Di Dusun Matamu

Kepulangan Zaya ke Dusun Matamu menghebohkan beberapa tetangga Zaya yang memang tak habis-habisnya mencari cela keluarga wanita itu. Apalagi Zaya mengunjungi ibu dan bapaknya hanya sendiri, tanpa suami.

Sementara tadi, Afriz hanya mengantar sampai halte bus yang membawa perempuan itu, dan melepas kepergian Zaya sampai kendaraan tersebut benar-benar melaju.

Desas-desus bahwa ada masalah yang sedang melanda rumah tangga Zaya dan suami yang baru dinikahi selama dua menuju tiga bulan ini, tentu menjadi topik hangat yang siap disebarkan tanpa tahu asalnya.

Begitulah usaha kira-kira yang begitu canggih dan sering dianggap ilmiah, namun tak bisa dibuktikan sendiri, tetapi memang selalu menarik bagi mereka.

"Itu, lihat. Belum genap tiga bulan saja sudah pulang ke rumah bapak-ibunya. Pasti ada masalah, itu. Pasti si laki-lakinya kecewa dengan Zaya yang aslinya begitu."

"Dari awal memang pernikahannya tidak sehat, makanya gampang ada masalah."

Komentar-komentar itu akhirnya sampai ke telinga Bu Darmi. Wanita paruh baya itu hanya sanggup geleng-geleng. Tak habis pikir. Memang apa sih yang dicari oleh para tetangganya itu, sampai-sampai terlalu mengurusi kehidupan rumah tangga anaknya?

"Hubungan kamu dengan suamimu baik, kan, walaupun dia ndhak ikut ke sini?"

Zaya justru heran mendengar pertanyaan barusan. "Baik, kok. Baik banget malah. Kebetulan Mas Afriz lagi nggak punya waktu ke sini, makanya nggak ikut."

"Syukurlah, kalau ndhak ada apa-apa." Bu Darmi menatap anak perempuannya ini. "Kamu sudah isi?" tanyanya.

"Isi?" Zaya balik bertanya.

"Hamil."

Zaya tersenyum canggung. "Belum. Mas Afriz belum mau punya anak. Dia bilang, Faiz masih terlalu kecil kalau harus punya adik. Jadi, ya, nunggu Faiz agak gedean."

"Kamu ikut KB?" cecar Bu Darmi.

Zaya menggeleng polos.

Bu Darmi menepuk dahinya. Lalu wanita berbaju biru itu mengusap wajahnya. "Kalian sama sekali belum pernah berhubungan suami istri?"

Kali ini Zaya mengangguk.

"Astaghfirullah, Nak. Hak suamimu belum pernah kamu berikan?"

Zaya yakin, perihal hak yang dimaksud oleh ibunya pasti berbuntut panjang.

...***...

Zaya mengirimkan pesan suara kepada suaminya. "Mas kan suka nonton wayang di You Tube. Kebetulan, di sini besok malam ada pertunjukan wayang, Mas. Siaran langsung. Mau nonton, nggak?"

Cukup lama Zaya menunggu balasan. Mungkin Afriz sedang tak bisa diganggu, makanya hingga dua menit lamanya ia menanti, balasan chat itu belum ia dapati.

Zaya pun melanjutkan kegiatannya menganyam kepang. Walau sudah memasuki awal musim penghujan dan harga kepang di pasaran mulai turun, jumlah produksi kepang keluarganya tetap konsisten.

"Sekarang kan para tetangga kita nggak bikin kepang, karena Lik Yati lagi nggak menampung kepang dari warga. Ibu kok tetep bikin?" tanya Zaya.

"Ini pesanannya Pak Tio Karang Wetan, Ya. Yang namanya rejeki kan siapa yang tahu, to? Ternyata rejeki kita ndhak hanya dari hasil menjual kepang kepada Lik Yati, tapi dari yang lainnya juga. Yang penting kita tetap usaha. Ternyata banyak yang percaya dengan kualitas kepang buatan kita, ya syukur alhamdulillah. Lagi pula, kita kan sudah lama ndhak menjual kepang ke Lik Yati. Tapi, ya memang sudah rejeki itu tadi, sudah diatur oleh Gusti Allah."

Zaya mengangguk, membenarkan perkataan ibunya. Tetapi dia penasaran akan sesuatu. "Berhenti jual kepang ke Lik Yati, sudah lama?"

"Ya, mungkin ada sekitar 5 bulanan terakhir. Setiap biyungmu ini mau jual kepang ada saja penolakannya. Katanya pesanan sedang sepi atau jumlah kepang sudah terlalu banyak, makanya kepang kita ndhak dibeli. Padahal ...." Bu Darmi menghela napas dan menghentikan kegiatannya sebentar. "Yang datang ke rumah Lik Yati setelah dia bilang begitu, kepangnya masih dibeli karena ternyata Lik Yati masih butuh banyak kepang yang mau dikirim ke luar daerah."

Kemudian, hening. Obrolan anak dan ibu kandung itu digantikan oleh bunyi hasil peraduan antara helaian bambu tipis yang satu dengan lainnya.

