Kakakku Ternyata Suamiku
Posisi matahari kini sudah berada persis di atas kepala seorang wanita berusia muda, yang sedang sibuk memanen buah apel milik tuan tanah terkaya di desanya.
Berbalut sarung tangan usang, wanita muda itu menatap puas dua buah kantong perca besar yang sudah terisi penuh oleh apel-apel ranum tersebut.
Matanya sejenak menatap minat pada satu buah apel yang paling merah, yang tanpa sengaja tersembul keluar kantong. Maklum saja, ia harus menahan lapar dan haus saat memanen dan tidak memiliki banyak uang untuk membawa bekal.
Wanita muda itu menggeleng keras. Tuan tanahnya tidak akan segan-segan menghukum siapapun yang sudah mencuri apelnya meski hanya satu buah saja. Belum lagi timbangan yang akan berkurang jika ia mengambil buah tersebut, dan akan memengaruhi pembayaran, sebab upahnya akan dihitung berdasarkan berat buah yang berhasil dipanen.
Dirasa cukup, wanita itu pun bergegas membawa kedua kantong tersebut dengan susah payah, menuju sebuah gudang kayu milik si tuan tanah.
"Iris, tunggu!" teriak salah seorang gadis bersurai keemasan, memanggil namanya. Dengan sigap ia berhasil menyusul Iris sembari menarik gerobak berisi buah apel hasil panennya.
"Letakkan di sini dan kita tarik bersama!" titah Bella, nama gadis itu, pada Iris.
"Terima kasih," ucap Iris. Keduanya mengangkat kantong apel milik Iris dan langsung mendorongnya menuju gudang kayu untuk ditimbang.
"Kamu yakin benda ini kuat?" tanya Iris ragu. Dia takut gerobak buatan itu akan patah di tengah jalan, hingga menyebabkan apel-apel hadil panen mereka berhamburan.
"Tenang saja, ayahku membawa empat ekor keledai berukuran sedang dengan ini!" seru Bella percaya diri. Senyum manis terpatri di wajah cantiknya yang kini tertutup tanah dan debu.
"Baiklah!" Iris tersenyum. Sesampainya di gudang, mereka masih harus menunggu antrian lima hingga enam orang lagi.
Dua orang suruhan sang tuan tanah kemudian membantu menurunkan dua kantong buah milik Iris dan menimbangnya.
"Total 34 pon!" kata Mr. Greg yang langsung mencatatnya di atas kertas cokelat menggunakan fountain pen.
"Ini uangmu!" Pria berjanggut lebat itu lantas memberikan beberapa uang logam ke tangan Iris.
"Terima kasih," ucap Iris seraya membungkuk hormat. "Sampai jumpa lagi, Bella," pamitnya pada sang teman yang telah membantu.
Bella mengangguk. Dia melambaikan tangannya pada Iris lalu kembali fokus pada timbangan buahnya.
"Iris!"
Senyum sumringah seketika mengembang di wajah cantik Iris, tatkala seorang pria tampan berdiri di ujung jalan sambil melambaikan tangannya.
Mata Iris berbinar. Dalam satu kali tarikan napas, dia langsung berlari menuju pria yang kini sedang mengayun-ayunkan sepotong roti gandum menggiurkan ke arahnya.
Akan tetapi, semakin Iris berlari, jarak pria itu malah semakin menjauh. Namun, Iris sama sekali tidak terlihat kelelahan. Dia terus menapaki jalan yang mulai bergelombang demi menghampiri sang pujaan hati. Hingga kemudian, suara-suara statistik yang entah dari mana asalnya tiba-tiba bergaung memekakkan telinga.
Hujan petir dengan awan gelap seketika melanda kawasan tersebut.
Iris tidak terkejut. Dia terus melangkahkan kakinya menuju si pria tampan yang kini tampak memudar.
"Aku mencintaimu, Iris!"
Bagai sebuah roll film. Sosok pria tampan itu terlihat sedang menggendong dirinya sembari tertawa-tawa bahagia.
"Aku juga mencintaimu!"
"Aku sangat mencintaimu, meski Tuhan menutup mata dan membiarkan kekejaman ini memisahkan raga kita, aku akan tetap mencintaimu."
"Selamat tinggal!"
Iris terguncang. Dengan mata terbelalak dia menatap sesosok wanita yang mirip dengannya itu, kini sudah bersimbah darah dan airmata.
Wanita itu merapal seuntai kalimat berisi janji, dan dengan tangan halusnya menggapai wajah pucat pasi seorang pria yang tak lagi bergerak di tanah.
"Bunuh dia!"
Iris sontak memejamkan mata begitu mendengar perintah dari seseorang.
Sebuah kapak pun terayun dan ...
"Elena!" Teriakan Mrs. Jane sontak membangunkan gadis bersurai cokelat yang sedang tertidur pulas di atas meja.
Elena buru-buru bangkit dari tempat duduknya dan langsung mengambil buku pelajaran yang tergeletak di atas meja. "Keruntuhan Kekaisaran Romawi pada tahun 470 M dianggap sebagai awal periode sejarah ini, sedangkan masa renaisans dianggap sebagai akhirnya!" seru gadis itu lantang.
Suara gelak tawa dari teman-teman sekelas Elena pun meledak memenuhi ruang kelas. Jenny, sahabatnya yang duduk di belakang dengan brutal menarik seragam Elena dan menyuruhnya untuk duduk kembali.
