Pergi

Air mata mengalir deras membasahi pipi Haira saat melihat dua garis merah yang bertengger di test pack. Sekujur tubuhnya teras lemah hingga membuatnya ambruk. Fakta yang mencengangkan. Ia yakin kalau pil itu benar-benar tertelan. Namun, Tuhan yang maha berkehendak ternyata memiliki rencana lain dan menitipkan makhluk di rahimnya. 

Kepalanya terus menggeleng tak percaya dengan apa yang terjadi. Ini seperti sebuah mimpi. Tak pernah terselip di otaknya keinginannya untuk menjadi seorang ibu, namun kini harus mengandung seorang bayi dari laki-laki kejam. 

"Ini tidak mungkin?" sangkal Haira tak percaya. 

Tangannya terangkat mengelus perutnya yang masih rata.

Kenapa kamu harus hadir di rahimku, apa salahku? Haira hanya mampu mengucap dalam hati. Suaranya tercekat di ujung lidah. Hatinya benar-benar hancur berkeping-keping.

Semua kata-kata yang pernah Mirza ucapkan terlintas di otaknya membuat Haira takut. 

Kamu harus minum ini setiap hari. Aku tidak mau kamu mengandung anakku. Kalau sampai itu terjadi, kamu harus menggugurkannya. 

"Menggugurkan, itu artinya anak ini akan terbunuh sebelum dia lahir."

Tangan Haira mengulur, memungut benda yang teronggok itu lalu memasukkan ke saku bajunya. Ia bangkit, menatap bayangannya dari pantulan cermin. Sangat menyedihkan. Impiannya kini lebur tanpa sisa, tak ada harapan lagi untuk bahagia. 

"Anak ini tidak berdosa, dan dia tidak boleh menanggung dosaku. Aku harus bisa pergi dari sini untuk menyelamatkan dan membesarkannya."

Haira merapikan rambutnya. Lalu keluar, duduk di tepi ranjang, menatap ke arah jendela, memikirkan cara untuk bisa pergi dari rumah itu. Rumah yang dianggap seperti neraka. 

"Siapa orang yang bisa membantuku?"

Haira mengabsen nama-nama penghuni rumah itu. Akhirnya berhenti pada nama Arini. Hanya nama itu yang menjadi harapan satu-satunya untuk bisa terlepas dari jeratan Mirza. 

"Mungkin dia yang bisa membantuku pergi dari sini."

Haira beranjak dari duduknya lalu membuka pintu. Bertepatan dengan itu, Mirza berjalan ke arahnya membuat Haira menunduk. 

Sepasang kaki yang dibalut sepatu hitam mengkilap berhenti di depan Haira. Tubuhnya tegap tinggi. Haira hanya bisa menatap separuh tubuh pria itu. Dari lubuk hati terdalam ingin melayangkan pukulan. Namun sayang, ia tak mungkin melakukannya. 

Mirza menatap rambut Haira yang sedikit basah lalu beralih pada kedua tangan gadis itu yang saling terpaut. 

Jantungnya kembali berdegup kencang seperti benderang mau perang. Meskipun begitu, ia tetap menepis ucapan Aslan dan tak ingin mengakuinya.

"Sebentar lagi obat kamu datang, makan dan minum obat yang teratur, aku tidak mau kamu sakit."

Secuil perhatian saja membuat dada Haira sejuk. "Terima kasih, Tuan." Haira membungkuk sopan. 

Mirza membalikkan tubuhnya. Namun, baru beberapa langkah, ia berhenti lagi tanpa menoleh. 

"Jangan senang dulu, aku hanya nggak mau kamu terus-terusan merepotkanku," sanggah Mirza kemudian. 

Aku tahu, sampai kapanpun kamu tidak mungkin peduli padaku. Hanya mengucap dalam hati. 

"Tuan," panggil Haira dengan suara lemah. Berjalan menghampiri Mirza dan berhenti di belakang pria itu. Mengumpulkan seluruh keberaniannya untuk meminta izin pada Mirza.

"Apa saya boleh keluar?" tanya Haira ragu-ragu. Ia tahu pasti sulit mendapat izin dari Mirza, tapi ia harus tetap melakukan itu. Waktunya tak banyak, sebelum Mirza mengetahui kehamilannya, Haira harus bisa hengkang dari rumah itu.

"Untuk apa?" tanya Mirza dengan suara dingin. 

"Mau membeli obat yang biasa saya minum saat di kampung. Tempatnya nggak jauh, dekat pabrik."

Mirza membisu seperti memikirkan sesuatu. Setelah ia mengingat toko obat tradisional yang ada di samping pabrik garmen miliknya itu, ia mengangguk tanpa suara. 

Akhirnya, aku bisa keluar dari sini. 

Haira mengusap dadanya lalu keluar. Sikapnya yang nampak biasa dan bajunya yang sederhana tak membuat semua orang curiga, termasuk Mirza yang dengan mudah mengizinkannya. 

Haira menghampiri bi Enis yang ada di taman. Jalannya tak terlalu buru-buru. Ia berusaha penuh untuk tetap tenang dan santai. 

