" Baiklah kalau kamu ingin tau, Hanafi menderita kanker otak " ucap dokter.
Hamdan langsung terduduk lemas seperti tak percaya apa yang dikatakan dokter barusan. Berharap ini hanya mimpi bukan kenyataan.
" Apa maksudnya dok, " Hamdan sangat kalut kenyataan yang ia ketahui saat ini tentang Hanafi.
" Yah kakakmu sedang sakit, maafkan saya sebenarnya Hanafi tidak ingin semua keluarganya tau terlebih istrinya. Hanafi berkata kepada saya bahwa segera akan ia katakan masalah ini. Hanafi meminta saya untuk tidak mengatakan ke orang tuamu."
jelas dokter.
" Kenapa kak Hanafi harus menyimpan semuanya sendiri, dan semenjak kapan dok kak Hanafi sakit "
" Semenjak dua bulan ini penyakit itu baru saja ketahuan, kanker otak memang tak selalu langsung terdeteksi biasanya pasien tidak menyadari deritanya itu. "
Tanpa disadari Hamdan menitikkan air mata, sangat terpukul dengan kenyataan yang ada. Dan mengapa kakaknya tak mau mengatakan sebelumnya justru di tutupi. Hamdan mengingat saat ia menemui kakaknya masuk keruangan dokter ini, ternyata kakaknya sakit.
" Nak hamdan, ada yang lebih penting dari ini yang perlu nak Hamdan ketahui. Mungkin memang saatnya keluarga nya tahu, saya liat Hanafi belum mau memberitahukan. Kakakmu sudah stadium 4 dan harus menjalani kemoterapi secepatnya " dokter memberitahu Hamdan supaya lekas dilakukan pengobatan lebih lanjut.
" astaghfirullah..." Hamdan lebih syok lagi dengan kabar ini, iapun tanpa malu menangis di depan dokter.
" Bodohnya aku dok, kenapa aku tidak tau masalah sebesar ini. Kak Hanafi hanya menyimpannya sendiri, tak ingin berbagi kesedihan nya" Dokter mendekat mengusap punggung Hamdan.
" Kalian adalah kekuatan nya, dukung Hanafi. Tak ada yang tak mungkin jika Allah berkehendak, insyaAlloh Hanafi akan sembuh. segeralah lakukan kemoterapi hanya itu jalannya dan kemungkinan kita akan lakukan operasi " dokter pun menguatkan Hamdan.
" Baik dok terimakasih, jangan katakan dulu kepada orang tua kami dok. insyaAlloh saya yang akan beritahukan kabar ini, saya permisi." Hamdan keluar dengan perasaan yang sangat kacau. bingung bagaimana caranya mengatakan kepada orang tua nya selebih kak Aisha kakak iparnya.
Hamdan bergegas menuju kamar mandi untuk membasuh mukanya, ia tak ingin keluarganya tau saat ini.
***
Aisha yang masih berada diruang UGD untuk melihat suaminya yang terbaring lemah. Seperti tak percaya dengan situasi ini, tadi pagi mereka masih bersama. semalampun mereka habiskan malam pnajangnya.
" Mas Hanafi ini Aisha, lekas sehat mas lekas sadar " bisik Aisha dekat telinga Hanafi.
Sudah beberapa menit Aisha didalam, saatnya bergantian dengan orang tuanya.
Hamdan datang dan melihat satu persatu wajah dari keluarganya. Seperti tak tega mengatakan kenyataan ini, tapi bagaimanapun juga mereka harus tau agar pengobatan Hanafi segera dilakukan.
" Dari mana saja kamu Hamdan, " tanya abah yang melihat anaknya nampak lesu.
" Dari kamar mandi bah, cuci muka " jawab Hamdan tanpa melihat Abah, tak ingin Abah melihat matanya yang masih memerah.
***
Lima jam berlalu saatnya Hanafi sadar, didalam ada suster. Suster segera memanggil dokter, akhirnya dokter datang dan memberi kabar kepada keluarganya bahwa pasien sadar dan akan di pindah kamar rawat inap.
" Dok apa saya tidak bisa pulang" tanya Hanafi dengan suara yang masih lemah.
" Sebaiknya nak Hanafi rawat inap dulu supaya kondisi nak Hanafi stabil " ucap dokter yang masih memeriksa Hanafi.
" Dok jangan katakan apapun, Hanafi mohon "
dokter tersenyum.
