Bab 18 : Pertengkaran.

Belasan pasang mata yang menghadiri rapat pagi itu, tiba-tiba mengalihkan fokusnya pada Elena, yang baru muncul di tengah-tengah rapat dengan aura yang cukup mencolok.

Evans, yang tengah berdiri di depan layar presentasi, mendadak menghentikan penjelasannya. Pria itu memandang Elena tajam, dengan intensitas yang tidak biasa, seolah ia ingin Elena tahu, bahwa keberadaannya di ruangan ini adalah kesalahan.

"Maaf, aku tidak bisa memberitahumu lebih awal," bisik Jemima, saat Elena akhirnya duduk di sebelah. Suaranya nyaris tenggelam dalam rasa bersalah pada gadis itu.

Elena mengulas senyum tipis, meski matanya berkata lain. Ini bukan salah Jemima.

“Tidak apa-apa, Kak, aku paham," tuturnya lembut, seolah sedang menenangkan orang lain, padahal justru dirinya sendiri lah yang sedang terluka.

Elena pun mencoba fokus pada rapat. Namun, saat ia baru membuka buku catatannya, Evans sudah mengakhiri rapat secara sepihak.

Elena hanya bisa diam membeku, menatap lembaran kosong di depannya, sebelum kemudian menutup buku itu perlahan dengan tangan yang gemetar.

"Kamu bisa menyalin catatanku nanti, El. Aku akan mengajarkan juga bagaimana caranya membuat laporan hasil rapat," bisik Jemima, mencoba menunjukkan empatinya, walau tahu luka itu tak akan sembuh hanya dengan kebaikan kecil.

"Terima kasih, Kak. aku merasa sangat terbantu," jawab Elena lirih. diiringi senyum tipis penuh luka.

Jemima tersenyum ramah, meski tak bisa menyembunyikan rasa prihatin yang mengendap di wajahnya.

...***...

Satu minggu telah berlalu, dan Elena masih terjebak dalam lingkaran setan di kantor. Evans tidak pernah memberinya kesempatan untuk membuktikan diri sebagai sekretaris yang kompeten. Perannya hanya sebagai pelayan, yang selalu siap melakukan tugas-tugas kecil nan melelahkan. Elena merasa seperti asisten rumah tangga, bukan seorang profesional yang dihargai.

Tak tahan dengan perlakuan Evans, kali ini Elena naik pitam. Ia membanting makanan yang baru saja dibeli dengan susah payah untuk kolega penting sang kakak.

Makanan tersebut berisi kudapan yang disukai sang kolega dan harus dibeli di toko asalnya. Butuh waktu lebih dari satu jam bagi Elena dengan menggunakan taksi untuk bisa sampai ke sana dan kembali lagi ke kantor. Namun, begitu tiba, kolega mereka ternyata sudah pergi dan makanan tersebut ada di atas meja.

Ketika Elena menanyakannya, Evans berkata bahwa toko makanan tersebut memiliki cabang di dekat kantor mereka.

"Mr. Brandon memang hanya menyukai kudapan dari toko yang kamu beli, tapi kita tidak bisa membiarkan orang itu menunggu selama lebih dari satu jam!" Itulah alasan klise yang keluar dari mulut biadab Evans.

Air mata Elena mulai mengalir membasahi pelupuk matanya. Selain butuh waktu untuk sampai ke sana, dia juga harus mengalami insiden kecil saat menyebrang jalan. Saking terburu-burunya, ia sampai terserempet motor saat menyebrang jalan, hingga membuat lengan kemejanya sobek dan lututnya berdarah.

Evans mendapati tubuh Elena gemetaran seperti sedang menahan sakit. Matanya sontak terkesiap, begitu mendapati darah mengalir dari balik rok selutut gadis itu. Setelah membanting makanan yang ia bawa ke lantai, Elena pun berbalik dan bergegas pergi meninggalkan ruangan.

Evans memicingkan mata, ketika Elena terlihat meremas erat lengan kemejanya, seolah sedang menyembunyikan sesuatu. Merasa terusik, ia pun memutuskan pergi menyusul sang adik ke mejanya.

