"Kak.. segera pakai bajumu! Kakak tahu kalau enggak pakai baju!" teriak Sascha yang tidak ingin melihat Dewa.
"Dasar kamu aneh. Biasanya kamu sering melihat aku bertelanjang dada seperti ini. Kenapa kamu menutup matamu? Memang kamu enggak lihat kalau tubuhku semakin kekar? Harusnya kamu bangga mempunyai kekasih seperti ini," celetuk Dewa dengan polos.
Sontak saja Sascha terkejut dengan pernyataan Dewa. Bisa-bisanya Dewa mengatakan seperti itu. Namun di dalam hati Sascha sangat mengagumi tubuh kekar Dewa. Sascha sudah memberikan stempel kepada sahabatnya yaitu perfect man.
Wanita mana yang tidak ingin berdekatan dengan pria yang memiliki tubuh seperti itu? Pasti wanita itu mau dan menawarkan dirinya secara cuma-cuma. Yang perlu diketahui Dewa memiliki tubuh yang sangat bagus sekali karena rajin berolahraga. Lalu kenapa Sascha tidak mau melihatnya? Bukannya tidak mau, Sascha sekarang sudah menjadi wanita dewasa. Secara otomatis Sascha akan merasakan sesuatu dari dalam dirinya.
Lalu Dewa mengambil susu di atas meja. Dewa membiarkan dirinya bertelanjang dada sambil berkata, "Nanti malam kita berangkat ke Seoul. Aku memakai pesawat komersil."
"Kalau begitu baiklah. Aku harus menyiapkan meeting," jawab Sascha.
"Sebentar! Aku ingin melihat wajahmu," pinta Dewa.
Akhirnya Sascha melihat Dewa dengan seksama. Lalu Dewa memperhatikan wajah Sascha yang benar-benar mirip dengan Gerre Atmojo. Dewa menghembuskan nafasnya sambil berkata, "Jika aku perhatikan kamu sangat mirip sekali dengan seorang pengusaha yang bernama Gerre Atmojo. Seorang pengusaha yang cukup terkenal dalam bidang makanan."
Sascha menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, "Ah... Tidak. Mungkin itu perasaan kamu. Kamu tahukan kalau manusia hidup di muka bumi ini ada yang mirip."
"Memang kamu benar. Tapi jika aku perhatikan secara seksama kamu sangat mirip sekali dengan Gerre Atmojo," ucap Dewa.
"Kamu itu jangan mengada-ada ah. Mana mungkin aku mirip seorang pengusaha terkenal," ujar Sascha. "Udah ah... Aku mau pamit pulang ke rumah. Aku ingin tidur."
"Aku antar dech," seru Dewa.
Sascha menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, "Tidak perlu. Aku pulang pake ojek online," jawab Sascha yang berdiri.
"Jangan lupa minum obatnya," pesan Dewa.
"Baik," balas Sascha yang pergi meninggalkan Dewa.
Melihat kepergian Sascha, Dewa hanya menghembuskan nafasnya. Akhir-akhir ini Dewa merasakan ada sesuatu yang beda dari sahabatnya itu. Karena wajahnya sangat mirip sekali dengan Gerre. Apakah Dewa perlu mencari informasi tersebut? Ketika Dewa meraih ponselnya, Tommy datang. Lalu Tommy menghempaskan bokongnya di kursi kosong.
"Ada apa, jam tiga pagi telepon?" tanya Tommy.
"Apakah kamu berpapasan dengan Sascha?" tanya Dewa balik.
"Ya. Aku memang berpapasan. Mau aku antar katanya enggak mau," jawab Tommy.
"Bukannya enggak mau. Sascha mau pulang ke rumahnya make ojek online," tambah Dewa. "Ada yang perlu aku bicarakan."
"Bicaralah," suruh Tommy.
"Berapa lama Santi adiknya Billi bekerja di D'Stars?" tanya Dewa yang serius.
"Semenjak Sascha masuk ke dalam perusahaan. Kalau enggak salah selang enam bulan. Tapi Sascha terlebih dahulu masuk," jawab Tommy yang bersandar di kursi.
"Berapa lama Sascha bekerja di D'STARS?" tanya Dewa.
"Kurang lebih lima tahunan."
"Sekitar itu. Lalu?" Dewa.
"Selama di perusahaan aku belum tahu. Tanya saja pada Bryan," saran Tommy.
"Apakah kamu sudah membuat surat pemecatan?"
"Belum sama sekali. Kamu enggak bilang Santi siapa? Aku enggak akan memecat nama Santi semuanya. Kamu tahu di perusahaan pusat nama Santi ada dua puluh orang," kesal Tommy.
"Benarkah itu?" tanya Dewa.
