Pingsan

Mirza turun dari mobil setelah Erkan membukakan pintu. Ia memasuki gedung pencakar langit yang membesarkan namanya. Langkahnya tak terhentikan oleh siapapun, seakan semua yang menyapa itu adalah patung. Otaknya masih berkelana. Entah apa yang dipikirkan, Erkan hanya bisa membaca keseriusan pria itu. 

Berhenti di depan pintu lift. Erkan menekan tombol. Setelah pintu terbuka, keduanya masuk. Hanya ada mereka hingga di dalam lift itu terasa hening mencekam. 

Apa yang Tuan pikirkan? Erkan ingin bertanya seperti itu, namun ia tak ada keberanian untuk membuka suara hingga memilih diam. 

Pintu lift terbuka sesuai angka yang ditekan sang sekretaris. Sama seperti dibawah, Erkan pun mengikuti langkah Mirza yang nampak menyimpan sejuta misteri. 

"Hari ini tidak ada meeting, tapi ada undangan dari Cargo, mereka meminta Tuan untuk datang ke sana."

"Kenapa harus aku?" sergah Mirza seketika yang membuat Erkan menciut. 

"Baiklah, Tuan. Nanti saya akan kirim orang untuk mengawasinya," jawab Erkan kemudian. Sebab, tidak mungkin dirinya yang datang. 

Ada apa dengan Tuan Mirza, sepertinya dia memikirkan sesuatu, tapi apa? Erkan hanya bisa bertanya dengan hatinya sendiri, karena saat ini belum ada yang bisa diajak curhat. 

Mirza menghempaskan tubuhnya di kursi kebesarannya. Memijat pangkal hidungnya. Bak orang frustasi, wajahnya tampak datar seperti memendam amarah. 

Erkan memilih pergi saat melihat wajah Mirza yang semakin mengerikan. 

Jalan satu-satunya untuk melepas masalah yang membelenggu, Mirza menghubungi Aslan. Hanya pria itu yang ia yakini punya jalan keluar untuk membantunya. 

"Halo, Mir." Suara khas menyapa diiringi dengan gelak tawa. 

Mirza mengusap wajahnya dengan kasar. Selama ini ia selalu tenang saat menghadapi masalah, meskipun berat. 

Namun kali ini ia benar-benar butuh masukan dari orang lain. 

"Apa kamu punya obat untuk menghilangkan stres?" tanya Mirza setelah sekian detik diam. 

Terdengar suara gelak tawa dari seberang sana. Sejak kapan Mirza meminta solusi padanya. Meskipun bersahabat, mereka jarang bertemu, bahkan Aslan yang sering berkunjung ke rumahnya lebih dulu. 

"Apa kamu masih belum bisa melupakan Lunara?" tanya Aslan. 

Mirza tak menyahut. Ia semakin gelisah saat bayangan wajah Haira terus melintas bak baju yang melekat di tubuhnya. 

"Sekarang kamu ada di mana?" Mirza mengalihkan pembicaraan. 

"Di rumah."

Tanpa berpikir panjang, Mirza langsung meninggalkan ruangannya. Kali ini ia benar-benar merasa otaknya sudah gila.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Mirza langsung duduk di sofa yang ada di rumah Aslan. Menyandarkan punggungnya dengan kepala mendongak ke atas. Memejamkan mata sejenak lalu membukanya lagi untuk menghindari wajah Haira yang terus mengikutinya. Wajahnya kusut tanpa ekspresi. 

"Kamu kenapa?" tanya Aslan. Ia datang membawa dua botol minuman yang memabukkan. 

"Belum bisa melupakan Lunara?" imbuhnya, menuangkan segelas wine untuk sang sahabat. 

"Aku nggak tahu dengan perasaanku sendiri. Dan aku juga bingung. Akhir-akhir ini aku sering memimpikan seseorang, dan aku juga merasa bersalah padanya, sebenarnya itu perasaan apa?" 

