Itulah kenapa Tommy sangat mengagumi Sascha. Disisi lain keluarga Billilah yang memang sangat menyukai Sascha bukan karena kagum mencari uang. Tetapi mereka sangat menyukai Sascha hanya uangnya saja. Namun Tuhan masih sayang kepada Sascha. Melalui Dewalah, Tuhan menunjukkan bagaimana perlakuan Billi dan keluarganya di depan mata secara langsung.
Tommy meminta para pengawalnya untuk mencari biang keladi pembakaran rumah Sascha. Setelah itu Tommy melihat jam di tangan yang masih menunjukkan jam lima pagi. Tommy harus segera meninggalkan lokasi tersebut. Sebelum melangkahkan kakinya Tommy melihat Risa sedang memandang rumah Sascha yang hangus.
Tak sengaja Tommy melihat Risa yang tersenyum kegirangan. Samar-samar Tommy mendengar kata umpatan Risa yang ditujukan kepada Sascha. "RASAIN LO! MAKANYA LU JANGAN DEKAT-DEKAT DENGAN BILLI! KARENA BILLI ADALAH MILIK GUE!"
Tommy mengerutkan keningnya menaruh curiga kepada Risa. Lalu Tommy membiarkannya dan menyelidiki lebih dalam lagi. Jika Risa terbukti melakukannya, kemungkinan besar Tommy memanggil pihak kepolisian.
Tommy masuk ke dalam mobil dan menghembuskan nafasnya. Tommy harus melakukan sesuatu dan menjebloskannya ke dalam penjara. Setelah itu Tommy pergi ke mansionnya. Sedangkan Sascha dan Dewa sudah mendarat dengan selamat. Mereka dijemput oleh para pengawal sang kakek untuk menuju hotel. Di dalam perjalanan menuju hotel Sascha melihat aktivas Senen pagi di kota Seoul. Sascha tersenyum sambil melihat keindahan kota Bandwidth dunia. Yang ternyata julukan itu disematkan ke kota Seoul. Lalu Sascha mengatakan secara tidak sadar hingga membuat Dewa cemburu.
"Ah... Aku ingin menikahi salah satu pria Korea Selatan," ucap Sascha.
Jederrrrrr.
Dewa terkesiap mendengar ucapan Sascha. Dewa menarik tangan Sascha dengan mata menyalang. Lalu Dewa berkata dengan suara meninggi, "Kamu bilang apa tadi?"
"Aku ingin menikah dengan salah satu artis Korea Selatan. Aku ingin menikahi Lee Min Ho," jawab Sascha secara blak-blakan.
"Apa-apaan kamu ini? Apakah aku tidak tampan? Apakah aku sangat jelek sekali di matamu. Tadi dalam pesawat kamu memujiku! Sekarang kamu ingin menikahi Lee Min Ho" kesal Dewa dengan suara meninggi.
"Kamu sangat tampan sekali. Lalu apa salahnya jika aku menikah dengan Lee Min Ho?" tanya Sascha.
Dewa sangat kesal terhadap Sascha. Kemudian Dewa menarik tangan Sascha dan mencium bibirnya dengan rakus. Dewa menggigit bibirnya Sascha hingga berdarah. Sascha yang mendapat serangan itu memukul dada Dewa. Namun Dewa membiarkannya dan sangat menikmati ciuman itu.
Ah... Rasanya Dewa sangat bernafsu ingin mendapatkan Sascha. Tapi tidak boleh kasar kali Wa. Sekali-sekali perlakukan calon istrimu dengan baik apa? Kenapa juga melalui kekerasan seperti ini.
Setelah berhasil mencium Sascha, Dewa melepaskan Sascha sambil tersenyum, "Bibirmu sudah tidak peraw*n lagi. Jadi jangan harap pria lain seperti Lee Min Ho bisa mendapatkan keperawan*n bibirmu itu."
"Aish... Ini orang sebal dech. Aku menjaga bibirku ini untuk dicium pas hari pernikahanku," decak Sascha.
"Ah... Enggak perlu kamu jaga itu bibir. Aku rasa kamu sudah memberikanku dengan suka rela," sahut Dewa yang tersenyum devil.
Sascha hanya berdecih kesal kepada Dewa. Bisa-bisanya Dewa mengatakan seperti itu. Ingin rasanya Sascha melemparkan Dewa ke lubang semut. Sek... Lubang semut. Apakah muat Dewa yang tingginya seperti tiang listrik mempunyai tubuh kekar dan memiliki roti sobek itu bisa masuk ke dalam lobang semut? Apakah itu enggak salah? Semua itu terserah Sascha. Sang penulis hanya bisa mengatakan bahwa itu kemauan Sascha. Setelah tragedi itu sang pengawal yang jengah melihat Dewa juga sama. Bisa-bisanya sang pengawal itu matanya langsung tercemar. Untung saja sang pengawal itu tidak mengerem mendadak.
