Semilir angin menusuk di pagi hari, Aric masih meringkuk di sofa. Tadi malam ia tidak begitu bisa tidur selain tidak nyaman, segerombolan nyamuk terus saja mengganggunya.
Berbeda dengan Aric, Lily sudah berkutat dengan pakaian kotor yang bertumpuk selama ia menemani Adam di rumah sakit. Sebagai ibu rumah tangga, ia terbiasa bangun pagi meskipun tidak kerja.
Setelah selesai, Lily menjemur pakaian di halaman samping rumah yang tak begitu luas. Dua tali tambang yang ia bentangan, sebagai tempat jemur baju. Lily kembali masuk setelah selesai, ia harus membantu Adam membersihkan tubuhnya.
Derap langkah Lily terhenti di depan pintu kamar Adam, agak ragu untuk membukanya karena Hakim masih di sana.
"Hais ... merepotkan," gumam Lily.
Ia pun akhirnya membuka pintu kamar perlahan, ternyata Hakim sudah tidak ada di sana, entah kemana pria itu pergi. Namun, Lily tak ambil pusing. Ia melangkah mendekati Adam, mengusap lembut rambut hitam laki-laki kecilnya itu.
"Adam, bangun Nak. Waktunya mandi," ucap Lily dengan lembut.
Tubuh kecil Adam mengeliat pelan, perlahan kedua matanya mulai megerjap dan terbuka.
"Adam mandi sendiri ya Bun," pintanya dengan suara serak.
"Lho, kaki Adam kan masih sakit. Bunda bantuin lap badan aja ya."
Adam menggelengkan kepalanya, tubuhnya sudah terasa amat lengkap karena sudah berhari-hari tidak mandi dengan guyuran air, ia hanya di lap badannya saat berada di rumah sakit.
"Adam mau Bun, Gelah."
"Tapi-
"Biar aku yang memandikannya," suara bariton terdengar dari belakang Lily.
Seketika Lily menoleh, Aric berdiri di ambang pintu depan. Ternyata pria itu sudah bangun dari tidurnya, meskipun masih tampak berantakan karena karena belum mandi. Namun, ia malah terlihat tampan dengan lengan kemejanya yang di gulung sampai ke siku.
"Iya, Adam mau mandi sama Ayah," ujar Adan dengan senyum lebar, anak itu tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya.
Lily beralih menatap wajah putranya. Senyum Adam begitu bahagia, sepertinya Adam sangat menyukai Aric. Ada rasa bersalah yang terbersit di hati Lily, selama ini ia tidak bisa memberikan keluarga yang utuh untuk Adam.
"Baiklah, kau mandikan Adam dengan baik. Jangan sampai lukanya terkena air," ucap Lily ketus.
"Jangan khawatir aku akan memandikan dia dengan baik." Aric melangkah mendekat, kemudian ia mengangkat tubuh mungil Adam.
"Yeah mandi sama Ayah!" sorak Adam.
Lily tersenyum, mungkin ia harus mempertimbangkan tawaran Aric untuk menikah, rasanya tidak buruk membayangkan Adam tersenyum setiap hari. Kebahagiaan Adam adalah yang paling penting dalam kehidupan Lily.
Aric membawa Adam ke belakang, dengan Lily yang mengekor di belakangnya.
"Aku sudah menyiapkan air hangat, kamar mandinya tidak terlalu besar jadi hati-hati," tutur Lily. Ia khawatir dengan Aric, bagaimana pria itu bisa memandikan putranya.
Aric menghentikan langkahnya, kemudian mendudukkan adan di sebuah kursi yang ada di dapur. Ya, kamar mandi di kontrak Lily berada di samping dapur, dengan ukuran 1,5 meter persegi.
"Tenanglah aku tahu yang aku lakukan, apa kau tidak punya perkejaan lain selain mengawasi ku?"
"Baik-baik, aku percaya kau bisa. Aku akan membersihkan kamar Adam kalau begitu." Lily kemudian berlalu meninggalkan kedua pria beda usia itu dengan terpaksa.
Lily bergegas membereskan kamar putranya dan juga ruang tamu. Merapikan selimut yang semalam dipakai oleh Aric. Setelah selesai ia pun kembali ke belakang untuk melihat Aric.
"Bagaimana apa sudah selesai?" Tanya Lily.
Adam hanya menyengir kuda menjawab pertanyaan bundanya. Adam sudah dibungkus handuk dalam gendongan Aric. Sementara Aric basah kuyup, sekujur tubuhnya basah hingga tercetak jelas lekuk otot di tubuhnya.
Lily segera memalingkan wajahnya, pipinya bersemu merah melihat tubuh Aric yang begitu sempurna.
"Kenapa kau bisa basah kuyup seperti itu?" tanya Lily tanpa melihat Aric.
"Aku memandikan Adam dengan air, tentu saja basah."
