Di dalam perjalanan menuju ke Bekasi, ponsel Sascha berdering. Sascha terkejut melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Kemudian Sascha mengangkat ponselnya itu, "Hallo bapak."
Sementara orang yang berada di seberang sana mengaku lega. Orang itu adalah bapaknya Sascha yang sangat khawatir. Lalu Pak Andika mengeluarkan suaranya, "Halo nak. Kamu berada di mana?"
"Aku lagi di perjalanan menuju ke Bekasi," jawab Sascha dengan senyum sumringah.
"Apakah kamu menyetir?" tanya Andika lagi.
"Aku tidak menyetir pak. Kak Dewa yang sedang menyetir. Aku habis dari Bandung untuk bertemu dengan Billi dan sekeluarga," jawab Sascha dengan lesu.
"Apa!" pekik Pak Andika yang terkejut.
"Iya. Aku ke sana," jawab Sascha.
"Apakah pernikahan kamu jadi dilaksanakan Minggu depan?"
"Aku tidak jadi menikah. Besok ke Seoul. Minggu depan ke Amsterdam. Aku banyak pekerjaan pak."
"Syukurlah kalau begitu. Bapak harap kamu tidak menikah dengan Billi."
"Aku sudah tahu kedok keluarganya. Aku harap ini jadi pelajaran buat aku yang terlalu buru-buru menikah."
"Kamu benar. Lebih baik kamu bekerja. Hingga kamu melupakan Billi dan keluarganya."
"Bapak benar. Ya udah dech pak. Salam buat ibu."
Sambungan terputus.
Air mata Sascha menetes lagi. Entah kenapa Sascha mengecewakan kedua orang tuanya. Sedangkan Dewa yang masih fokus pada kendaraannya langsung menghentikannya. Lalu Dewa melihat Sascha dengan seksama, "Kamu tidak mengecewakan mereka. Malah mereka bersyukur karena kamu lepas dari jerat Billi sekeluarga."
"Tapi kak," ucap Sascha.
"Enggak ada tapi-tapian," potong Dewa. "Bapak kamu sudah mengirim pesan Billi ke ponselku. Jika kamu ingin tahu ambilah ponselku."
"Aku sudah membacanya pas shubuh tadi. Hatiku teriris melihat pesan itu yang mengatakan keluargaku keluarga yang miskin," ucap Sascha dengan jujur.
"Kalau begitu mulai detik ini. Bangkitlah. Jangan menyerah. Buktikan kepada mereka kalau kamu bisa meraih semuanya dengan hasil jerih payah. Tanpa harus menipu semua orang!" perintah Dewa yang membakar semangat Sascha.
Tak lama ada mobil yang sengaja mendekati mobil Dewa. Sang pemilik keluar dari mobil dengan membawa pistol. Kemudian orang itu mendebrak mobil Dewa dengan kencang. Lalu orang itu berteriak memanggil Dewa, "Dewa! Dewa!"
Mata Sascha membulat sempurna. Ternyata orang itu adalah Billi. Dari dulu Billi memang ingin berencana melenyapkan Dewa. Karena Dewalah, Sascha tidak pernah memberikannya uang sama sekali. Saat ingin keluar dari mobil, Sascha mencegahnya. Karena Sascha tidak mau Dewa terluka. Kemudian Dewa meyakinkan bahwa dirinya tidak terjadi apa-apa. Namun Sascha tidak yakin akan keputusan Dewa.
"Aku enggak apa-apa, Sa. Kamu tenang saja enggak terjadi apa-apa sama aku. Kamu tahukan kalau aku pemegang sabuk hitam karate," ucap Dewa.
"Enggak usah kak. Biar aku saja menghadapinya," ujar Sascha. "Dia membawa senjata api."
"Aku tidak perduli itu. Aku bisa mengatasinya," sahut Dewa yang tersenyum manis.
Dewa bersikeras keluar untuk menghadapi Billi. Lalu mereka berdua beradu argumentasi. Billi menuduh Dewa yang mencicipi tubuh Sascha. Dan juga menyetop memberikan uang untuk keluarganya. Namun Dewa mengelak untuk menyetop memberikan sejumlah uang. Tetapi nyatanya Dewa yang menyuruhnya demi kebaikan Sascha.
Ketika Dewa mengeluarkan argumennya yang terakhir, Sascha keluar dari mobil untuk mendekati Dewa. Lalu Dewa mengeluarkan kata-kata yang menghina keluarga Billi pengangguran. Billi sangat marah kemudian menodongkan senjata api itu ke arah Dewa. Ketika Billi menarik pelatuk itu,
Dorrr!
Sascha tersungkur ke aspal. Sascha merasakan peluru itu menembus perutnya. Dewa yang melihat Sascha tertembak segera jongkok. Amarah Dewa keluar dengan sendirinya. Aura pembunuh pun menyelimutinya.
