Insiden Pagi Hari

Merasa kalau keberadaannya begitu mengganggu kenyamanan Afriz, Zaya pun pergi. Mengikuti ke mana saja kakinya ingin melangkah, untuk menghindari udara yang penuh ketegangan pada pagi hari ini.

Entah sudah berapa kali Zaya menghela napas kasar dan menunggu dengan perasaan khawatir untuk mendengarkan suara dari suaminya, ia tak bisa menghitungnya. Ia ingin mengajukan banyak tanya, sungguh.

Tetapi ia hanya sanggup menggigit bibir bawahnya dengan gelisah. Terlampau takut untuk banyak bersuara, mengingat bagaimana tanggapan Afriz terhadapnya sedari tadi. Ia hanya sanggup menunggu, walau ia tak tahu apa yang harus ia tunggu.

Kalau saja tadi malam ia hanya diam dan pasrah menerima perlakuan Afriz terhadapnya, mungkin kebekuan ini tak akan terjadi. Seandainya tadi malam ia hanya menikmati cumbuan Afriz padanya tanpa banyak bicara maupun tanya, situasi serbasalah semacam ini tak akan mendominasi.

"Mas, berhenti," ucap Zaya dengan suara tersendat.

Ucapan itu begitu lirih, pantas saja Afriz sampai tak mendengar.

Zaya mengulangi perkataannya dengan lebih keras. Ia sampai meronta-ronta, saat suaminya itu mengunci gerakannya. Lalu, ia berhasil menjauh setelah mengerahkan seluruh kekuatannya untuk meloloskan diri.

Sorot mata Afriz sungguh tak mengerti apa maksud istrinya. "Zaya?" tanyanya disertai tatapan yang masih penuh gairah.

"Mas, aku ...." Zaya menelan ludah, tak mengerti apa yang harus ia katakan. "Tolong jangan mendekat dulu!" teriaknya di luar kendali.

"Ya, Sayang?" panggil Afriz, dengan tangan terulur dan tatapan yang masih tak mengerti.

Zaya terisak. Bajunya ia rapatkan lagi, kemudian menarik selimut untuk menutupi sebagian tubuhnya. Lalu, tanpa sempat mencerna apa yang terjadi, Afriz sudah berbalik dan meninggalkannya di kamar ini.

Sosok itu tak kembali, juga tak tahu bahwa Zaya menangis selama berjam-jam lamanya sejak ia pergi tanpa mau mendengar penjelasan.

Sebenarnya, tak ada yang salah dengan seorang suami yang meminta hak batin kepada istri. Tiada yang salah dengan kemauan Afriz yang hendak memiliki tubuhnya secara utuh, sementara Zaya sendiri sudah bertekad akan memberikan apa yang Afriz ingini, pada malam itu juga.

Namun, apa yang terjadi tadi malam berasal dari nalurinya. Semuanya murni berawal dari kepayahan Zaya meredakan degupan jantungnya yang tak terkira. Semuanya benar-benar bermula dari kegagalannya mengendalikan getaran aneh yang seketika merambat di sekujur tubuhnya, hingga membuat saraf-sarafnya seolah berhenti berfungsi secara normal.

"Zaya."

Zaya tak segera membalas panggilan tersebut. Ia masih menunggu apa yang akan keluar selanjutnya dari bibir Afriz yang mulai terbuka. Berharap kalau suaminya akan menyelesaikan keterdiaman ini sebelum pergi.

"Mas berangkat. Assalamu'alaikum."

Terpaksa menelan kekecewaan, Zaya mengangguk, membalas salam, dan tersenyum seadanya. Tak ingin banyak berharap. Mungkin mereka memang harus saling mendiamkan satu sama lain, bila Afriz menginginkan hal demikian.

...***...

Menikah dengan Zaya, di satu sisi adalah berkah bagi Afriz. Walau diiringi kecanggungan, entah mengapa, sejak mereka menikah, rezeki bagi keluarga kecil mereka selalu datang dari arah yang tidak disangka-sangka. Zaya pun bukan wanita yang suka menuntut materi, tak pernah pula terang-terangan mendoakan di depan muka Afriz untuk menunjukkan kemustajaban doa seorang istri.

"Kamu nggak mau beli apa lagi, gitu? Kerudung, mungkin? Atau baju? Kita bisa cari ke situ."

"Nggak usah, Mas. Ini udah cukup. Kan aku butuhnya cuma celana sama bajunya Faiz."

"Ya mungkin kamu butuh pakaian baru juga."

"Enggak. Bajuku masih muat semua, kok."

"Yakin?"

"Iya, yakin. Lagian, tanpa beli baju baru pun aku tetep masih bisa pakai baju yang muat sekaligus layak. Beda sama Faiz, yang bajunya udah kekecilan. Mas ngajak aku beli baju buat Faiz aja aku udah seneng," cengir Zaya memungkasi pembicaraan mereka sebelum akhirnya Afriz mengalah, lalu menuju ke kasir.

