Membingungkan

Setelah tiga hari dirawat pasca operasi, Adam akhirnya di perbolehkan untuk pulang. Selamat anak itu di rawat Hakim selalu rutin menjenguknya, membawakan makan dan kebutuhan yang menurut Lily sangat berlebihan. Bahkan jika itu untuk bertanggung jawab atas kecelakaan yang terjadi.

Setelah selesai membereskan pakaian dan barang-barang lain, Lily membantu Adam untuk turun dan duduk di kursi roda.

"Bunda itu semua mau dibawa pulang nggak?" tanya adam sambil menunjuk dua kardus besar yang berisi susu formula mahal dan makanan lainnya.

Lily menghela nafasnya, bagaimana caranya ia akan membawa pulang semua itu?

"Bunda juga nggak tau Nak, nggak dibawa pulang sayang. Mau dibawa pulang gimana caranya?" jawab Lily bimbang.

Ia dan adam akan mengunakan becak motor untuk pulang, selain irit ongkos, jarak antara rumah sakit dan kontrakannya cukup dekat hanya berjarak lima kilometer saja.

"Bawa pulang aja ya Bun, nanti kan kita bisa bagi sama Kak Rafa," pinta Adam.

"Kita lihat nanti ya Sayang." Lily memakaikan jaket pada anaknya itu. Ia menatap lekat wajah Adam.

"Permisi," suara seorang laki-laki terdengar dari luar pintu.

"Ya, silahkan," Sahut Lily, ia sudah hafal dengan suara laki-laki itu.

Pintu di dorong pelan dari luar, seorang laki-laki berpakaian rapi masuk, yang tak lain adalah Hakim. Ia tidak sendirian, kali ini dua membawa dua orang pria berbaju serba hitam.

"Kalian bawa semua barang itu ke mobil," titahnya pada dua orang berbaju hitam itu.

"Baik Tuan," Jawab mereka, dengan sigap mereka membawa barang-barang Lily, termasuk tak ransel dan termos air yang masih ada diatas nakas.

"Eh ... Pak Hakim, apa yang mereka lakukan?"

"Tenanglah Nyonya, mereka akan membantu Anda berkemas. Bukankah hari ini Adam di perbolehkan pulang," ucap Hakim dengan senyum ramah.

"Saya bisa pulang sendiri, Anda tidak usah repot-repot," tolak Lily sehalus mungkin.

Ia tidak ingin terus merepotkan Hakim, lagi pula Lily merasa tidak ada urusan lagi dengan Hakim dan orang yang di panggilnya Tuan itu.

"Maafkan saya Nyonya, Anda tidak bisa menolak. Ini perintah langsung dari Tuan!" jawab Hakim tegas.

"Lagi pula saya yakin Adam akan lebih nyaman pulang dengan mengunakan mobil yang disiapkan oleh Tuan, iya kan Adam."

"Naik mobil apa Paman?"

"Mobil besar khusus untuk Adam."

"Wah ... Adam mau, kita naik mobil sama Paman Hakim ya. Bunda," rengek Adam memelas, melihat wajah itu Lily merasa tidak tega untuk menolaknya.

"Baiklah, kita naik mobil," jawab Lily, ia mengusap rambut Adam.

"Hole ... naik mobil!" seru Adam.

Mereka pun meninggalkan rumah sakit, dengan mengendarai mobil mewah berwarna hitam mengkilat. Tak membutuhkan waktu lama untuk mereka sampai di rumah Lily, rumah sederhana yang ia tempati bersama anaknya.

Mobil terparkir sempurna di tepi jalan, halaman rumah Lily tidak cukup luas untuk parkir mobil itu. Beberapa tetangga keluar dari rumah mereka, untuk melihat mobil mewah yang jarang atau hampir tidak pernah lewat apalagi berhenti di tempat mereka.

Merasa jadi perhatian para warga sebenarnya Lily merasa tidak enak. Ia bergegas turun dari mobil, Adam di gendong oleh Hakim, entah kenapa anak itu begitu menyukai laki-laki itu.

Lily pun membiarkannya, ia hanya ingin cepat - cepat masuk kedalam rumah. Menghindari tatapan mata tetangga yang membuatnya merasa risih.

"Tante Lily, Adam!" panggil Rafa, anak itu berlari menghampiri Lily yang sedang sibuk membuka kunci pintu rumahnya. Sementara Hakim berdiri dibelakang Lily dengan Adam digendongnya.

"Rafa, ayo masuk," ajak Lily.