Lily di buat kicep dengan jawaban yang Aric lontarkan. Hah, sekarang Lily terlihat seperti orang bodoh bertanya seperti itu.
"Sudah, jangan bawel. Cepat bawa Adam ke kamar," titahnya Lily, wanita itu pun mengayunkan langkah mendahului Aric.
Aric tersenyum, melihat wajah Lily yang memerah. Rasanya ingin dia mencubit pipi wanita itu dengan gemas, tapi sekarang belum saatnya. Aric harus sedikit bersabar untuk itu. Diam-diam Adam memperhatikan gerak-gerik Ayah biologisnya itu.
Sesampainya di kamar Aric mendudukkan Adam di tepi ranjang.
"Adam bisa pake baju sendili Bunda, Adam udah gede!" tegas Adam saat Lily hendak memakaikan baju pada putranya.
"Iya Bunda tahu, tapi Adam kan sedang sakit."
"Yang sakit kaki Adam bukan tangan, Adam bisa pake baju sendili!" tegas Adam lagi.
"Iya udah deh, kalau begitu Bunda kebelakang dulu siapin sarapan," ujar Lily, dia akhirnya mengalah dengan Adam. Anak itu memang sedikit keras kepala, entah menurun dari siapa sikapnya itu.
Lily bangkit dari duduknya, ia mengerutkan keningnya saat mendapati Aric berdiri sambil menyandarkan tubuhnya di pintu. Ternyata sejak tadi pria itu memperhatikannya.
"Kenapa Anda masih di sini?" tanya Lily dengan nada tidak suka. Ia melewati Aric begitu saja.
"Lalu aku harus kemana?" tanya Aric balik, ia mengikuti langkah Lily ke dapur.
"Ke planet mars!" jawab Lily asal. Jawaban yang terdengar lucu bagi Aric, ia tahu Lily masih kesal padanya.
"Aku akan pergi dengan senang hati bersamamu," goda Aric. Lily menoleh memberikan tatapan tajam pada Aric. Pria itu ternyata sangat ahli dalam mengombal, Lily harus lebih berhati-hati padanya.
"Ini masih pagi Tuan Aric, jangan bicara aneh-aneh. Cepat mandi dan ganti bajumu, aku tidak ingin ada orang asing sakit di rumahku," ketus Lily.
"Aku bukan orang asing, aku suamimu, Istriku."
Lily mengentikan langkah, ia berbalik dan menatap tidak suka pada Aric.
"Kau bukan suamiku, meskipun kau Ayah biologi putraku. Tapi kau bukan suamiku, dan berhenti memanggilku istrimu."
"Memang bukan, tapi segera kau akan menjadi Istriku." Aric melangkah mendekat, sementara Lily berjalan mundur.
"Jangan gila."
"Aku tidak gila, bukankah kemarin malam aku sudah melamarmu dengan sangat jelas. Kau menjadi Istriku dan kita merawat Adam bersama sampai ia dewasa, atau kau ingin berpisah dengan Adam?"
Deg.
Lily menelan ludahnya, tubuhnya sekarang terhimpit antara tembok dan Aric. Sorot mata laki-laki begitu dalam dan tajam menatapnya, Lily dapat merasakan kalau Aric tidak main-main dengan apa yang ia ucapkan. Wajahnya tampak begitu tegas dan dingin, membuat Lily merasa takut.
"Pikiran itu baik-baik," bisik Aric pelan tetapi penuh penekanan. Wajahnya begitu dekat hingga Lily dapat merasakan hembusan nafas hangatnya.
Aric menarik dirinya menjauh, memberikan ruang bagi Lily untuk bernafas.
"Baiklah karena Istriku menyuruhku mandi, aku akan segera mandi," ucap Aric riang, raut wajahnya sudah berubah lebih bersahabat.
"Kau tidak usah memasak sarapan, Hakim sedang pergi membelikannya, pikirkan saja ucapaku dengan baik!" tegas Aric dengan nada tegas sebelum ia berlalu.
Setelah Aric masuk ke kamar mandi. Lily merosot, terduduk di lantai. Siapa sebenarnya laki-laki itu, dia bisa terlihat begitu menakutkan. Apa yang harus Lily lakukan sekarang? haruskah ia menikah dengan orang yang telah menghancurkan hidupnya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Truely Jm Manoppo
buka hati lah Lily
2024-08-20
2
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝑨𝒓𝒊𝒄 𝒋𝒏𝒈𝒏 𝒃𝒊𝒌𝒊𝒏 𝒍𝒊𝒍𝒚 𝒕𝒂𝒌𝒖𝒕 𝒅𝒐𝒏𝒌
2024-07-25
3
Torabika Torabika
mau mikirin apalagi coba ly? aric dh berusaha bertanggungjawab atas apa yg terjadi dlu. kasih kesempatan dia, drpd hrs pisah sm Adam
2024-05-06
0