Namun, langkah Evans tiba-tiba terhenti di balik kaca ruangannya. Pria itu mendapati sang adik yang kini sedang membalut lututnya menggunakan sapu tangan dengan linangan airmata. Ia juga tampak membersihkan lengannya yang terluka, lalu kembali memakai blazer-nya untuk menyembunyikan bagian kemeja yang sobek.

Elena menangis sesenggukan sembari mengusap-usap pahanya agar bisa meredakan rasa sakit yang didera.

Batinnya malang, sebab Jemima saat ini sedang pergi memenuhi undangan seminar untuk menggantikan Evans. Jadi, mau tak mau ia harus melalui semua ini sendirian.

Saat itulah Evans muncul di hadapannya sambil membawa sekotak obat P3K. Elena yang terkejut dengan kehadiran pria itu dengan sigap berusaha menyembunyikan kakinya yang terluka. Namun, Evans malah menepis tangan Elena kasar, dan mulai menarik roknya hingga sebatas paha.

"Mau apa kau! Menjauh dariku!" sentak Elena keras.

Evans tidak menghiraukan amarah sang adik. Ia membuka sapu tangan yang membelit lututnya, lalu mengobati lutut gadis itu menggunakan antiseptik sebelum menutupnya dengan perban.

Setelah selesai membalut lutut Elena, Evans membuka blazer-nya paksa.

"Lepaskan aku!" sentak Elena.

Evans tidak menghiraukan pemberontakan Elena. Ia terus memaksa gadis itu untuk membuka blazer yang dipakainya.

"Tidak!" teriak Elena kemudian.

"DIAM!" Evans membalas teriakan sang adik dengan bentakan keras.

Bentakan tersebut bahkan sampai membuat beberapa karyawan yang lalu-lalang di sana cukup terkejut. Kendati penasaran, mereka sama sekali tidak berani mendekat.

Melihat sang atasan mengetahui keberadaan mereka, kontan saja para karyawan langsung kocar-kacir meninggalkan tempat.

Elena sendiri malah semakin mengeraskan tangisannya, begitu mendapat bentakan dari sang kakak. "Tidak bisa, aku tidak bisa diam! Apa, sih, maksudmu? Sedetik tadi aku diinjak-injak macam sampah, sekarang sok berlaku baik. Dasar brengsek!"

Elena bahkan berani menghina Evans.

"Aku ini adik kandungmu, tapi aku tak pernah merasa demikian! Apa jangan-jangan kita sebenarnya memang bukan kakak beradik, mengingat perlakuanmu seperti ini?"

Perkataan Elena yang berikutnya lantas membuat Evans membeku. Evans terkejut. Jantungnya mendadak berdetak keras.

Evans pun mengempaskan tangan Elena dan menatap gadis itu dingin. Mulutnya beberapa kali terlihat hendak mengatakan sesuatu. Namun, ia seperti menahannya sekuat tenaga.

Cukup lama Evans bergeming, sebelum akhirnya pergi meninggalkan sang adik seorang diri, yang masih menangis terisak-isak.

...***...

Di dalam ruangannya, Evans duduk terpaku. Matanya terpejam, tapi benaknya penuh suara tangisan Elena. Ucapannya terngiang berkali-kali, menembus pertahanan yang selama ini ia bangun demi melindungi dirinya dari rasa tak nyaman.

Namun nyatanya, luka yang ia timbulkan pada sang adik jauh lebih dalam daripada luka yang ia coba sembunyikan sendiri.

Ia memegang dadanya yang terasa sangat nyeri dan tak bisa ia abaikan.

...***...

Simon dan Samantha terkejut saat mendapati Elena masuk ke dalam rumah dengan wajah kusut. Tanpa menyapa kedua orang tuanya terlebih dahulu, gadis itu langsung naik ke lantai dua menuju kamarnya.

Tak berselang lama, Evans menyusul masuk ke dalam rumah.

Melihat kedatangan anak sulungnya tersebut, Samantha segera menghampiri dan menanyakan keadaan mereka berdua.

"Sayang, kenapa adikmu pulang-pulang seperti itu? Kalian bertengkar lagi?" tanya sang ibu khawatir.

