Pupus sebelum berkembang

Di tengah hutan terdapat sebuah bangunan besar berbentuk persegi berwarna putih. Bangunan yang tampak begitu bersih dari luar itu, menyimpan sesuatu yang sangat mengerikan di dalamnya.

Jerit seorang pria memekik keras terdengar sampai ke luar, laki-laki itu meneriaki kaki yang baru saja di tarik paksa hingga lepas dari tubuhnya. Tawa beberapa orang mengema di ruangan itu, tubuh yang penuh luka cambuk itu diikat di sebuah tiang dekat kedua tangannya direntangkan.

"Bedebah kau! kau Iblis!" Pria itu meludahi lantai, ia menatap bengis pada Pria yang duduk tak jauh dihadapannya.

Darah sudah mengalir dari tangan dan kaki pria itu, satu persatu kukunya telah terlepas dari tempatnya. Telinga sudah tak lagi utuh.

Pria yang memakai jas lengkap berwarna putih, dengan topeng warna senada yang menutupi wajahnya. Tak seorangpun tahu bagaimana rupa dibalik topeng itu, identitasnya tersembunyi dengan sempurna. Namun, tidak dengan kebengisannya, dia adalah orang yang paling berkuasa saat ini. A begitulah dia di panggil, pimpinan White Clown, sebuah organisasi yang bisa membuat orang gemetar hanya dengan menyebut nama itu.

Mereka menguasai sebagian besar pasar gelap, perdagangan senjata ilegal internasional, pengelolaan perjudian dan tempat- tempat hiburan malam, dan tentu membantu beberapa orang untuk memuluskan jalan mereka. Namun, tidak mudah untuk mendapatkan bantuan White Clown, mereka punya kriteria khusus untuk pelanggan dan tidak semua orang beruntung untuk bisa bertamu anggota mereka.

Anggota mereka adalah orang - orang terlatih yang mempunyai keahlian bela diri dan teknologi tingkat tinggi. Mereka sangat loyal pada organisasi, kejujuran dan kesetiaan saat dijunjung tinggi oleh mereka. Mereka tidak mentolerir sedikitpun

penghianatan.

"Hem ... masih bisa bicara, jika kau masih ingin bernafas katakan siapa yang mengirimu?" tanya A dengan tenang, ia menopangkan dagunya dengan satu tangan.

"Hahaha ... kau tidak akan mendapatkan informasi apapun dariku!" jawab laki-laki itu.

"A, aku menemukan ini di tubuh pria ini." Rey menyerahkan sebuah gelang hitam dengan kepala naga.

Pria yang tertangkap memata-matai markas White Clown itu tampak menyeringai lebar, memamerkan giginya yang tampak kontras dengan mulutnya yang penuh darah, ia menatap A dengan penuh kemenangan.

A memainkan gelang itu di tangannya. Sebuah senyum tipis tersungging dibalik topengnya.

"Anjing, ini tidak akan memberikan jawaban apapun."

"Rey, bawa dia pada Long, pastikan orang ini tetap sadar saat kau memotong bagian tubuhnya. Biarkan Dia melihat bagaimana Long menelan dirinya."

"Baik." Rey membungkuk hormat.

Rey kemudian memerintahkan anak buahnya untuk membawa pria itu ke kandang Long, seekor ular piton Albino peliharaan A.

"Lepaskan Aku, kalian gila. Badut gila! Kalian menyesal melakukan ini padaku!" pekik Pria itu sambil terus meronta, berusaha lepas dari cengkeraman anak buah Rey.

"A, apa kau yakin dengan ini?" tanya Rey.

"Tidak sama sekali, ada yang ingin bermain dengan kita. Aku hanya menemani bermain," jawab A.

"Apa kau tidak curiga sama sekali, Bagaimana kalau orang itu benar-benar mata-mata Marquis Kang? aku sangat tahu dia menginginkan daerah kita di selatan."

"Ini bukan gayanya, dia tidak akan melakukan hal sepicik ini. Sudahlah, ada hal penting yang harus aku lakukan, pasti barang dari Kyoto tiba dengan aman malam ini," ujar A seraya bangkit dari duduknya.

"Tentu A, kau bisa mengandalkan ku."

A berjalan keluar markas dengan semua anak buah yang menunduk hormat, sepanjang langkahnya. Mereka sangat menghormati A, bagi mereka A bukan sekedar pemimpin tapi juga penyelamatan hidup mereka. Semua anak buah White Clown yang ada di markas putih ini adalah orang-orang terpilih saja. Mereka adalah orang yang mengikuti A sejak pertama kali White Clown dipimpin oleh A.

