"Aku sudah selesai syuting maraton," jawab Dita. "Bolehkah aku bertanya sesuatu sama mbak?"
"Boleh, kenapa?" tanya Sascha yang sedang membawa teh hangat.
"Apa benar mbak Sascha sudah putus dari Billi?" tanya Dita.
Sascha menaruh teh itu di atas meja dan memutuskan duduk di samping Dita, "Kamu tahu darimana?"
"Kapan ya aku lupa? Aku melihat Billi bersama Risa jalan-jalan di mall. Sepertinya mereka membeli perlengkapan bayi," jawab Dita.
"Aku sudah enggak peduli lagi. Aku sudah capek sama Billi dan keluarganya," ucap Sascha dengan lesu.
"Saranku sih Mbak Sascha harus putus dari Billi dan lupakan dia. Fakta sebenarnya yang mbak belum tahu dari Billi. Aku harus membuka siapa itu Billi sebenarnya. Aku mendapat informasi ini dari teman kuliahku. Yang di mana teman kuliahku adalah tetangga kampungnya. Sebenarnya Billi sama keluarganya itu brengsek. Mereka sangat menginginkan kekayaan dari perempuan yang dipacarinya. Bahkan sampai hamil dan memiliki anak. Kalau enggak salah anaknya sampai empat ditambah lagi satu sama Risa jadi lima. Tapi Billi tidak pernah mengakuinya," ucap Dita yang menjelaskan semuanya tentang Billi.
Sascha sangat terkejut sekali mendengar apa yang dikatakan oleh Dita. Bahkan Sascha tidak percaya dengan informasi yang didengarnya. Lalu Dita mengambil ponselnya dan memperlihatkan foto-foto tentang Billi yang menelantarkan anak-anaknya. Sascha menghembuskan nafasnya sambil bertanya, "Bagaimana dengan keadaan mereka? Apakah mereka makan atau tidak?"
"Dari dulu aku sudah memberikan kode seperti itu. Tapi mbak Sascha enggak ngeh juga," jawab Dita.
"Gimana mau ngeh? Masmu itu menyuruh aku membantu mengerjakan tugas-tugasnya. Sering sekali masmu mengajak aku meeting," kesal Sascha sambil cemberut.
Tidak sengaja Dita melihat wajah Sascha yang cemberut itu. Kemudian Dita tertawa terbahak-bahak. Sangking kesalnya Sascha menoyor kepala Dita, "Kamu itu bukannya ngasih solusi malah tertawa."
"Augh," ringis Dita sambil memegang kepalanya.
"Aku kesel jadinya sama masmu itu. Bukannya kak Timothy ada? Ngapain juga kak Timothy tidak membantunya?" tanya Sascha.
"Mungkin lain kali. Kak Timothy itu orangnya terlalu serius dan enggak suka bercanda. Coba saja mbak sendiri dekat sama kak Timothy bawaannya pengen makan itu orang. Begitu juga dengan Mas Dewa. Mas Dewa sendiri tipenya serius. Namun pas serius mas Dewa pengen ada yang mengajaknya bercanda," jelas Dita.
"Apakah kamu ingin mengajak aku berjalan-jalan malam?" tanya Sascha.
"Ya. Aku ingin mengajak mbak ke pasar malam. Siapa tahu nanti bisa naik bianglala," jawab Dita.
"Maaf aku enggak bisa. Aku harus pergi ke Seoul bersama masmu," tolak Sascha yang sebenarnya ingin pergi kesana.
"Kalau begitu aku akan menyuruh mas Dewa membatalkan semua urusan malam ini. Kalau bisa mbak Sascha ikut dan temani aku lihat pasar malam," pinta Dita.
"Jangan. Kasian mas Dewa nanti. Sementara kita berangkat pake pesawat biasa," tolak Sascha lagi.
Akhirnya Dita menghubungi Dewa segera kesini. Sascha pun bingung dengan kelakuan Dita yang seenaknya membatalkan rencana Dewa.
"Dit, lain kali ya. Selasa besok meeting. Kami sampai lalu beristirahat sebentar. Setelah itu kami menyusun bahan meeting yang sudah diberikan oleh pusat," pinta Sascha.
"Kapan sih berangkatnya?" tanya Dita dengan wajah sendu.
"Paling jam sebelas malam kami akan terbang," jawab Sascha.
"Lebih baik batalkan saja," ujar Dita.
"Apa yang dibatalkan Dita?" seru Dewa yang berada di ambang pintu.
"Eh... Mas Dewa. Dita ingin mengajak Mbak Sascha pergi ke pasar malam ya?" tanya Dita.
"Apa?" pekik Dewa. "Kapan acaranya?"
