# Deandra POV #
Aku berjalan memasuki halaman rumah, rumah yang biasa aku tinggali dengan ayah berdua. Aku hanya mengernyitkan dahi ketika banyak polisi di rumah, dan yang lebih mengejutkan lagi semua benda dirumah tertempel stiker bertuliskan disita. Aku menatap pak Budi dengan penuh tanda tanya besar.
"Maaf pak, saya putri dari Tuan Handoko. Ada apa dengan semua ini? Apa yang terjadi dengan rumah dan barang-barang saya? Mengapa semua disita?" tanyaku sambil menghampiri seorang petugas yang sedang mengecek barang-barang.
"Ayah Mbk, telah meminjam uang dalam jumlah besar pada bank. Karena sudah jatuh tempo yang telah disepakati belum juga dibayar, maka sesuai perjanjian rumah beserta isinya dan semua aset milik Ayah Mbk, terpaksa kami sita. Dan mohon maaf, Mbak juga harus menyerahkan kunci mobil yang barusan anda gunakan, karena itu masuk dalam barang sitaan kami," jelasnya sambil menunjuk mobil Deandra yang terparkir di halaman rumah.
Aku terperanggah mendengar penjelasan polisi tadi. Ayah meminjam uang di bank? Dalam jumlah besar? Rasanya tidak mungkin! Selama ini kami tidak pernah mengalami kesulitan ekonomi. Setidaknya Ayah tidaj pernah mengatakan apapun mengenai keuangan keluarga kami. Semuanya terlihat baik-baik saja.
"Pak Budi, bisakah anda menjelaskan apa yang sedang terjadi sekarang?" tanyaku bingung. Aku benar benar tak mengerti dengan semua kejadian ini.
"Maaf Mbak Deandra, sebenarnya Bapak melarang saya memberitahukan masalah ini kepada Mbak, namun jika kondisinya seperti ini. Saya rasa Mbak Deandra perlu mengetahui," ucap Pak Budi berusaha tenang.
Aku menghela nafas gelisah, Ayah selalu begitu! Tidak menginginkan putrinya ikut dalam kesusahan sampai tidak menceritakan apapun. Semenjak Bunda meninggal, Ayah berusaha memberikan yang terbaik bagiku. Kasih sayang berlimpah dan kehidupan yang berkecukupan untukku.
"Pak Budi, tolong jangan rahasiakan apapun lagi. Katakan apa yang sebenarnya terjadi?" desakku.
"Perusahaan Ayah anda mengalami kemunduran karena tuan Santoso, kaki kanan Tuan menimbulkan masalah bagi perusahaan. Bahkan bisa dibilang perusahaan menjadi bangkrut. Ayah anda berusaha untuk tetap bertahan dengan meminjam uang dalam jumlah besar ke bank dan beberapa teman bisnisnya. Namun tetap tidak bisa menutup kerugian yang telah terjadi di perusahan. Akhirnya Tuan menyerah, menjual asetnya dan memberhentikan semua pegawai dengan pesangon karena sudah tidak mampu membayar mereka ke depannya. Termasuk saya juga. Sekarang semua aset sudah disita bank, dan saya rasa masih ada beberapa hutang Tuan di rekannya dalam jumlah besar yang mungkin belum terbayar," terang Pak Budi panjang lebar dengan perasaan sedih.
Aku terjatuh lunglai mendengar penjelasan Pak Budi. Aku berharap apa yang kudengar adalah salah.
Apa-apaan ini? Kami tiba-tiba jatuh miskin dengan setumpuk hutang? Ditambah Ayah mengalami kegelakaan dan harus segera di operasi. Mengapa semuanya bisa terjadi bersamaan begini? Aku harus mencari yang dari mana untuk biaya operasi Ayah?
"Mbak Deandra, apa anda baik-baik saja?" Pak Budi membantuku berdiri. Raut muka di wajahnya yang mulai menua terlihat khawatir.
"Saya tidak tahu harus berbuat apa, Pak." tangisku pecah. Pak Budi hanya menepuk bahu untuk menguatkanku.
"Ini, ada uang pesangon saya dari Tuan. Memang tidak banyak, tetapi semoga bisa membantu Mbak Deandra." Pak Budiman menyerahkan amplop kepada Deandra.
Aku menghela nafas panjang sambil melihat amplop itu. Pak Budi sudah mengabdi selama bertahun tahun sejak aku kecil. Pak Budipun juga bukan dari keluarga kaya, dalam usia yang tidak muda lagi ia harus membiayai semua kebutuhan keluarganya. Apalagi putrinya mengindap penyakit ginjal yang mengharuskan cuci darah setiap minggu. Terlebih, kondisi perusahaan sekarang, pastinya akan lebih susah. Aku sudah tak mungkin lagi menyusahkannya.
"Tidak pak, aku tahu Bapak lebih membutuhkan biaya untuk putri Bapak," Aku menggeleng dan mengembalikan amplop itu.
"Tapi nona, bagaimana dengan anda dan Tuan?" tanya pak Budi khawatir.