Aslan menyodorkan segelas minuman di depan Mirza yang disambut oleh pria itu. Tak seperti biasanya yang langsung diminum, Kali ini Mirza hanya menatapnya saja. Seolah-olah tak ingin membawa masalahnya lari ke sana. 

"Apa ini tentang Haira?" tebak Aslan lagi. 

Mirza menatap Aslan dengan tatapan sinis, meskipun benar dugaan pria itu, ia tetap saja enggan untuk jujur. 

"Ini tidak ada hubungannya dengan dia." Mengucapkan dengan pelan. Mengalihkan pandangannya ke arah luar jendela. 

"Bagaimana dada kamu saat di dekatnya?" Aslan terus mengorek isi hati Mirza. 

"Deg-degan." Mirza menjawab dengan cepat. 

"Apa kamu juga nyaman saat berada di dekatnya?" 

Mirza mengangguk tanpa suara. 

"Apa kamu juga terus ingin melihat wajahnya? Bahkan kamu tak ingin jauh darinya? Jika benar seperti itu, artinya kamu jatuh cinta padanya. Siapa perempuan yang berhasil melunakkan hati kamu yang sekeras baja? Aku jadi penasaran?" 

Seketika itu juga bantal melayang tepat di wajah Aslan. Bagaimana bisa pertanyaan bertubi-tubi yang diajukan itu hanya dengan satu jawaban, dan itu adalah iya.

 

Aku menikahinya hanya untuk balas dendam, dan tidak boleh jatuh cinta. 

Mirza masih mencoba menyangkal tentang apa yang dikatakan Aslan. 

Tok tok tok  

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Mirza yang hampir saja melambung diatas Awan. 

Sang pemilik rumah langsung membukanya. 

"Misel," seru Aslan terkejut. 

Gadis yang bernama Misella Rahardian itu tersenyum manis. Menatap Mirza sekilas lalu kembali fokus pada Aslan. 

"Kamu ngapain ke sini?" tanya Aslan antusias, biasanya mereka hanya bertemu di klub. Namun, tanpa janji Misel datang ke rumahnya. 

"Apa kedatanganku mengganggu Kalian?" 

"Tidak," jawab Aslan tanpa meminta persetujuan dari Mirza. 

Misel masuk dan duduk di depan Mirza. Mereka terhalang meja kaca yang membentang. Tidak ada sapaan, Mirza masih terhanyut dalam perasaan yang membuatnya cemas. 

"Za, ini Misel yang aku bilang sama kamu kemarin." 

Misel mengulurkan tangannya ke arah Mirza. 

Begitu juga dengan Mirza yang menerima tangan itu. Keduanya bersalaman dan saling menyebut nama. 

"Senang berkenalan dengan, Anda." 

Misel terlihat menggoda.

Mirza tersenyum tipis, namun pikirannya masih tetap tenggelam dengan perasaan yang belum dimengerti. 

Ponsel yang ada di saku jas Mirza berdering. Ia langsung mengangkatnya. 

"Ada apa, Bi?" tanya Mirza pada orang yang ada di seberang sana.

"Nona Haira pingsan, Tuan."

Ucapan bi Enis bagaikan petir yang menyambar. Entah, saat ini hati Mirza terasa sakit saat mendengar itu. Sekujur tubuhnya lemas. 

Aku tidak boleh khawatir padanya, ini memalukan. Jika Aslan tahu, pasti akan membullyku. 

"Panggil dokter, aku akan segera pulang." 

Mirza tetap memasang wajah tenang. Ia tak mau gugup. Sementara Aslan masih sangat kepo dengan orang yang di maksud. 

"Aku harus pulang, kita lanjutkan nanti." 

"Siapa yang sakit?" tanya Aslan.

Mirza membisu, tidak mungkin ia mengatakan sejujurnya, pasti sahabatnya itu akan melempar ejekan.