"Dasar somplak. Masa sang CEO enggak tahu nama karyawan dari A sampe Z. Tahunya Sascha Herdiansyah. Kapan kamu nikahin tuh Sascha?" tanya Tommy yang menantang Dewa.
"Gila aja lu. Gue nikah sama Sascha!" geram Dewa.
"Mumpung belum diambil orang," usul Tommy. "Eh... Adik lu cantik juga."
"Lu kenapa ngomong gitu? Sepertinya ada sesuatu?" tanya Dewa.
"Gue suka sama adik lu," jawab Tommy secara blak-blakan.
"Lu kenapa ngomong sama gue?" tanya Dewa yang bingung.
"Ya enggak kenapa-kenapa. Gue harap lu mau merestuinya," jawab Tommy dengan serius.
"Lha, lu ngomong aja kali sama si Dita. Ngapain juga lu ngomong ke gue?" kesal Dewa yang mulai berdiri meninggalkan Tommy.
Sebelum menjauh Tommy berteriak agar menyuruhnya balik ke kursinya, "Woy... Gue ke sini suruh ngapain?"
"Selidiki Santi Marlina adiknya Billi," jawab Dewa sambil menoleh," seru Dewa yang memutuskan untuk kembali ke kursi.
"Lalu?" tanya Tommy.
"Sebulan terakhir ini gue curiga sama Santi," jawab Dewa yang menghempaskan bokongnya di kursi. "Lu tahu akhir-akhir ini Santi selalu menyerang Sascha secara tidak langsung."
Tommy mengerutkan keningnya. Lalu menggelengkan kepalanya, "Kok gue enggak dengar sih?"
"Dia tidak akan berani melakukannya. Dia berani di luar perusahaan. Dia sering mempermalukan Sascha di muka umum," jawab Dewa.
Tommy menganggukkan kepalanya, "Beres."
Sesampainya di rumah minimalis, Sascha segera mengganti bajunya. Selesai mengganti baju Sascha duduk di meja rias sambil memandang wajahnya. Lalu Sascha bertanya dalam hati.
"Tidak seharusnya kisah cintaku seperti ini. Aku ingin kisah cintaku bisa dikenang sama anak cucuku. Kenapa aku selalu disakiti sama mereka? Apa salahku? Apa hanya materi mereka menyanjungku? Aku kecewa sama kalian. Kalian sudah menusuk jantungku hingga dalam. Untung saja pernikahan Minggu depan tidak dirayakan secara mewah. Melainkan sederhana sekali."
Sedih dan kecewa menjadi satu. Itulah yang dirasakan oleh Sascha. Ingin rasanya Sascha menangis lagi. Namun Sascha menahannya. Karena Sascha sudah berjanji pada Dewa agar tidak menangis.
Ketika ingin menyiapkan bahan meeting untuk hari Selasa, Sascha sangat mengantuk sekali. Akhirnya Sascha memutuskan tidur sebentar. Saat masuk ke dunia mimpi, Sascha berada di daerah yang belum dikenalnya. Lalu Sascha mendengarkan deburan ombak yang kencang. Tak sengaja Sascha melihat ada seorang perempuan yang membawa belati langsung mengejarnya. Lalu perempuan itu segera mendekatinya dan...
Jleb!
"Argh!" teriak Sascha sambil terbangun dari tidur.
Sascha merasakan tubuhnya berkeringat dingin. Entah kenapa akhir-akhir ini Sascha mendapatkan sebuah mimpi buruk. Entah berapa kali mimpi ini terjadi dan sering berulang. Akhirnya Sascha memutuskan untuk bangun dan menyiapkan bahan meeting.
Beberapa saat kemudian ada seorang perempuan yang mengetuk pintu. Dengan jalan terburu-buru Sascha merasakan lukanya semakin perih. Lalu Sascha memutuskan untuk berjalan pelan.
"Aish... Masih sakit," lirih Sascha sambil meringis.
"Siapa?" tanya Sascha.
"Aku Dita kak," jawab Dita nama perempuan itu.
Kemudian Sascha membuka pintunya sambil menyuruhnya masuk, "Masuklah."
Dita melangkahkan kakinya untuk menuju ke dalam. Lalu Dita duduk di sofa, "Udah lama enggak ke sini."
"Kamunya sibuk banget sama yang namanya syuting," ujar Sascha.
"Kejar tayang mbak. Demi mengumpulkan uang untuk membayar kuliah S2," jawab Dita.
"Ya... Enggak gitu kali. Kamu sudah ditawari sama Mas Dewa. Tapi kamu nolak," ujar Sascha.
"Pengen mandiri. Malu minta terus," ucap Dita.
"Kamu enggak syuting?" tanya Sascha yang masuk ke dalam dapur untuk membuatkan teh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 479 Episodes
Comments