"Jam tujuh malam," jawab Dita.
"Ya udahlah berangkat sana," ucap Dewa.
"Kok," potong Sascha.
"Paling-paling ya Dita mengajakmu makan baso," celetuk Dewa. "Apalagi yang dilakukan?"
"Ya naik biaglala, kora-kora, roller coaster dan masih banyak lagi," ucap Dita dengan jujur.
"Bisa enggak dibatalkan? Kamu tahu Selasa itu kami ada meeting tutup tahun. Di sana kita membahas masa depan perusahaan. Apakah kamu tidak mengerti sikap kakek Aoyama bagaimana? Para peserta meeting harus mempunyai wajah yang berseri. Itulah kenapa aku aku mengajak Sascha malam ini," jelas Dewa.
"Atau begini saja kita berangkat ke sana. Nanti jam sembilan aku cabut," usul Sascha.
"Sascha... Bagaimana dengan luka di perutmu itu?" tanya Dewa.
"Biarkan saja. Aku tidak memperdulikan lagi. Aku juga ingin memakan bakso," jawab Sascha.
Dewa hanya menghembuskan nafasnya karena melihat Sascha yang sangat keras kepala. Dewa sangat mengkhawatirkan luka Sascha yang belum kering. Dengan terpaksa Dewa membujuknya, "Sa... Kamu tahu lukamu itu belum kering?"
"Luka apa mas?" tanya Dita yang penasaran dengan luka Sascha.
"Kemarin Sascha ditembak oleh Billi. Mau tidak mau Sascha harus masuk rumah sakit," jawab Dewa.
"Apa?" pekik Dita.
"Yang dikatakan oleh Mas Dewa itu benar. Setiap kali buat berjalan perutku sakit. Tapi jika kamu mengajak ke pasar malam. Kemungkinan besar lukaku akan sembuh," jawab Sascha yang asal.
Dewa hanya menghela nafasnya. Bagaimana bisa sembuh kalau lukanya diajak jalan-jalan seperti itu? Sepertinya Dewa harus meminta Dita untuk membatalkan acaranya, "Dit, lebih baik kamu batalkan saja. Kasian Sascha yang masih sakit," pinta Dewa.
"Ok. Sebagai gantinya aku akan mengajak Mbak Sascha pergi ke Disneyland Hongkong," ujar Dita.
"Terserah apa maumu. Yang penting Sascha sembuh total," ujar Dewa dengen serius. "Ngapain kamu ke sini?"
"Aku ke sini rindu pada calon kakak iparku," jawab Dita. "Memangnya enggak boleh ya?"
"Calon kakak ipar?" tanya Sascha yang bingung.
"Hehehe... Mbak Sascha akan menikah dengan Mas Dewa," jawab Dita dengan jujur yang berhasil memojokkan Dewa.
Mata Sascha membulat sempurna. Kenapa Dita berani mengatakan itu di depan Dewa? Darimana Dita tahu kalau Sascha adalah calon kakak iparnya? Dewa yang tidak terima dengan perkataan Dita langsung memasang wajah yang menyalang. Jujur saja Dewa ingin sekali memarahi Dita.
"Maaf mas Dewa. Aku tidak sengaja membuka buku dairymu. Ternyata oh... Ternyata mas Dewa suka sama Mbak Sascha pas waktu pertama kali mengenal. Upz... Keceplosan. Ya sudah dech aku pulang sekarang. Ketimbang aku terkena sepatu mahalnya Mas Dewa melayang di rambutku yang baru keluar dari salon," ujar Dita yang akhirnya melihat Dewa yang siap-siap melemparkan sepatu itu ke arahnya.
Kemudian Dita pergi meninggalkan mereka berdua. Sedangkan Dewa tetap saja melemparkan sepatu itu ke arah Dita. Namun Dita bisa mengelak dari lemparan sepatu itu dengan cara berlari cepat. Sehingga sepatu itu keluar.
Sedangkan Sascha tersenyum konyol melihat mereka berantem. Entah kenapa dirinya terhibur ketika melihat pertengkaran yang kocak antara Dewa dan adiknya itu. Jujur saja Sascha sangat ingin seperti ini bersama sang adik. Akan tetapi niatnya diurungkan karena hubungannya sama sang adik tidak baik. Bahkan adiknya sendiri sering berbicara sangat ketus sekali.
"Aku minta maaf atas omongannya Dita. Dita kalau ngomong tidak pernah disaring," ucap Dewa yang sangat malu sekali.
"Tidak masalah. Aku tahu Dita bagaimana? Aku sangat menyukai Dita ketika berbicara secara blak-blakan.
"Kamu benar. Lalu apakah kamu sudah makan?" tanya Dewa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 479 Episodes
Comments