"Bapak tidak usah khawatir, saya masih mempunyai tabungan yang cukup untuk membiayai rumah sakit Ayah dan membeli rumah kecil dan untuk hidup." Aku tersenyum berusaha menenangkan. Tentunya aku bohong, semua ATMku sudah terblokir. Tapi aku tidak mau membuat Pak Budi lebih khawatir.
"Nona, Tuan, maaf. Rumah akan kami segel. Bisakah Nona dan Tuan meninggalkan rumah ini dan menyerahkan kunci mobil anda?" Tegur seorang laki-laki. Dengan lemas aku menyerahkan kunci jazz merah kesayanganku. Meskipun bukan mobil mewah, namun ini adalah mobil yang aku beli dengan jirih payahku sendiri.
"Baju-baju dan semua barang milik Mbak Deandra sudah dibereskan. Jika ada apa-apa Mbak, bisa ke rumah saya, saya mulai membuka toko roti. Saya harus pamit, jika ada yang nona butuhkan, nona bisa menghubungi saya" pak Budi berpamitan.
"Tentu pak, jaga diri bapak " Aku tersenyum manis sambil menatap kepergian pak budi yang tampak ragu untuk meninggalkanku.
Aku beranjak mengambil koper besar di kamar, aku menatap nanar setiap sudut ruangan di rumah sambil beranjak pergi. Tetes demi tetes air mataku jatuh, aku mengusapnya dengan kedua tanganku. Aku harus tegar, ayah membutuhkanku saat ini.
💞💞💞💞
Aku menangis sejadi jadinya di lobi rumah sakit, ayah terpaksa dipindahkan ke ruang biasa, dokter mengatakan selama biaya belum dilunasi, operasi ayah akan ditunda sampai aku melunasi biaya rumah sakit dan biaya operasi. Dan yang membuatku sedih, dokter bilang ayah bisa tak tertolong kalau operasi tidak segera dilaksanakan. Uangku sudah menipis, bahkan aku tak tahu harus tinggal dimana. Aku hanya duduk di lobi rumah sakit sambil membawa koper. Aku sudah tak tahu apa yang harus aku lakukan.
"Apa anda nona pricilia deandra ?" Sapa seorang pria paruh baya.
Aku segera menghapus tangisku dan menatap pria didepanku. "Iya, saya "
"Baiklah nona, tuan saya ingin bertemu dengan anda. Anda harus ikut dengan saya." Ucap pria itu. Aku hanya menurut mengikutinya sampai di sebuah restoran depan rumah sakit.
Kami berhenti di sebuah ruangan vip dimana seorang pria tua berwajah indo seumuran dengan ayahku duduk disana. Ia menoleh dan tersenyum ketika melihatku.
"Duduklah Deandra." Laki laki itu menyuruhku duduk dengan sopan di kursi di depannya.
"Maaf, saya tidak mengenal anda."Tanyaku bingung. Bagaimana bisa indo bule paruh baya ini mengetahui namaku. Namun ia tampak tak seperti orang jahat.
"Im william adam anderson. Call me adam. Aku adalah teman bisnis dari ayahmu." Ujarnya sambil meminum teh dengan sopan.
"Senang berkenalan dengan anda. Tuan adam. Apa yang ingin anda bicarakan denganku?" Tanyaku sopan.
"Sebelumnya aku ikut sedih mendengar kecelakaan ayahmu. Ketika aku membesuk dokter mengatakan ayahmu kritis. " tuan adam menatapku sedih.
"Terimakasih atas perhatian anda terhadap ayahku. "Aku menunduk sedih mengingat kondisi ayahku sekarang.
"Ada beberapa hal yang ingin kukatakan. Maaf bukannya aku lancang. Tapi...Sebenarnya ayahmu mempunyai hutang dalam jumlah besar kepadaku." Tuan adam mengeluarkan sebuah berkas dan menyerahkannya kepadaku dengan hati hati
Aku menerima surat itu dengan berat hati. Kubaca dengan detail berkali kali berkas yang diberikan tuan adam kepadaku yang ternyata adalah surat perjanjian. Aku terbelalak melihat angka yang tertera di surat ini. 10 M ?! Astaga ayah meminjam sebanyak ini? Apalagi dalam perjanjian ini ayah berjanji dalam 2 bulan akan mengebalikan 2x lipat. Ini sudah lewat artinya hutang ayah 20 M!! Ya tuhan...apalagi ini. Bagaimana ayah bisa berhutang sebanyak ini?! Bagaimana ia bisa membayaranya? Bahkan biaya makan dan sakitpun Aku tidak punya. Bukan cuma jutaan ini milyaran?! Uang yang bahkan ia tak pernah memegangnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Erika Darma Yunita
apa dean mo dinikahin ama adam.... gila 10 jadi 20 m...
2021-09-24
0
angradika
kebanyakan aku nya,,, coba disebut nama aja lebih enak baca nya
2021-07-04
0
Berdo'a saja
nasibmu deandra sabarrrrrrr
2021-06-21
0