Mirza melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Menerobos jalanan yang lumayan padat. Untuk saat ini tak ada yang membuatnya tenang selain penjelasan sang dokter. 

Ia menghentikan mobilnya di halaman. Kakinya melangkah masuk menghampiri para pelayan yang berkumpul di ruang tengah. 

"Bagaimana keadaannya?" 

"Mungkin Haira hanya kelelahan, Tuan."

Ceklek

Beberapa menit kemudian, pintu kamar Haira terbuka lebar. Seorang wanita cantik yang memakai jas putih langsung mendekati Mirza. 

"Tekanan darah Nona Haira sangat rendah, dia butuh makan dan istirahat yang teratur. Mungkin saja banyak pikiran yang membuat kesehatannya menurun."

Mirza hanya mengangguk berat. Menatap pintu kamar Haira yang tertutup rapat.

Haira yang ada di kamar mandi merasa sangat cemas. Matanya terus tertuju pada benda yang ada di dalam gelas. Kini nasibnya hanya pada benda itu. 

Semoga dugaan Naina salah, dan aku hanya sakit biasa. Berjalan pelan mendekatinya. Tangannya gemetar mengangkat benda itu

Setelah hitungan ketiga, Haira membuka matanya dan melihat tanda yang ada di alat itu. 

Terpopuler

Comments

Sweet Girl

Sweet Girl

Dua garis merah.

2024-03-19

1

Sweet Girl

Sweet Girl

Jangan keppooo Erkan...

2024-03-19

0

Komang Sudiarsih

Komang Sudiarsih

semoga Mirza jtuh cinta

2022-08-09

4

lihat semua
Episodes
1 Awal mula
2 Membuat surat perjanjian
3 Pilihan dari Mirza
4 Pelecehan
5 Pernikahan
6 Mabuk
7 Salah
8 Terpengaruh
9 Melawan
10 Pil KB
11 Ternodai
12 Luka dalam
13 Lemas
14 Pingsan
15 Pergi
16 Penyesalan
17 Kemal
18 Penyesalan
19 Membatalkan
20 Hadirnya kehangatan
21 Mencari bukti
22 Membeli mainan
23 Tidur bersama
24 Hukuman baru
25 Hasil tes DNA
26 Penyesalan Mirza
27 Kedatangan kakak
28 Kemarahan kakak Mirza
29 Hukuman
30 Bertemu lagi
31 Siap pulang
32 Tiba di rumah
33 Salah paham
34 Kemarahan Nada
35 Panik
36 Kejutan
37 Pesta
38 Malam kedua
39 Perjanjian lagi
40 Lunara hamil
41 Memanfaatkan perjanjian
42 Lebah jantan
43 Terbongkar
44 Membujuk Arini
45 Diary yang terlupakan
46 Membereskan semua kenangan
47 Bukan upah, tapi tumbal
48 Menuntaskan masalah
49 Di balik kotak putih
50 Puaskan aku
51 New York
52 Mengagumi
53 Di rumah Tuan Billy
54 Lucinta dan Lunara
55 Mulai misi
56 Pulang
57 Terjawab
58 Hari pertama sekolah
59 Cemburu
60 Ulah Kemal
61 Orang misterius
62 Sandiwara dimulai
63 Salah terka
64 Peperangan
65 Kemenangan Mirza
66 Mengejutkan
67 Sadar
68 Hamil?
69 Pulang
70 Ingin menjauh
71 Kekesalan Mirza
72 Kembar tiga
73 Ngidam konyol
74 Tusukan
75 Rencana pembalasan
76 Menemukanmu
77 Memaafkan
78 Tiba di rumah nenek
79 Membongkar jati diri
80 Ternyata
81 Salah lagi, kan?
82 Pusat perhatian
83 Terkena imbas
84 Diare karena sabalak
85 Berkenalan
86 Lagi-lagi salah
87 Minta bantuan
88 Ngidam belanja
89 Veronika
90 Rencana Mirza untuk Meyzin
91 Jejak Veronika
92 Makam Veronika
93 Lamaran dadakan
94 Menemukan Liontin
95 Bau terasi
96 Bukti baru
97 Penyesalan Meyzin
98 Balas dendam
99 Menutupi jati diri
100 Menerima
101 Ikut pulang
102 Terluka lagi
103 Bertemu Veronika
104 Penolakan Mirza
105 Bumil sensitif
106 Tuduhan Ayla
107 Dinner sambil kerja
108 Nyonya Alvero
109 Tidak setuju
110 Hukuman
111 Setuju
112 Hanya mimpi
113 Kemarahan Ibu Negara
114 Tertunda
115 Melahirkan
116 Keseharian Mirza
Episodes

