Menginap

sampingnya, berani sekali dia menyentuh pinggang Lily. Aric begitu tenang, ia merundukkan kepalanya agar bisa sejajar dengan telinga Lily.

"Berkerja samalah denganku, jika kau tidak ingin warga di sini menuduhmu yang bukan-bukan," bisik Aric.

Lily menatap semua warga yang ada di terasnya. Mereka semua menatap Lily dengan penuh tanya, Lily mengangguk setelah mengambil nafas dalam. Sudut bibir Aric terangkat, ia semakin mempererat

tangannya yang ada di pinggang Lily.

Semua warga yang berkumpul di sana tampak terkejut, begitu juga Pak RT.

"Bukannya Mbak Lily ini janda ya?" tanya Bu Siwin, ia masih belum bisa percaya dengan apa yang diucapkan Aric.

"Ada sedikit kesalahan pahaman, antara saya dan istri saya. Waktu itu saya tidak bisa pulang karena perkerjaan saya, dan akhirnya membuat Lily semakin marah dan pergi dari rumah, setelah sekian lama akhirnya saya bisa menemukan istri saya kembali. Dia masih sangat marah, tadi saya berusaha untuk membujuknya. Maaf jika itu menganggu Ketenangan di sini," ujar Aric panjang lebar, wajahnya begitu sendu dan penuh penyesalan.

'Benar-benar akting yang bagus. Dia pasti sudah sering melakukan ini,' cibir Lily dalam hatinya.

Sementara kedua orang tuanya sibuk berakting di depan warga dan pengurus desa. Di dalam kamar, Adan sedang mewawancarai Hakim, membuat pria itu kewalahan.

"Apa olang itu benar ayahku?"

"Benar Tuan muda, beliau memang ayah biologis Anda," jawab Hakim.

Sejak hari ini, Hakim memanggil Adam sebagai Tuan muda. Setelah hasil tes DNA menyatakan bahwa, pria kecil itu adalah anak dari Tuannya.

"Kenapa Paman nggak celita pas di lumah sakit?"

"Kami, masih menunggu hasil tes DNA, dan saat itu Tuan Aric juga berada di Jakarta."

Adam manggut-manggut mengerti.

"Paman siapa sebenalnya Ayahku itu? Apa dia orang yang kuat?" tanya Adam dengan serius. Meskipun dia masih belum genap empat tahun, tetapi sorot matanya mampu mengintimidasi orang lain.

"Tentu, Tuan Aric orang yang kuat baik dalam hal bisnis ataupun yang lainnya," jawab Hakim.

"Begitu ya."

"Baiklah, aku akan menelimanya sebagai Ayah dan membelinya masa percobaan selama 3 bulan!" tegas Adam.

Hakim mengerutkan keningnya, ia sungguh tidak habis pikir dengan pemikiran anak berusia hampir empat tahun. Sungguh di luar nalar, bagaimana dia berpikir untuk memberi ayah kandungnya sendiri masa percobaan. Bahasanya masih cadel, tetapi dia sudah bisa berpikir sejauh itu.

"Kenapa? Paman helan ya sama aku? Jangan helan Paman, aku memang mau seolang Ayah. Tapi Ayahku, juga halus bisa melindungi Bunda, Bunda sudah melawatku dengan susah payah. Jika Ayah tidak bisa membahagiakan Bunda, aku cali Ayah lain aja. Bunda juga sangat cantik, pasti banyak olang yang mau."

"Astaga Tuan Muda, Anda masih kecil. Tapi pemikiran Anda sangat melampaui umur Anda," puji Hakim, tidak salah jika Adam seperti itu. Darah Aric mengalir di tubuhnya, bisa di pastikan Anak kecil itu menuruni gen Ayahnya. Jenius.

"Hehehe ... Aku cuma mau Ayah yang Baik sama Bunda," jawabnya polos.