Sadar akan kesalahannya, gadis itu meringis malu.
Mrs. Jane bertolak pinggang. Matanya memandang sinis Elena dari atas ke bawah, sebelum kemudian terpejam. "Elena ...,"
"Baik, Mrs," ucap Elena lesu. Seolah tahu apa yang hendak diucapkan sang guru, dia sudah keluar duluan dari kelas dan berdiri sendirian di lorong sembari membawa buku catatan sejarahnya.
Helaan napas keluar dari mulut Elena. "Kenapa aku tertidur lagi, sih!" keluhnya. Bagaimana tidak, ini sudah kali kelima dia kedapatan tertidur di kelas pada jam pelajaran Mrs. Jane.
Entah apa yang telah terjadi dengan gadis itu akhir-akhir ini, padahal setiap hari dia selalu tidur tepat waktu dan bangun pagi-pagi dalam kondisi segar bugar nan prima.
Belum lagi disetiap tidurnya, Elena selalu saja memimpikan hal-hal aneh yang sama sekali tidak dia mengerti. Mimpi tersebut bahkan nyaris sama dan terus berulang.
Terganggu? Jelas. Namun Elena sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa, karena dia sama sekali tidak memiliki petunjuk apapun soal mimpi yang dialaminya, selain sebuah nama dari wanita yang berkali-kali muncul di mimpi tersebut.
"Iris," gumam Elena.
Seperti yang dia ketahui selama ini, bahwa mimpi merupakan bunga tidur yang tidak memiliki makna apa-apa. Mimpi juga merupakan salah satu bentuk kecemasan akan sesuatu hal di kehidupan nyata.
Elena lebih mempercayai teori pertama, karena untuk teori kedua, dia sama sekali tidak sedang mencemaskan atau memiliki masalah apapun.
"Apa, sih, maksudnya? Mana sejak mimpi aneh, aku jadi doyan tidur di kelas. Menyebalkan sekali!" sungut Elena sembari memainkan sepatunya di lantai.
Tak ingin memusingkan hal-hal tidak jelas, Elena akhirnya memilih membaca buku catatan yang dia bawa selagi menunggu jam pelajaran Mrs. Jane berakhir tiga puluh menit lagi.
"Poor, Elena!" Gadis itu membatin.
...***...
"Bagaimana kakimu? Masih sakit?" tanya Jenny khawatir, sahabat baik Elena sejak lama.
"Sudah lebih baik. Terima kasih," jawab Elena seraya memamerkan gigi-gigi putihnya pada sang sahabat.
"Lain kali berusahalah untuk tidak tidur. Kamu ini bukan sekali dua kali tertidur saat jam pelajaran Mrs. Jane tengah berlangsung, tahu!" Gadis bermata biru itu bersedekap, menatap Elena penuh kekesalan.
Elena mengusap wajahnya frustrasi. "Aku juga tidak tahu. Sejak mimpi itu datang, jam tidurku seperti bertambah!"
"Coba kamu pikir-pikir, mungkin saja kamu habis menonton film yang ending-nya terngiang-ngiang sampai terbawa mimpi!" kata Jenny yang sejak awal tahu tentang mimpi Elena tersebut.
"Entahlah. Bisa jadi!" Elena mengangkat bahunya. Terlalu malas untuk memikirkan hal tersebut lebih dalam. Dia pun mulai membuka topik lain untuk mengalihkan pembicaraan, sampai sebuah mobil sport mewah tiba-tiba datang dan berhenti tepat di depan mereka.
"Kekasih hati sudah datang. Sana pulang!" usir Jenny main-main.
"Ayo, kita pulang bersama," ajak Elena.
"Untuk jadi serangga pengganggu di antara kalian? Tidak, terima kasih!" Jenny memutar bola matanya jengah.
Elena tertawa. "Hmm, atau mau kutemani sampai supirmu datang?"
"Tidak perlu. Tuh, sudah datang!" Jenny mengangkat dagunya ke arah mobil SUV yang baru saja masuk ke dalam gerbang sekolah mereka.
"Baiklah, smpai bertemu besok!" Elena melambaikan tangan dan masuk ke dalam mobil tersebut, lalu pergi meninggalkan Jenny.
"Lama ya?" tanya Albern, kekasih Elena yang usianya terpaut dua tahun lebih tua darinya.
Elena mencium pipi Albern. "Tidak." Jawab gadis itu dengan wajah sumringah.
"Baiklah, tapi sebelum pulang kita makan dulu, ya?"
Elena mengangguk antusias. Bertemu dengan sang kekasih membuat gadis itu lupa akan mimpi yang sempat mengusik pikirannya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Note :
Fantasi merupakan sebuah genre fiksi, yang menggunakan bentuk sihir atau kejadian supranatural (salah satunya adalah reinkarnasi) sebagai salah satu elemen plot, tema dan seting dalam sebuah cerita.
Genre cerita ini adalah Romansa Fantasy, dan saya mengambil tema reinkarnasi, jadi harus dibaca pelan-pelan supaya dapat memahami isi cerita. Antara kenyataan dan mimpi, hanya saya jelaskan melalui narasi, dan kebanyakan cerita fantasy tidak bisa dijelaskan secara logika.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
ZhieLaa
wkwkwkwkw tertidur dlm kelas
2022-11-15
1
ZhieLaa
baru mampir di karya ini 😍
2022-11-15
1
My Moon🌕
semangat 😘😘😘
2022-08-07
1