Sesampainya di hotel mereka bertemu dengan asisten Aoyama. Pria tua itu memberikan satu kunci kamar hotel. Sascha mengerutkan keningnya sambil bertanya memakai bahasa Jepang, "Apakah kami mendapatkan satu kamar saja?"
"Itu benar Nona. Seluruh hotel ini penuh dengan para tamu," jawab Taro.
"Apa?" pekik Sascha. "Kalau begitu kami akan mencari hotel lain," ucap Sascha yang tidak mau menerima kunci itu.
"Maaf Nona. Di sini hotel satu ke hotel lainnya jaraknya cukup jauh," jawab Taro yang memandang wajah Dewa yang masam.
"Jam berapa rapat akan dimulai?" tanya Sascha.
"Besok pagi Nona," jawab Taro yang tidak memperpanjang jawabannya.
"Oh... Besok pagi... Ya udah aku terima saja kamar hotel itu," balas Sascha yang tersenyum manis.
Dewa segera menarik tangan Sascha untuk meninggalkan Taro. Dalam hati kecilnya Dewa bersorak kegirangan. Namun tidak bagi Sascha. Sascha ingin mencari hotel dan tidak ingin tidur bersama sang sahabat itu. Di sudut ruangan itu Aoyama, Tarra dan Devan tersenyum puas. Mereka berharap keduanya bisa menikah.
Sepanjang perjalanan menuju ke kamar Sascha memajukan mulutnya sepanjang sepuluh meter. Sascha sangat kesal terhadap Dewa dan Taro. Dewa yang melihat Sascha manyun hanya tertawa meledek. Hingga menambah amarah Sascha bertambah.
Sesampainya di kamar Sascha mengelus dada sambil berkata, "Sabar... Sabar!"
Dewa membuka kamar hotel itu dan menyuruhnya masuk ke dalam. Kemudian Dewa melihat kamar yang hanya satu ranjang. Dalam hati Dewa bertanya-tanya, ada apa ini? Apakah Kakek akan menjebakku?
Sascha juga tidak kalah terkejutnya. Bagaimana bisa Sascha tidur dengan Dewa dalam satu ranjang. Sascha menyadari kalau Dewa sekarang sudah menjadi pria dewasa. Lalu jika ada satu hal yang tidak diingkan apakah Dewa dan pihaknya akan bertanggung jawab? Ya pastinya Dewa bertanggung jawab. Terutama Dewa yang tidak capek-capek banget mengejar Sascha.
Sascha menaruh tasnya ke meja dan menghempaskan bokongnya di sofa. Sascha menghembuskan nafasnya sambil berkata, "Aku tidur di sofa nanti malam."
"Masih pagi sudah mikirin malam," sahut Dewa.
Beberapa saat kemudian Sascha mengambil benda pipihnya di tas dan menyalakan ponselnya itu. Dewa yang baru saja memegang ponselnya mendapat kiriman dari Tommy. Dewa tak paham apa yang dikirimkannya itu. Menurutnya hanya gambar rumah terbakar. Kemudian Dewa melihat pesan teks tersebut langsung terkejut.
"Sa," panggil Dewa.
"Ada apa?" tanya Sascha berdiri sambil mendekati Sascha.
"Rumahmu terbakar hebat," jawab Sascha yang menyodorkan ponselnya ke arah Sascha.
Sascha menerima ponsel Dewa dan melihatnya. Air matanya mulai menetes. Di sana banyak kenangan yang tersimpan. Terutama mendapatkan rumah itu tidak mudah. Tapi mau bagaimana lagi Sascha akan mengikhlaskan semuanya.
"Apakah kamu bersedih?" tanya Dewa.
"Nyesek. Aku bingung apa yang terjadi saat ini," jawab Sascha.
"Sepertinya rumah itu sengaja dibakar," ucap Dewa.
"Mungkin ada konsleting listrik," sahut Sascha.
Dewa mengerutkan keningnya sambil berkata, "Semuanya sudah aku matikan dan mengecek keadaan dapur. Jika konsleting listrik terjadi itu tidak mungkin. Aku yakin ini berhubungan dengan Billi."
"Bingung. Akhir-akhir ini aku mendapat nomor yang tidak dikenal dan ancaman yang berhubungan dengan Billi. Aku sama Billi tidak ada apa-apa," ucap Sascha.
Dewa terdiam dan tidak berani berbicara. Sebenarnya Dewa tahu siapa yang meneror Sascha? Orang itu ingin sekali melihat Sascha menderita. Bahkan sampai mati. Dewa menyuruh Tommy untuk menyelidiki lebih lanjut dan menjebloskan orang itu ke penjara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 479 Episodes
Comments