Hakim hanya bisa menelan salivanya, kelak Tuan Muda ini pasti lebih tidak mudah untuk dihadapi. Dengan santai, Adam mengambil salah satu paper bag yang di bawa Hakim, ia mengeluarkan mainan yang ada di dalamnya.

"Paman, lain kali jangan beliin aku ini ya. Ini buat anak kecil," celetuk Adam.

"Baik, Tuan muda. Lalu apa yang Tuan Muda suka, kelak saya akan membelikannya," jawab Hakim.

"Tidak usah lepot Paman, aku sudah punya Ayah jadi aku akan minta sendari pada Ayahku," ujar Adam sambil memamerkan jajaran giginya.

Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, meskipun alot akhirnya Aric berhasil meyakinkan Pak RT dan tetangga Lily, kalau dia adalah suami Lily.

"Akting yang bagus sekali, Tuan Aric. Sepertinya Anda sudah sering melakukannya," sindir Lily, setelah menutup pintu.

Aric meletakkan kedua tangannya di pintu, memerangkap tubuh Lily dengan tubuhnya.

"Terima kasih atas pujian Anda, Nyonya Mahadev," bisik Aric dari belakang telinga Lily.

Aroma parfum menguar kuat, dari tubuh kekar pria itu. Lily membalikkan badannya, kini ia bersitatap dengan pria itu, dengan jarak yang begitu dekat. Tak sedikitpun rasa takut tersirat dari wajah Lily, ekspresinya justru terlihat marah dan kesal.

"Jaga ucapanmu!"

"Ucapan? Apa aku salah, bukankah kau Istriku, jadi tidak salah aku memanggilmu dengan nama belakangku."

Sebuah kecupan singkat mendarat di bibir Lily, sebuah sentuhan lembut yang sukses membuat tubuh Lily menegang sesaat.

Plak

Sebuah tamparan mendarat di pipi Aric, balasan atas ciumannya yang tiba-tiba. Bukannya marah, Aric malah tersenyum sambil memegangi pipi.

"Jangan berani menyentuhku!" bentak Lily dengan nyalang.

Ia sungguh kesal, apa maksudnya Aric melakukan hal tidak senonoh kepadanya. Atau jangan-jangan laki-laki itu memang terbiasa memperlakukan wanita seenaknya, tidak Lily tidak akan pernah mau untuk di injak-injak oleh pria ini. Sekalian Aric adalah ayah biologis Adam, tetapi bagi Lily dia hanya seorang pria brengsek.

"Ssst ... jangan galak-galak, nanti kalau tetanggamu datang lagi. Aku tidak tahu apa aku bisa mengatasinya, atau kau mau kita di arak, ah ... sepertinya itu menarik juga."

"Dasar Gila, Laki-laki Stress. Minggir sana, aku mau melihat Adam." Lily mendorong tubuh Aric. Namun, tubuh besar itu tidak bergeming sama sekali.

"Aku bilang minggir!" ulang Lily.

"Cium dulu." Aric mendekatkan pipinya.

Lily memelototkan mata tajam, menatap tak suka pada Aric.

"Jangan samakan Aku dengan wanita-wanita yang menjadi mainanmu! Aku tidak akan pernah melakukannya!" tegas Lily.

"Hem ... Ternyata Istriku sangat pintar, kau bahkan belum tahu keseharian ku. Tapi sudah tahu aku punya mainan. Aku jadi semakin menyukaimu."

"Dasar Gila." Lily menggelengkan kepalanya, ia sungguh tidak percaya dengan tingkah Aric yang begitu tidak tahu malu.

"Cepat minggir, aku mau lihat anakku." Sekali lagi Lily berusaha mendorong tubuh Aric, kali ini Aric membiarkannya.

Ia pun turut mengekor langkah Lily ke kamar Adam.

"Anak kita, kita membuatnya berdua."

"Diam!"

"Aku hanya menjelaskan saja," jawab Aric santai.

Mengoda Lily sepertinya akan menjadi hobi baru untuk Aric, sangat menyenangkan melihat ekspresi marah di wajah cantik itu.