Setelah pintu terbuka Lily mempersilahkan semuanya masuk, termasuk dua orang berbaju hitam yang membantu mengangkat barang-barang Lily. Wanita itu mempersilahkan tamu-tamunya untuk duduk di ruang tamu sederhana, sementara ia pergi ke dapur untuk membuatkan minuman.

Setelah beberapa saat Lily, kembali ke ruang tamu dengan membawa nampan yang berisikan beberapa gelas teh hangat dan dua gelas susu coklat untuk Rafa dan Adam.

"Silahkan, maaf saya hanya bisa membuatkan teh untuk kalian," ujar Lily sambil meletakkan teh di atas meja.

"Nyonya, seharusnya tidak usah repot-repot. Kami hanya sebentar saja," ujar Hakim.

Lily mengalihkan pandangannya pada dua laki-laki berbaju hitam yang berdiri tegak di samping Hakim.

"Kenapa kalian hanya berdiri di sana? duduklah."

Keduanya melihat ke arah Hakim. Hakim pun mengisyaratkan agar mereka duduk, keduanya pun duduk dengan canggung. Seperti robot, gerakan mereka terlihat sangat kaku.

"Minumlah, terima kasih kalian sudah membantu kami."

Keduanya mengangguk kecil, mereka mengambil teh lalu meminumnya dengan tandas. Lily hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah kaku mereka.

"Adam istrirahat dulu ya."

"Tapi Adam mau main sama Kak Rafa."

"Baiklah, tapi kalian main di dalam ya, Bunda mau bicara sama paman Hakim," ucap Lily dengan lembut pada putranya.

"Baik Bunda."

"Kak Rafa tolong bantu Adam ya," pinta Lily.

"Siap Tante." Rafa bangkit dari duduknya, kemudian ia berjalan hendak mengambil kursi roda untuk Adam.

Namun, sebelum Rafa melakukan itu, salah satu dari pria berbaju hitam itu dengan sigap, mendorong kursi roda mendekat ke arah Adam. Ia membantu anak itu untuk duduk di kursi roda.

"Terima kasih Paman," ucap Rafa dan Adam hampir serempak. Pria itu hanya mengangguk kecil.

Setelah Rafa dan Adam masuk, Lily mengambil nafas dalam. Ia menatap pria yang duduk dihadapannya dengan serius.

"Pak Hakim, saya sangat berterima kasih atas semua kebaikan Bapak."

"Semua ini dari Tuan, Nyonya. Saya hanya menyampaikannya saja," sela Hakim.

Tuan, selalu dia yang di ucapkan oleh Hakim saat Lily mengucapkan terima kasih.

"Entah itu dia atau Anda, itu tidak penting. Saya ingin mengucapkan terima kasih atas semua yang kalian lakukan, terlepas dari tanggung jawab kalian untuk anak saya. Saya rasa ini sangat berlebihan. Saya harap kedepannya Anda ataupun Tuan Anda tidak lagi mengirimkan barang apapun, ataupun datang kemari."

"Saya rasa itu akan sulit Nyonya," sahut Hakim datar. Lily menautkan kedua alisnya bingung.

"Maksudnya?"

Bukankah hubungan ini hanya sekedar pertanggungjawaban pelaku pada korban saja, kenapa seperti ini? Apa susahnya menyudahi semuanya.

"Anda akan mengetahuinya nanti, kalau begitu saya permisi," jawab Hakim, sambil bangkit dari duduknya.

Lily dibuat semakin bingung dengan jawaban Hakim yang seperti teka-teki baginya.

"Silahkan, maaf saya tidak bisa mengantar sampai depan."

"Tidak apa-apa Nyonya."

Setelah itu, Hakim pun berlalu keluar dari rumah sederhana Lily, di ikuti kedua pengawal. Lily hanya mengintip dari balik jendela, ia tidak ingin keluar karena begitu banyak orang yang mengerumuni mobil Hakim.

Terpopuler

Comments

Torabika Torabika

Torabika Torabika

gk usah pusing2 Lily nanti jg kamu tau jawabannya siapa tuan itu.

2024-04-17

0

Torabika Torabika

Torabika Torabika

lg bingung eh ada yg dtng, gpp di jemput hakim pulangnya kan itu bentuk tanggung jawab kepedulian

2024-04-17

0

Torabika Torabika

Torabika Torabika

ya hrs di bawa dong, syng banget makanan minuman yg mahal2 gitu, lagian Adam jg perlu asupan yg sehat biat cpt pulih.

2024-04-17

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!