" insyaAlloh nak, nak Hanafi harus kuat dan berjuang untuk kesembuhan nak Hanafi ya "
Hanafi mengangguk mendengar penjelasan dokter.
Para perawat mendorong tempat yang sekarang dipakai Hanafi menuju ruang rawat inap. Nampak Aisha , umma, Abah dan Hamdan menyusul mengikuti.
" Mas gimana sudah baikan, masih pusing kepalanya " Aisha mendekati Hanafi tanpa menampakkan wajah sedihnya, takut Hanafi makin kepikiran.
" Alhamdulillah mas baik dek, ngga kenapa cuma kelelahan saja. Mas maunya pulang tapi dokter melarang " Hanafi memegang tangan Aisha dan mengecupnya.
Tampak Hamdan yang tak tega melihat kakaknya. Ia yang biasanya paling heboh kini tak bersuara, menahan semua gejolak yang ada di dalam dada rasanya ingin berteriak saja.
" Cepat sehat sayang, jangan terlalu lelah. Umma dan Abah khawatir." umma yang mengelus kepala anak sulungnya. Dijawab Hanafi dengan anggukan saja.
" Sudah sore umma sama Abah istirahat dirumah saja, biar Hamdan yang jaga kak Hanafi. Kak Aisha istirahat dirumah juga Hamdan yang jaga kak Hanafi "
" Iya ma, bah sebaiknya pulang istirahat dirumah. Aisha sayang ikut Abah pulang ya " ucap Hanafi.
" Aisha disini saja mas, Aisha ngga akan tenang jika harus pulang dirumah " Hanafi pun akhirnya menyetujui istrinya di rumah sakit dengan di temani Hamdan adek satu-satunya Hanafi.
Hamdan tak ingin meninggalkan kakanya sedetik pun, karena saat ini hanya Hamdan lah yang mengetahui kondisi kakaknya yang sebenarnya.
Abah dan umma berpamitan untuk pulang, kondisi badan yang sudah menua mungkin benar kata anaknya sudah ada Hamdan dan Aisha disini. mereka akan datang lagi esok pagi.
" Lekas sehat sayang umma dan Abah pulang dulu" Hanafi mengangguk dan tersenyum, Aisha menyalami keduanya dengan takzim.
Hamdan mengantarkan Abah dan umma sampai depan parkiran sekalian Hamdan ingin mencari makan sore, perutnya yang sudah keroncongan daritadi siang. iapun tak lupa membungkus untuk kakak iparnya Aisha yang mungkin sejak tadi juga tidak makan karena menunggu kabar suaminya.
" Kak ais makan dulu, supaya kakak ngga sakit bisa jagain kak Hanafi. biar Hamdan yang jaga kak Hanafi" pinta Hamdan.
" iya sayang makan dulu, " ucap Hanafi. Aisha mengangguk dan mengambil makanan yang di bawa Hamdan.
Aisha duduk di sofa membuka makanan dan memakannya, meski tak selahap saat makan dirumah Aisha berusaha menghabiskan.
diruangan itu terdapat kursi sofa, mereka menempati ruangan kelas VIP jadi semuanya lengkap ruangannya pun luas.
Hamdan duduk di samping bangsal kakaknya dirawat, ia melihat kakaknya seksama. seperti tidak percaya dengan kabar tadi kalau kakaknya sakit, selama ini Hanafi baik-baik saja tak ada hal yang mencurigakan sama sekali. dan Hanafi bisa menutupi dengan sangat rapi.
" Kenapa dek, liatin kakak kayak gitu. Kakak mu lagi sakit, mbok ya di hibur gitu " Hamdan terkesiap.
Hanafi masih saja berusaha terlihat tegar di Depan Hamdan, padahal Hamdan sudah tau semuanya. Hamdan tersenyum kepada Hanafi, berusaha mencairkan suasana.
mereka berdua tertawa setelah apa yang Hamdan ceritakan, mengingat masa kecil mereka.
Nampak Aisha yang sudah menghabiskan makanannya, suara adzan Maghrib berkumandang. Hamdan bergegas keluar kamar rrawat inap, Hamdan menangis mengusap air mata setelah menutup pintu keluar kamar. Biasanya ia tak secengeng ini, tapi ini sangat menyayat hatinya yang tak tega melihat kakaknya. Hamdan langsung menuju mushola rumah sakit, sebelum ada yang melihat tangisannya.
Hanafi dan Aisha pun shalat didalam ruangan itu.
Like dan vote ya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Maulana ya_Rohman
masih nyimak thor
2022-10-04
1