Sesampainya di depan pintu kamar Adam, Lily membuka pintu lalu mendorongnya perlahan. Adam ternyata sudah tidur, begitu pula Hakim, Aric pun ikut mengintip apa Adam, Ada rasa bahagia melihat Adam. Hakim dan Adam, tertidur dengan pose yang aneh. Lily tersenyum melihat wajah putranya yang begitu damai, tak ingin menganggu tidur Adam. Lily kembali menutup pintu kamar itu.

"Anak kita sudah tidur, sekarang giliran kita tidur," bisik Aric, membuat Lily langsung mendelik tajam.

"Kau, benar-benar akan menginap?"

"Tentu saja, susah payah aku berakting de depan semua orang, agar bisa tidur di sini. Lagi pula Hakim juga sudah tidur, siapa yang akan menyetir mobil untukku," tutur Aric beralasan.

Meskipun tidak sepenuhnya, Aric sedikit merasa lelah setelah beberapa kali penerbangan yang ia lakukan. Setelah dari Jepang Aric pulang ke Jakarta untuk menyelesaikan perkerjaan dan mengambil hasil tes DNA dia dan Adam. Malam hari setelah perkerjaannya selesai, ia langsung terbang ke Surabaya untuk menemui Lily dan Adam.

Lily terdiam, meskipun alasan Aric terkesan dibuat-buat. Namun, Ia juga bukan orang yang tidak punya hati, mengusir tamu tengah malam seperti ini.

"Tidur di sofa, aku hanya punya dua kamar di sini." ucap Lily sambil berlalu ke kamarnya.

Aric pun pergi ke ruang tamu, merebahkan tubuhnya di sofa yang tidak muat sama sekali. Panjang sofa itu tidak bisa mengimbangi tinggi badan Aric, lututnya tergantung begitu saja diujung sofa.

"Hah ... lumayan dari pada tidur di hutan," gumam Aric.

Tak berapa lama, mata Aric terpejam. Mungkin karena ia benar-benar lelah. Lily muncul dari dalam, ia membawa bantal.dan selimut untuk Aric.

Lily terdiam menatap Aric yang tertidur, tampan pria itu sangat tampan. Pantas saja Adam setampan itu, ayahnya saja seperti artis papan atas. Andai saja dia pria baik-baik dan mereka bertemu dengan baik, mungkin dia akan jatuh cinta pada pria itu.

"Hais ... mikir apa aku." Lily menggelengkan kepalanya cepat, menepis pikiran yang begitu saja hinggap di otaknya.

Lily menyelimuti tubuh Aric, ia tidak memberikan bantal, karena Aric sudah menggunakan lengannya. Lily kembali ke kamar, tubuh dan pikirannya juga sangat lelah hari ini. Dia butuh istirahat untuk melanjutkan hidupnya besok.

Aric membuka matanya, derap langkah Lily saat mendekat membuat Aric bangun. Tetapi ia pura-pura tidur, sudut bibirnya terangkat. Ia menarik selimutnya agar lebih tinggi menutupi tubuhnya.

"Wanita yang menarik, sepertinya aku harus membuat kontrak yang cukup lama dengannya."

Terpopuler

Comments

Torabika Torabika

Torabika Torabika

dih kontrak apaan, ntar jg kmu jatuh cinta beneran sm emaknya adam kok .. justru kamu lho yg mau di kontrak sm Adam, mknya mau di ksh masa percobaan 3 bln tuh sm anaknya 😴🤣

2024-04-24

0

Torabika Torabika

Torabika Torabika

boro2 mainan lha wong pny kekasih sebiji aja di selingkuhin aric mah ..ah Lily gk tau aja klo ayahnya Adam itu bkn laki2 yg gatal doyan selengki

2024-04-24

0

Torabika Torabika

Torabika Torabika

ciee nyonya mahadev ceunah wkwk....di panggil langsung sm calon suami pake nama blkngnya berarti udah di akui sebagai istri beneran 💃💃

2024-04-24

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!