"Bi, pinjam uangnya. Aku nggak biasa minum obat dari dokter. Lebih cocok obat tradisional," ucap Haira berbisik. 

Bi Enis mengambil beberapa lembar uang yang diambil dari sakunya. 

"Bibi hanya punya uang segini, kalau Nona mau yang lebih, Bibi bisa ambilkan lagi." memberikan semuanya pada Haira. 

Haira menghitungnya lalu menggeleng. "Ini sudah lebih cukup, nanti kalau aku punya uang, pasti aku kembalikan." 

Haira langsung berlalu. Seperti tadi, sedikit pun tak menampakkan sikap yang mencurigakan. Setelah punggung Haira menghilang di balik gerbang, Mirza menghampiri pelayannya itu. 

"Tadi dia pinjam apa, Bi?" tanya Mirza.

"Pinjam uang, Tuan. Katanya untuk membeli obat."

Mirza langsung pergi tanpa berkomentar apapun. Entah kenapa hatinya merasa tersauat mendengar penuturan bi Enis.

Apa yang sudah aku lakukan?

Merasa aman, Haira langsung menaiki kendaraan ke arah terminal. 

Matanya berkaca dengan tangannya terus mengelus perutnya yang rata. 

"Maafkan mommy, Sayang. Mommy harus menjauhkan kamu dari Daddy. Mommy akan menjagamu sendirian, kita akan tinggal di tempat yang jauh dari orang jahat yang akan membunuhmu." 

Haira mengusap air matanya yang kembali lolos. Menguatkan hatinya untuk tetap tegar demi janin yang saat ini bersemayam di rahimnya. 

Hampir tiga puluh menit, akhirnya Haira tiba di sebuah terminal. Ia menaiki  bus jurusan ke arah rumah sang nenek. Baru ada beberapa penumpang yang duduk hingga Haira memilih di samping jendela. 

Semakin lama bus itu semakin penuh membuat Haira berkeringat. Dinginnya ac tak mampu menghilangkan rasa panas yang menyeruak. 

Namun, tiba-tiba saja hatinya teringat Mirza. 

"Aku tidak mungkin pulang ke rumah nenek, pasti Tuan Mirza akan mencariku ke sana. Lagipula apa kata orang kampung jika tahu aku hamil tanpa ada suami, pasti mereka akan menghina nenek."

"Stop… "

Haira menghentikan sang sopir yang hampir melajukan bus nya. 

"Maaf, Tuan. Saya salah jalur." Haira langsung turun dari bus itu. Ia berjalan ke arah bus yang lain dengan tujuan yang berbeda. Ia menimbang tempat yang tepat untuk melabuhkan dirinya. Menjalani kehidupan baru bersama anaknya nanti. 

"Maafkan aku, Nek. Untuk kali ini aku tidak bisa kembali bersama kalian. Tapi aku janji akan kembali setelah anakku lahir nanti."

Hampir satu jam mata Mirza terus menatap ke arah gerbang. Rasa cemas mulai menyelimuti saat mengingat Haira yang tak kunjung datang. Padahal, jarak antara pabrik dengan rumahnya hanya berkisar tiga puluh menit, itu pun pulang pergi, namun ini sudah lebih dari waktu yang seharusnya, dan Haira belum ada tanda-tanda pulang.

Mirza merogoh ponsel dari saku celana lalu menghubungi Erkan. 

"Apa Tuan membutuhkan saya?" tanya Erkan dari seberang ponsel. 

"Haira keluar, katanya mau membeli obat di samping pabrik. Sekarang kamu cari dia. Bawa pulang ke rumah. Kalau perlu periksa ke tempat yang pernah ia kunjungi selama bekerja di pabrik." 

"Baik, Tuan."

Terpopuler

Comments

Katherina Ajawaila

Katherina Ajawaila

rasain lo Mirza terlalu sadis sih🥲

2024-04-25

0

Heni Nurhaeni

Heni Nurhaeni

mulai bucin

2024-03-31

0

Sri Supraptiningsih

Sri Supraptiningsih

JD geli baca nya jg, panggil nya ibu bapak Mirja ajalahh, jgn momy Dedy,,yg td nya pengen nangis JD ketawa ini mah,,,😜