Zaya amat mengerti dan mendadak merasa bersalah kepada ibunya. Lima bulan belakangan yang dimaksud oleh wanita di sebelahnya ini, itu artinya adalah saat pertama kali ia membawa Faiz ke rumah ini. Tentu, Lik Yati, ibu dari salah satu teman SD-nya itu tak mau mengambil risiko dengan menerima kepang buatan ibunya.

Tanpa sadar tetesan air mengalir dari kedua mata Zaya. Ketika ia berusaha menahan agar buliran air itu tak semakin deras membanjiri wajah, tenggorokannya terasa sakit. Dadanya mendadak sesak. Napasnya mulai tak beraturan.

"Zaya mau lihat Faiz dulu." Ia meninggalkan lembaran kepang yang sudah dianyam hingga berukuran satu setengah meter kali dua meter itu.

Zaya menuju kamarnya dengan langkah setengah berlari, dan tak berani memperlihatkan wajahnya kepada sang ibu. Sampai-sampai ia juga tak mendengar sahutan dari ibunya.

Lalu perempuan muda itu menangis tanpa suara saat benar-benar sudah sampai di kamar, diiringi rintik hujan yang mendukung suasana sendu dalam hatinya.

"Ndhuk, hape kamu bunyi. Mungkin ada yang penting." Suara Bu Darmi terdengar dari balik pintu.

Zaya buru-buru mengusap air matanya, menghilangkan jejak air yang tak bisa ia kontrol alirannya itu. Sederas rasa bersalah yang tak tahu di mana ujungnya. "Iya, sebentar." Kemudian ia bangkit untuk memenuhi panggilan ibunya.

Bu Darmi menyerahkan telepon genggam milik anaknya itu, lalu tersenyum begitu melihat mata anaknya ini dalam keadaan sembab.

Walau tanpa harus dijelaskan sekalipun, beliau tahu apa yang sudah terjadi kepada anak perempuannya ini. Dielusnya wajah perempuan manis di depannya itu. "Sudah, ya, ndhak usah menangis lagi. Ndhak apa-apa. Ini semua bukan salah kamu, bukan salah Faiz juga. Malah apa yang kamu lakukan itu sudah benar. Cuma, ya kamu tahu sendiri bagaimana kebanyakan orang di kampung kita ini."

Mendengar itu, tangisan Zaya justru pecah lagi. Dipeluknya wanita yang sudah melahirkannya itu. "Maaf, Bu, Zaya jadi terus-terusan merepotkan kalian."

"Sudah, sudah. Ndhak ada anak yang merepotkan orang tua. Lagi pula, Ibu bersyukur dengan adanya kejadian ini. Kamu jadi semakin dewasa dan makin penyayang, jadi lebih dekat dengan bapa dan biyung-mu ini. Tugas kamu sekarang adalah merawat Faiz sebaik-baiknya, dan menjaga keluargamu. Terima suami kamu, berikan apa yang bisa kamu beri untuk keluarga kecil kalian.

"Tidak usah berkecil hati. Semua orang pasti punya salah, termasuk kamu. Hanya tinggal kamu mau belajar atau tidak. Tidak usah mendengarkan apa yang tidak perlu kamu dengar, tidak usah melihat apa yang tidak perlu kamu lihat. Ya?"

Zaya mengangguk. Dapat ia rasakan elusan di pangkal bahunya, sebagai penguatan sekaligus ketenangan yang coba ditularkan oleh ibunya.

"Sudah-sudah. Jangan menangis lagi. Nanti Faiz jadi punya saingan, kalau kamu keseringan menangis juga."

Lagi-lagi Zaya mengangguk. Kemudian tersenyum. Ada rasa hangat yang menjalar di hatinya. Jika ada ucapan yang lebih tinggi dari kata "maaf" dan "terima kasih", ia ingin sekali mengucapkan itu untuk ibunya.

Selepas ibunya pergi, Zaya menatap ke arah telapak tangan kanannya. Ponselnya ada di sana.

Tadi ibunya bilang, telepon pintarnya ini berbunyi. Mungkin ada balasan dari suaminya. Dan benar saja. Afriz membalas pesan suara darinya dengan cara serupa: melalui pesan suara juga.

"Ini ajakan nonton yang terselubung?"

Zaya menekan simbol mikrofon di layar ponselnya sambil berbicara. "Hiiih pede banget. Ini cuma ngasih tahu. Siapa juga yang ngajak Mas nonton? Lagi pula aku nggak suka nonton wayang. Bikin ngantuk. Emangnya Mas, yang jiwanya udah bapak-bapak?"

"Kapan pulang?"

Zaya agak terkejut saat Afriz tak lagi membahas wayang. "Lusa siang, kan, sesuai perjanjian."

"Mas jemput."

...***...

Terpopuler

Comments

Yunisa

Yunisa

Kepang itu apa Thor?? Trus Zaya itu hamil diluar nikah ya?

2022-11-14

1

Yunisa

Yunisa

Mereka itu g ada kerjaan Buk makanya suka ngulik kejelekan orang lain dari pada berbenah diri sudah baikkan dia, sudah benarkah dia? G heran dgn lambe2 turah sperti itu

2022-11-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!