Entah ada hal apa lagi yang belum Afriz ketahui dari istrinya itu. Yang jelas, sampai sekarang dia telah banyak dibuat tak mengerti oleh keadaan. Sikap Zaya kemarin malam, tadi malam, juga pada malam-malam serta hari-hari sebelumnya, semakin membuatnya bertanya-tanya.

Dia bukan pria bodoh yang tak tahu apa-apa perihal wanita, mengingat ada banyak wanita sebelum Zaya yang dulu pernah dekat dengannya. Bahkan perempuan-perempuan yang dia kenal, sekalipun secara status masih 'gadis', tetap tak sampai sebegitunya; tak selugu istrinya.

Afriz sendiri sampai sekarang bahkan tak percaya kalau ada Faiz di antara mereka, jika melihat raut wajah Zaya yang begitu teduh dan tenangnya, serta bagaimana reaksi kala digoda.

Hal tersebut didukung oleh pancingan-pancingannya sejak kemarin malam dan tadi malam. Tetapi sasaran godaannya itu sama sekali tak terpengaruh akan sentuhan-sentuhannya. Sekalipun selalu salah tingkah saban kali melakukan kontak fisik dengannya, itu sudah lain hal.

Terlebih, selama hampir tiga bulan tinggal di bawah atap yang sama, dia sama sekali belum pernah mendapati Zaya menyusui Faiz. Balita yang tinggal bersamanya dan sang istri lebih sering meminum susu formula, air teh hangat atau air putih, bukan ASI.

"Faiz udah berhenti minum ASI sejak umur 6,5 bulan, Mas," kilah Zaya saat ia bertanya pada suatu ketika. "Lagian, kalaupun masih minum ASI kan nggak mungkin Faiz ***** di depan Mas," tambah perempuan itu.

"Kenapa nggak mungkin? Kalau dia ***** di depan Mas, Mas kan juga nggak bakalan kepengen, biarpun boleh nyicip langsung dari sumbernya," canda Afriz kala itu.

Lalu, ketika itu tawanya dibalas dengan tawa Zaya yang terdengar begitu sumbang. Wanita muda itu seperti tak mengerti arah pembicaraan mereka, walau sebetulnya yang Afriz ucapkan sudah sangat menjurus. Sebuah reaksi yang sangat mustahil terjadi kepada seorang ibu beranak satu.

"Para penumpang yang terhormat, selamat datang di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kita telah mendarat di Bandara Internasional Yogyakarta, kami persilakan kepada Anda untuk tetap duduk sampai pesawat ini benar-benar berhenti dengan sempurna pada tempatnya."

Lampu sabuk pengaman pesawat sudah padam, tak sampai dua menit setelah pramugari menyelesaikan pengumumannya. Penerbangan Afriz kali ini benar-benar berakhir. Laki-laki itu sudah sampai di Kulon Progo, sebuah wilayah bagian Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, tempat asal ayahnya.

Telepon genggam yang sedari tadi Afriz atur menjadi mode pesawat, kini memunculkan beberapa notifikasi dari aplikasi obrolan yang dia pasang. Mata pemuda itu menangkap satu percakapan yang berasal dari nomor istrinya.

[Maaf buat yang tadi malam. Aku emang salah. Tapi kalau aku boleh cari pembelaan, harusnya tadi malam Mas mimpin doa dulu. Sekali lagi, maaf.]

Alis sebelah kiri Afriz terangkat, kemudian bibirnya tersenyum. Itu artinya, Zaya tak masalah dengan apa yang terjadi tadi malam. Dia pun sebetulnya tak terlalu mempermasalahkan, meski sudah tanggung. Hanya saja, entah.

[Iya]

Hanya itu balasannya, karena dia tak tahu akan menjelaskan apa lagi.

Lalu Zaya hanya mengirim emoticon hampir menangis.

[Kenapa?]

[Mas balesnya gitu. Masih marah?]

[Gak kok]

Tak lama berselang, ada lagi balasan yang masuk. [Mas udah sampai?]

[Baru turun dari pesawat]

Belum ada balasan. Namun, sebelum Afriz mengantongi ponselnya, pesan baru dari istrinya sudah terlebih dahulu masuk.

[Semoga semuanya lancar, ya. Sekali lagi, maaf buat yang tadi malam]

Kali ini Afriz tak lagi membalas. Hanya mengiyakan dalam hati.

Mungkin kepergiannya dari rumah memang diperlukan oleh keduanya untuk mulai memikirkan semua ini. Keduanya butuh ruang sendiri untuk menata emosi dan perasaan masing-masing.

...***...

Terpopuler

Comments

Yunisa

Yunisa

Jgn marah ya Mas Afriz.. mungkin Zaya belum siap aja

2022-11-17

0

Indah_usi

Indah_usi

dtunggu kelanjutan nya, semangat ngetiknya next secepatnya

2022-05-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!