2024-03-22

1

lihat semua
Episodes
1 Awal mula
2 Membuat surat perjanjian
3 Pilihan dari Mirza
4 Pelecehan
5 Pernikahan
6 Mabuk
7 Salah
8 Terpengaruh
9 Melawan
10 Pil KB
11 Ternodai
12 Luka dalam
13 Lemas
14 Pingsan
15 Pergi
16 Penyesalan
17 Kemal
18 Penyesalan
19 Membatalkan
20 Hadirnya kehangatan
21 Mencari bukti
22 Membeli mainan
23 Tidur bersama
24 Hukuman baru
25 Hasil tes DNA
26 Penyesalan Mirza
27 Kedatangan kakak
28 Kemarahan kakak Mirza
29 Hukuman
30 Bertemu lagi
31 Siap pulang
32 Tiba di rumah
33 Salah paham
34 Kemarahan Nada
35 Panik
36 Kejutan
37 Pesta
38 Malam kedua
39 Perjanjian lagi
40 Lunara hamil
41 Memanfaatkan perjanjian
42 Lebah jantan
43 Terbongkar
44 Membujuk Arini
45 Diary yang terlupakan
46 Membereskan semua kenangan
47 Bukan upah, tapi tumbal
48 Menuntaskan masalah
49 Di balik kotak putih
50 Puaskan aku
51 New York
52 Mengagumi
53 Di rumah Tuan Billy
54 Lucinta dan Lunara
55 Mulai misi
56 Pulang
57 Terjawab
58 Hari pertama sekolah
59 Cemburu
60 Ulah Kemal
61 Orang misterius
62 Sandiwara dimulai
63 Salah terka
64 Peperangan
65 Kemenangan Mirza
66 Mengejutkan
67 Sadar
68 Hamil?
69 Pulang
70 Ingin menjauh
71 Kekesalan Mirza
72 Kembar tiga
73 Ngidam konyol
74 Tusukan
75 Rencana pembalasan
76 Menemukanmu
77 Memaafkan
78 Tiba di rumah nenek
79 Membongkar jati diri
80 Ternyata
81 Salah lagi, kan?
82 Pusat perhatian
83 Terkena imbas
84 Diare karena sabalak
85 Berkenalan
86 Lagi-lagi salah
87 Minta bantuan
88 Ngidam belanja
89 Veronika
90 Rencana Mirza untuk Meyzin
91 Jejak Veronika
92 Makam Veronika
93 Lamaran dadakan
94 Menemukan Liontin
95 Bau terasi
96 Bukti baru
97 Penyesalan Meyzin
98 Balas dendam
99 Menutupi jati diri
100 Menerima
101 Ikut pulang
102 Terluka lagi
103 Bertemu Veronika
104 Penolakan Mirza
105 Bumil sensitif
106 Tuduhan Ayla
107 Dinner sambil kerja
108 Nyonya Alvero
109 Tidak setuju
110 Hukuman
111 Setuju
112 Hanya mimpi
113 Kemarahan Ibu Negara
114 Tertunda
115 Melahirkan
116 Keseharian Mirza
Episodes

Updated 116 Episodes

1
Awal mula
2
Membuat surat perjanjian
3
Pilihan dari Mirza
4
Pelecehan
5
Pernikahan
6
Mabuk
7
Salah
8
Terpengaruh
9
Melawan
10
Pil KB
11
Ternodai
12
Luka dalam
13
Lemas
14
Pingsan
15
Pergi
16
Penyesalan
17
Kemal
18
Penyesalan
19
Membatalkan
20
Hadirnya kehangatan
21
Mencari bukti
22
Membeli mainan
23
Tidur bersama
24
Hukuman baru
25
Hasil tes DNA
26
Penyesalan Mirza
27
Kedatangan kakak
28
Kemarahan kakak Mirza
29
Hukuman
30
Bertemu lagi
31
Siap pulang
32
Tiba di rumah
33
Salah paham
34
Kemarahan Nada
35
Panik
36
Kejutan
37
Pesta
38
Malam kedua
39
Perjanjian lagi
40
Lunara hamil
41
Memanfaatkan perjanjian
42
Lebah jantan
43
Terbongkar
44
Membujuk Arini
45
Diary yang terlupakan
46
Membereskan semua kenangan
47
Bukan upah, tapi tumbal
48
Menuntaskan masalah
49
Di balik kotak putih
50
Puaskan aku
51
New York
52
Mengagumi
53
Di rumah Tuan Billy
54
Lucinta dan Lunara
55
Mulai misi
56
Pulang
57
Terjawab
58
Hari pertama sekolah
59
Cemburu
60
Ulah Kemal
61
Orang misterius
62
Sandiwara dimulai
63
Salah terka
64
Peperangan
65
Kemenangan Mirza
66
Mengejutkan
67
Sadar
68
Hamil?
69
Pulang
70
Ingin menjauh
71
Kekesalan Mirza
72
Kembar tiga
73
Ngidam konyol
74
Tusukan
75
Rencana pembalasan
76
Menemukanmu
77
Memaafkan
78
Tiba di rumah nenek
79
Membongkar jati diri
80
Ternyata
81
Salah lagi, kan?
82
Pusat perhatian
83
Terkena imbas
84
Diare karena sabalak
85
Berkenalan
86
Lagi-lagi salah
87
Minta bantuan
88
Ngidam belanja
89
Veronika
90
Rencana Mirza untuk Meyzin
91
Jejak Veronika
92
Makam Veronika
93
Lamaran dadakan
94
Menemukan Liontin
95
Bau terasi
96
Bukti baru
97
Penyesalan Meyzin
98
Balas dendam
99
Menutupi jati diri
100
Menerima
101
Ikut pulang
102
Terluka lagi
103
Bertemu Veronika
104
Penolakan Mirza
105
Bumil sensitif
106
Tuduhan Ayla
107
Dinner sambil kerja
108
Nyonya Alvero
109
Tidak setuju
110
Hukuman
111
Setuju
112
Hanya mimpi
113
Kemarahan Ibu Negara
114
Tertunda
115
Melahirkan
116
Keseharian Mirza

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!