Evans menganggukkan kepalanya. "Aku yang salah, Ma. Maafkan aku," jawabnya jujur, sebelum kemudian meminta diri untuk beristirahat.

"Tidak makan malam dulu, Sayang?" teriak Samantha ketika Evans sudah menaiki anak tangga ke lima.

"Aku tidak lapar!" sahut pria itu tegas, tapi tanpa daya.

Terpopuler

Comments

Siska Agustin

Siska Agustin

kamu kira sikapmu itu benar Evans,kamu egois!! kamu g pernah mikir begitu keluargamu menyayangimu tp kamu justru balas dg sikap menyakiti Elena.pdahal karna kehadiranmu membuat mama dan papamu merasakn kebahagiaan yg lengkap apa kamu g ngrasain itu,kamu justru menyia-nyiakan kasih sayang mreka...

2022-06-16

0

Tyara Lantobelo Simal

Tyara Lantobelo Simal

Kudapan nya untuk aku saja...
Yang sabar elen sabarrr sabar sayang???
Selanjut semangat thor

2022-06-10

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 : Sepenggal Mimpi.
2 Bab 2 : Kepulangan Evans.
3 Bab 3 : Potongan Mimpi Kembali Hadir.
4 Bab 4 : Pertemuan Keduanya.
5 Bab 5 : Rencana Simon.
6 Bab 6 : Air Mata Luka.
7 Bab 7 : Terhina.
8 Bab 8 : Fakta Tentang Evans.
9 Bab 9 : Bayangan Leon.
10 Bab 10 : Perkenalan Albern dan Evans.
11 Bab 11 : Oswald Royal Museum (1)
12 Bab 12 : Oswald Royal Museum (2).
13 Bab 13: Panti Asuhan Maria Joseph.
14 Bab 14 : Prom Night.
15 Bab 15 : Hari Pertama Bekerja.
16 Bab 16 : Air Mata Elena.
17 Bab 17 : Tak Dianggap.
18 Bab 18 : Pertengkaran.
19 Bab 19 : "Elena!"
20 Bab 20 : Tragedi.
21 Bab 21 : Terbangun Di Tempat Asing.
22 Bab 22 : Sosok Leon di Mata Elena.
23 Bab 23 : Princess Airlea.
24 Bab 24 : Mimpi Evans (1).
25 Bab 25 : Mimpi Evans (2).
26 Bab 26 : Kondisi Elena.
27 Bab 27 : Aku Akan Terus Bersamamu.
28 Bab 28 : Seutas Janji.
29 Bab 29 : Elena Siuman.
30 Bab 30 : Semua Terungkap.
31 Bab 31 : Tanda Lahir Evans.
32 Bab 32 : Percaya Reinkarnasi?
33 Bab 33 : Mimpi Evans Kembali Hadir.
34 Bab 34 : Kandas.
35 Bab 35 : Nyaris Celaka.
36 Bab 36 : Satu Hati.
37 Bab 37 : Cinta Sejati?
38 Bab 38 : Break.
39 Bab 39 : Kecemburuan.
40 Bab 40 : Hilang?
41 Bab 41 : Ulah Albern.
42 Bab 42 : Iris.
43 Bab 43 : Leon - Evans.
44 Bab 44 : Penyelamatan Elena.
45 Bab 45 : Evans Mendapatkan Ingatannya.
46 Bab 46 : Vonis Albern.
47 Bab 47 : Takdir Tak Bisa Diubah.
48 Bab 48 : Sepenggal Ingatan.
49 Bab 49 : Hilang?
50 Bab 50 : Hidup Tanpanya.
51 Bab 51 : Kencan Buta.
52 Bab 52 : Dinas Luar Kota.
53 Bab 53 : Identitas Chris.
54 Bab 54 : Nyaris Bertemu.
55 Bab 55 : Pertemuan Kembali.
56 Bab 56 : Tak Akan Kubiarkan Kau Pergi.
57 Bab 57 : Ingin Bersamamu.
58 Bab 58 : Menyerah?
59 Bab 59 : Firasat.
60 Bab 60 : "Aku mencintaimu."
61 Bab 61 : Amnesia Disosiatif.
62 Bab 62 : Kasih Sayang Keluarga.
63 Bab 63 : Apartemen.
64 Bab 64 : Sebuah Pengakuan.
65 Bab 65 : Kembali atau Pergi?
66 Bab 66 : Princess Airlea.
67 Bab 67 : Pa Emër River.
68 Bab 68 : Perjodohan.
69 Bab 69 : Melarikan Diri.
70 Bab 70 : Akhir Kisah Kerajaan Oswald.
71 Bab 71 : Akhir Kisah.
Episodes