Updated 116 Episodes

1
Awal mula
2
Membuat surat perjanjian
3
Pilihan dari Mirza
4
Pelecehan
5
Pernikahan
6
Mabuk
7
Salah
8
Terpengaruh
9
Melawan
10
Pil KB
11
Ternodai
12
Luka dalam
13
Lemas
14
Pingsan
15
Pergi
16
Penyesalan
17
Kemal
18
Penyesalan
19
Membatalkan
20
Hadirnya kehangatan
21
Mencari bukti
22
Membeli mainan
23
Tidur bersama
24
Hukuman baru
25
Hasil tes DNA
26
Penyesalan Mirza
27
Kedatangan kakak
28
Kemarahan kakak Mirza
29
Hukuman
30
Bertemu lagi
31
Siap pulang
32
Tiba di rumah
33
Salah paham
34
Kemarahan Nada
35
Panik
36
Kejutan
37
Pesta
38
Malam kedua
39
Perjanjian lagi
40
Lunara hamil
41
Memanfaatkan perjanjian
42
Lebah jantan
43
Terbongkar
44
Membujuk Arini
45
Diary yang terlupakan
46
Membereskan semua kenangan
47
Bukan upah, tapi tumbal
48
Menuntaskan masalah
49
Di balik kotak putih
50
Puaskan aku
51
New York
52
Mengagumi
53
Di rumah Tuan Billy
54
Lucinta dan Lunara
55
Mulai misi
56
Pulang
57
Terjawab
58
Hari pertama sekolah
59
Cemburu
60
Ulah Kemal
61
Orang misterius
62
Sandiwara dimulai
63
Salah terka
64
Peperangan
65
Kemenangan Mirza
66
Mengejutkan
67
Sadar
68
Hamil?
69
Pulang
70
Ingin menjauh
71
Kekesalan Mirza
72
Kembar tiga
73
Ngidam konyol
74
Tusukan
75
Rencana pembalasan
76
Menemukanmu
77
Memaafkan
78
Tiba di rumah nenek
79
Membongkar jati diri
80
Ternyata
81
Salah lagi, kan?
82
Pusat perhatian
83
Terkena imbas
84
Diare karena sabalak
85
Berkenalan
86
Lagi-lagi salah
87
Minta bantuan
88
Ngidam belanja
89
Veronika
90
Rencana Mirza untuk Meyzin
91
Jejak Veronika
92
Makam Veronika
93
Lamaran dadakan
94
Menemukan Liontin
95
Bau terasi
96
Bukti baru
97
Penyesalan Meyzin
98
Balas dendam
99
Menutupi jati diri
100
Menerima
101
Ikut pulang
102
Terluka lagi
103
Bertemu Veronika
104
Penolakan Mirza
105
Bumil sensitif
106
Tuduhan Ayla
107
Dinner sambil kerja
108
Nyonya Alvero
109
Tidak setuju
110
Hukuman
111
Setuju
112
Hanya mimpi
113
Kemarahan Ibu Negara
114
Tertunda
115
Melahirkan
116
Keseharian Mirza

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!