang begitu menggemaskan.
"Habiskan dulu makanan mu! baru kau bicara nak." Saran Nyonya Lopez.
Hingga seorang remaja datang kedalam toko kue Nyonya Lopez.
Remaja yang mengganggu makan ibu dan anak yang tengah asik dan nafsu itu amat familiar dan amat mudah di kenali. Dia adalah Sean.
"Hei, Sean ada angin segar apa kau datang mengunjungi toko kami." Sapa Edward lebih dulu.
"Jika sahabat mu datang persilahkan lebih dulu ia duduk, bukan malah bertanya yang tak jelas begitu." Sela Nyonya Lopez menegur Edward atas ucapannya yang terbilang tak sopan.
"Hei Sean apa kabar? Lama kau tak mengunjungi toko ku. Silahkan duduk disini dan bergabunglah makan bersama kami!" ucap Nyonya Lopez berbasa basi pada Sean.
Dengan serta Merta Sean duduk atas perintah nyonya Lopez.
"Terima kasih bibi!" Ucap Sean membalas keramahan Nyonya Lopez.
"Makanlah daging panggang berbeque ini, kau pasti belum makan bukan?" tebak Nyonya Lopez.
Ia langsung menyiapkan sebuah piring pada Sean dan memasukan potongan daging panggang kedalam piring Sean lengkap dengan tomat, sayur, kentang dan roti tawar panggang.
Ketiganya melanjutkan makan. Tanpa rasa malu Sean menyantapi makanan yang di suguhkan nyonya Lopez padanya.
"Bagaimana! lezat bukan?" tanya Nyonya lopez pada Sean yang terlihat sangat nafsu menyantap makanan buatannya.
Sean hanya mengangguk, sebab ia tak pernah menyantapi makanan selezat itu.
Luar biasa, lezat, nikmat dan wow mungkin itulah kata-kata yang akan di ucapkan Sean. Berhubung mulutnya tersumpal penuh oleh dedaunan hijau nan lezat itu, maka anggukan adalah ekspresi yang pas mewakili kata-kata lezat dan nikmat itu.
Sama halnya yang dilakukan oleh Edward sebelumnya.
Lagi-lagi nyonya Lopez tersenyum bahagia karena di puji oleh kedua remaja tampan yang ada di hadapannya.
"Apakah kau ingin pergi liburan." Bisik Edward pelan menyela makan ketiganya.
Ia bisa tahu, karena Sean membawa koper masuk kedalam toko kue milik ibunya itu.
Sean tak bergeming, bahkan ia tak menjawab ucapan Edward karena Sean sedang asik makan.
"Sean pelankan nafsu makan mu, aku akan bawakan minuman kesukaan kalian." Nyonya Lopez kali ini mulai bicara. Penuh perhatian, nyonya Lopez membawakan dua gelas jus alpukat yang segar, kesukaan Sean dan Edward.
"Bibi tahu, sudah lama kau tak menyuguhkan aku makanan selezat ini." Kini Sean yang mulai bicara setelah mulutnya tak lagi tersumpal penuh oleh makanan.
"Kau memang pandai menggoda masakan ku." Hardik nyonya Lopez tersipu malu.
Sean memang pandai dan ahli dalam hal ini.
Hingga datang seorang pembeli, dan mengganggu makan ketiganya. Mau tak mau Nyonya Lopez harus meninggalkan kedua remaja itu.
Lelah sudah bagi Edward membantunya, maka kini sang ibu yang akan menggantikannya menjaga etalase toko dan melayani pembeli.
"Hei apakah kau akan pergi berlibur?" Tanya Edward berbisik-bisik untuk yang kedua kalinya.
"Apakah kau kemari hanya ingin memamerkan kepada ku jika kau akan pergi berlibur." Edward mulai memancing.
Namun sean memegang penuh kendali kedua bahu Edward seraya berkata.
"Dengarkan aku, aku kemari ingin mengajak mu pergi berlibur ke Bali. Apakah kau setuju!"
Sean tahu Edward paling tidak bisa menolak godaannya.
"Maaf aku sudah biasa dengan tawaran itu." Dengan nada ketus Edward menolak tawaran Sean. Ia membuang muka bak seorang yang egonya tak mampu di beli.
Sean tentu saja tak akan menyerah.
Ia dengan tipu daya nya mengeluarkan handphonenya dari saku jaket musim dinginnya.
"Kau lihat ini," Sean menunjukan layar handphone pada Edward.
Mata Edward terbelalak, tenggorokannya mengalir deras meloloskan air liur yang sempat tertahan.
Ia tak bisa menahan dirinya untuk membaca tulisan:
"Tiket perjalan wisata"
Yang terpampang di layar handphone Sean.
Kali ini Edward harus mengakui kehebatan Sean yang pandai menarik simpati, menggoda ego.
"Oke, aku takkan bisa menolak. Tapi bagaimana aku harus bicara pada ibu?"
Edward mulai harap-harap cemas.
Sean hanya tersenyum kecil dengan sedikit nada licik di wajahnya. Ia menatap wajah Edward dalam-dalam seolah ia akan mengatakan "Percayakan padaku."
BERSAMBUNG...
catatan kecil penulis:
"Titik terjenuh seseorang ialah, ketika dirinya tak mampu menjadi yang terbaik dari yang ia impikan."
SARANJANA EPISODE 08
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 176 Episodes
Comments
Yanse asiska ferly
lanjut up thor , masih ada rasa ingun membaca novel ini...semoga gak mengecewakan thor next part.
menurut gue penulisan novel ini udah oke dan gak ada kata yang salah ..penggunaan bahasa yang baku membuat pembaca merasa seolah pembaca berada di dalam cerita ini...makasih thor telah menyuguhkan cerita yang apik
2019-09-29
2
👑Ajudan Tante Lele💣
nm ny sm bodyguardku "lopez"😚
2019-09-28
4
windri putra dayak
saranjana itu salah satu bagian di indo di kal-sel dekat dengan tanah bumbu boy.maafnya author semoga lancar nulisnya gak ada kendala gitu sama alur ceritanya "kalau mau tau cek aza ada dimap hi... "semoga gak tersesat jalan ceritanya
2019-09-28
2