Updated 71 Episodes

1
Bab 1 : Sepenggal Mimpi.
2
Bab 2 : Kepulangan Evans.
3
Bab 3 : Potongan Mimpi Kembali Hadir.
4
Bab 4 : Pertemuan Keduanya.
5
Bab 5 : Rencana Simon.
6
Bab 6 : Air Mata Luka.
7
Bab 7 : Terhina.
8
Bab 8 : Fakta Tentang Evans.
9
Bab 9 : Bayangan Leon.
10
Bab 10 : Perkenalan Albern dan Evans.
11
Bab 11 : Oswald Royal Museum (1)
12
Bab 12 : Oswald Royal Museum (2).
13
Bab 13: Panti Asuhan Maria Joseph.
14
Bab 14 : Prom Night.
15
Bab 15 : Hari Pertama Bekerja.
16
Bab 16 : Air Mata Elena.
17
Bab 17 : Tak Dianggap.
18
Bab 18 : Pertengkaran.
19
Bab 19 : "Elena!"
20
Bab 20 : Tragedi.
21
Bab 21 : Terbangun Di Tempat Asing.
22
Bab 22 : Sosok Leon di Mata Elena.
23
Bab 23 : Princess Airlea.
24
Bab 24 : Mimpi Evans (1).
25
Bab 25 : Mimpi Evans (2).
26
Bab 26 : Kondisi Elena.
27
Bab 27 : Aku Akan Terus Bersamamu.
28
Bab 28 : Seutas Janji.
29
Bab 29 : Elena Siuman.
30
Bab 30 : Semua Terungkap.
31
Bab 31 : Tanda Lahir Evans.
32
Bab 32 : Percaya Reinkarnasi?
33
Bab 33 : Mimpi Evans Kembali Hadir.
34
Bab 34 : Kandas.
35
Bab 35 : Nyaris Celaka.
36
Bab 36 : Satu Hati.
37
Bab 37 : Cinta Sejati?
38
Bab 38 : Break.
39
Bab 39 : Kecemburuan.
40
Bab 40 : Hilang?
41
Bab 41 : Ulah Albern.
42
Bab 42 : Iris.
43
Bab 43 : Leon - Evans.
44
Bab 44 : Penyelamatan Elena.
45
Bab 45 : Evans Mendapatkan Ingatannya.
46
Bab 46 : Vonis Albern.
47
Bab 47 : Takdir Tak Bisa Diubah.
48
Bab 48 : Sepenggal Ingatan.
49
Bab 49 : Hilang?
50
Bab 50 : Hidup Tanpanya.
51
Bab 51 : Kencan Buta.
52
Bab 52 : Dinas Luar Kota.
53
Bab 53 : Identitas Chris.
54
Bab 54 : Nyaris Bertemu.
55
Bab 55 : Pertemuan Kembali.
56
Bab 56 : Tak Akan Kubiarkan Kau Pergi.
57
Bab 57 : Ingin Bersamamu.
58
Bab 58 : Menyerah?
59
Bab 59 : Firasat.
60
Bab 60 : "Aku mencintaimu."
61
Bab 61 : Amnesia Disosiatif.
62
Bab 62 : Kasih Sayang Keluarga.
63
Bab 63 : Apartemen.
64
Bab 64 : Sebuah Pengakuan.
65
Bab 65 : Kembali atau Pergi?
66
Bab 66 : Princess Airlea.
67
Bab 67 : Pa Emër River.
68
Bab 68 : Perjodohan.
69
Bab 69 : Melarikan Diri.
70
Bab 70 : Akhir Kisah Kerajaan Oswald.
71
Bab 71 : Akhir Kisah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!