.

.

.

.

Aric mengendarai sepeda dengan kecepatan tinggi, ia sudah tidak sabar untuk menjemput sang istri. Membawa wanita cantik itu berserta putra kecil mereka untuk pulang ke rumahnya.

Sementara itu di rumah Lily.

Juminten sedang asik bermain dengan Adam, wanita berkulit sawo matang itu, memang selalu suka dengan anak kecil. Sebelum ini ia sering bermain ke rumah Lily untuk bertemu dengan Adam. Sementara Keduanya bermain di ruang TV, Lily menemani Bagas di ruang tamu.

"Pak Bagas sakit?" Tanya Lily cemas, ia melihat kening Bagas terus berkeringat. Apalagi wajah pria itu juga terlihat sedikit pucat.

"Ah ... Nggak kok," kilah Bagas, menutupi kegugupannya.

Setengah mati Bagas berusaha untuk menyembunyikan kegugupannya. Ia sudah menyiapkan diri untuk hari ini, tetapi ia tetap saja merasa gugup.

"Tuh ... Pak Bagas keringat, pasti masuk angin. Saya bikinin wedang jahe ya Pak."

"Nggak Li, aku hanya mau ngomong sesuatu sama kamu."

"Ngomong apa Pak?" tanya Lily terheran.

"Sebenarnya aku ...."

"Istriku, aku pulang!"

Lily dan Bagas seketika menoleh ke arah pintu, seorang laki-laki tampan memakai kemeja dengan dasi warna merah yang masih menggantung di lehernya, sementara jas yang ia pakai ia letakkan di atas lengan.

"Hem ... ada tamu rupanya." Aric melangkah kearah Lily, ia duduk di samping istrinya. Memeluk wanita itu dengan posesif.

Bagas melihat tingkah Aric dengan tatapan tidak suka, sementara Aric dengan senyum penuh kemenangan malah mendapatkan sebuah ciuman di kening istrinya.

"Apa sih, malu tau!" sentak Lily.

"Tapi aku kangen," rengek Aric manja.

Lily memutar bola matanya jengah, Aric sungguh pria termesum yang pernah ia kenal.

"Lily, siapa dia? bukankah kamu janda?" tanya Bagas penuh penekanan.

"Emh ... dia suami saya Pak, kami menikah lagi tadi pagi," kilah Lily.

Mendengar pengakuan Lily, Aric semakin membusungkan dada bangga. Ia sangat puas melihat wajah kecewa, yang tercetak jelas di wajah pria yang duduk dihadapannya.

"Kenapa kamu mau kembali menikah dengannya, bukankah laki-laki ini mencampakkan mu dan Adam saat masih didalam kandungan!"

"Sepertinya Tuan ini sangat paham dengan kondisi rumah tangga kami, tetapi sayangnya tidak!" tegas Aric.

"Aric, jangan seperti itu. Dia atasanku," ucap Lily mencoba menenangkan suaminya itu.

Sebenarnya ia tidak begitu perduli dengan Aric, tetapi ia merasa tidak enak dengan Bagas.

"O ... dia atasanmu. Bagus, sangat bagus. Kalau begitu kau tidak perlu repot-repot untuk pergi ke tempat kerjamu untuk menyerahkan surat pengunduran diri sayang," ucap Aric tenang.

"Apa pengunduran diri?" tanya Bagas membeo.

"Jangan seenaknya, aku belum setuju untuk berhenti bekerja," potong Lily cepat.

"Kau tidak harus berkerja, aku akan memenuhi semua kebutuhan kau dan Adam," ucap Aric lembut sambil merapikan rambut Lily.

Lily hanya diam, ia seolah tersihir saat kedua mata mereka beradu. Tatapan Aric begitu hangat dan lembut.

Melihat kemesraan mereka, membuat Bagas muak. Ia meremas kuat cincin yang ada disaku celananya. Semua hancur, ia sudah kalah sebelum melangkah. Laki-laki itu lebih cepat dari dirinya.

Terpopuler

Comments

Torabika Torabika

Torabika Torabika

bukan jodoh aja sih, cari yg lain aja kan bnyk di luaran sana gas ..ok gas tinggal gas..

2024-05-20

0

Sahidah Sari

Sahidah Sari

sabar ya pak Bagas mngkn emng Lily bukan jodoh bapak ,,dia skrng sdh menemukan kembali ayah dr anaknya

2024-04-23

0

Sahidah Sari

Sahidah Sari

inisial A! siapa ya dia ? apa mngkn itu Aric tp masa sih

2024-04-23

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!