"Awas kamu! Aku akan menghancurkan usaha keluargamu!" ancam Dewa.
"Hahaha... Baguslah anak miskin itu mati. Aku terbebas darinya yang tidak memberikanku uang!" bentak Billi.
Dewa akhirnya mengangkat Sascha lalu bergegas meninggalkan Billi. Dewa tidak perduli lagi dengan Billi yang sudah menggila. Dewa mementingkan bagaimana Sascha bisa selamat. Hatinya terkoyak bagaikan di makan singa. Dewa tidak menyangka kalau Billi melakukan hal itu di luar nalarnya. Hanya karena uang, Billi bisa membunuh orang.
Sesampainya di rumah sakit, Sascha langsung dirawat. Dewa yang sedang menunggu di luar sangat cemas sekali. Tak lama ponselnya berdering. Dewa melihat panggilan dari nomor Amerika. Sebelum mengangkat panggilan itu, Dewa menghela nafasnya secara kasar. Mau tidak mau Dewa mengangkat ponselnya, "Hallo."
"Wa. Kamu berada di mana? Tumben kamu enggak menghubungi mama selama dua Minggu. Lalu bagaimana dengan Saschamu itu. Mama rindu akan Sascha," tanya Tara secara beruntun.
"Saschaku," lirih Dewa.
"Iya. Saschamu bagaimana kabarnya?" tanya Tara.
"Maaf ma. Sascha tertembak oleh Billi," jawab Dewa dengan wajah lesu.
"Apa!" pekik Tara.
"Iya ma. Billi ingin menghabisi nyawaku. Namun Sascha menghalanginya. Hingga perutnya tertembus peluru," jawab Dewa dengan lemas.
"Astaga," ucap Tara yang berlinang air mata.
"Doain ma. Supaya Sascha baik-baik saja," pinta Dewa.
Ketika dokter yang menangani Sascha keluar. Dewa segera memutuskan sambungan telepon itu. Kemudian Dewa mendekati dokter itu sambil bertanya, "Bagaimana dengan keadaan Sascha?"
"Nona Sascha baik-baik saja. Pelurunya juga tidak terlalu dalam masuk ke dalam perutnya. Jadi Nona Sascha sekarang membutuhkan banyak istirahat," jawab Dokter Hasan.
"Baik-baik saja bagaimana? Dia sangat kesakitan dok," protes Dewa.
"Tenanglah Tuan. Nona baik-baik saja. Sekarang Nona tertidur," tambah Dokter Hasan.
Kemudian Dokter Hasan pergi meninggalkan Dewa yang diam mematung. Dewa sangat kesal terhadap dokter itu. Namun apa daya Dewa tidak bisa melakukannya. Beberapa saat kemudian Sascha dipindahkan ke ruangan VVIP yang diminta oleh Dewa tadi. Wajah tampannya berubah menjadi pucat ketika melihat Sascha tidur.
Setelah dipindahkan Dewa mulai mendekati Sascha. Ada rasa sesak di dada Dewa. Dewa selalu menyalahkan dirinya berkali-kali. Kenapa tidak dirinya saja yang tertembak? Kenapa harus Sascha? Bulir-bulir air mata akhirnya keluar dari mata elangnya. Dewa memegang tangan Sascha sambil membangunkannya. Dewa tidak mau kalau sang sahabat pergi jauh.
Beberapa jam berlalu. Dewa malah tertidur di samping Sascha. Ketika membuka mata Sascha melihat ruangan rumah sakit. Sascha hanya menghela nafasnya dan merasakan perutnya nyeri. Setelah itu Sascha melihat Dewa yang tertidur pulas. Sascha memilih diam agar tidak membangunkan Dewa.
Hatinya berdenyut hebat ketika tadi Billi mengatakan dengan jujur. Lalu air mata Sascha mulai menetes dan mengepalkan tangannya. Sascha berjanji akan bangkit setelah ini. Sascha baru sadar selama ini keluarga Billi sering sekali menghinanya, mencemoohnya dan yang lebih parahnya lagi merendahkannya di tempat umum. Terutama Santi sang adik Billi yang tidak tahu berterima kasih.
"Sascha," panggil Dewa sambil membuka mata dan melihat Sascha.
"Apa?" balas Sascha.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Dewa.
"Aku tidak apa-apa. Bolehkah aku pulang ke rumah?" tanya Sascha sambil melihat Dewa.
"Kamu di sini saja. Besok pagi kamu pulang ke rumah," jawab Dewa.
"Aku tidak mau. Aku ingin menyiapkan bahan meeting. Katanya sore ini berangkat?" tanya Sascha Sascha yang cemberut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 479 Episodes
Comments
Mur Wati
menghina miskin tapi minta uang m yg di bilang miskin nglindur ya
2023-07-09
0