Khalisa 19. Terkoyak
“Bu, tolonglah, biar aku sendiri yang menjelaskannya pada Khalisa!” sergah Dion cepat. kurang setuju dengan cara frontal penyampaian ibunya pada Khalisa. Dia ingin menjelaskan dengan caranya sendiri, meski ujung-ujungnya tetap berujung pada muara serupa, yakni mengoyak hati si lugu nan ayu yang kini mematung, membisu.
“Kamu kelamaan ngomongnya, terlalu banyak basa-basi. Mau kamu atau ibu yang menjelaskan tujuannya tetap sama saja kan? Tak ada bedanya. To the point lebih baik, lebih menghemat waktu. Sudah, sekarang bawa Manda masuk,” titah Wulan pada Dion, nadanya menolak dibantah. Dan seperti biasa, Dion selalu menjadi kerbau yang dicucuk hidungnya, mengangguk dan menuntun Manda masuk, hanya melirik sekilas pada Khalisa yang masih syok.
“Akur-akur sama madumu. Jangan cengeng. Lagian kalau kamu berontak juga mau pergi ke mana? Mau ngadu sama siapa? Masih bagus ada mau memperistrimu. Kamu jadi punya tempat tinggal normal daripada di panti eggak jelas itu. Sekarang siapkan minum buat kami, jangan diam di situ terus. Rumah kita kedatangan tamu agung, harus dijamu dengan baik.” Bukannya peduli sedikit saja pada betapa hancurnya perasaan Khalisa, Wulan malah memberi perintah seenak jidat.
Bunyi berdebum kencang mengalihkan fokus Dion yang sedang membantu Amanda duduk di sofa. Dibuat cukup panik saat mendapati Khalisa tumbang, pingsan tergeletak di teras.
“Undaaaa!” Afkar lah yang pertama menghambur ke teras. Berlari tergesa bahkan kedua kaki mungilnya nyaris tersandung. Balita tiga tahun itu menepuk-nepuk pipi bundanya, mulai menangis.
“Mas, mau ke mana?” Amanda menahan lengan Dion, tampak tak suka akan reaksi terkejut Dion saat melihat Khalisa ambruk.
Melangkah lebar, Dion menyusul setelah membujuk Amanda yang ingin terus di nomor satukan. Berlutut di sisi tubuh Khalisa yang tergolek, Dion menggoyangkan lengan Khalisa. “Khal, Khalisa! Bangun. Bu, bagaimana ini?” ujarnya bingung.
“Halah, sudahlah Dion. Palingan cuma pingsan. Jangan panik begitu. Bawa masuk saja, terus oles kayu putih di hidungnya. Khalisa tidak cocok dimanja. Sebentar lagi juga siuman,” tutur Wulan enteng tak tergerak hati, sedangkan Afkar terus menangis melihat ibunya tak sadarkan diri.
Dihina, sudah biasa. Dicaci, ibarat makanan sehari-hari. Tidak dianggap dan dihargai, tak mengapa asalkan masih punya tempat pulang yang disebut rumah juga keluarga. Akan tetapi dimadu, tak pernah Khalisa duga seujung kuku pun akan mengalaminya, melengkapi nestapanya. Bak air susu dibalas tuba atas bakti cintanya kepada Dion juga baktinya sebagai menantu pada Wulan.
Tempatnya menggantungkan harapan satu-satunya yakni suaminya, telah mencabik kepercayaannya. Menikah lagi di belakang punggungnya, dan dengan teganya membawa madunya ke rumah sudah dalam keadaan hamil besar tanpa sedikit pun memikirkan perasaannya yang terkoyak menjadi serpihan.
Khalisa terisak-isak perih, bersimbah air mata di ujung ranjang sembari memeluk anaknya. Setengah jam lalu akhirnya ia siuman setelah sempat kehilangan kesadaran.
Bumi yang dipijaknya, laksana berotasi kencang menyebabkan kedua kakinya kehilangan daya topang saat mengetahui sang suami telah menduakannya sekian lama. Udara di sekitarnya seakan berdenging memekakkan telinga. Hantaman badai dahsyat menggelapkan dunianya menjadi gulita, membuat kesadarannya raib saat itu juga. Meluluh lantakkan kalbu seorang Khalisa yang memang sudah rapuh dan berlubang di mana-mana, terkikis begitu banyaknya tekanan juga cibiran hanya karena catatan noda yang melekat padanya.
Engsel pintu kamar berderit. Khalisa membuang muka begitu melihat Dion lah yang masuk. Kecewa luar biasa, setelah tahu semua orang di rumah ini bersekongkol berbuat khianat padanya.
“Minum dulu, Khal.”
Dion duduk di sisi kasur, menyodorkan segelas air putih. Tak ada reaksi, Khalisa tidak menjawab maupun menerima gelas. Memalingkan wajah tak mau melihatnya sambil memeluk Afkar yang baru saja terlelap di pelukannya, kelelahan menangis.
Membuang napas kasar, Dion menaruh gelas di dekat kaki ranjang sebab Khalisa tak kunjung menerimanya. Menghela nyaring oksigen dalam keheningan kamar, Dion bangkit dari duduknya dan kembali bersuara, “Tenangkan dirimu dulu, setelah itu kita harus bicara panjang lebar,” ujarnya, tak ada upaya membujuk maupun kata maaf yang terucap.
“Kenapa Mas tega sama aku?”
Ucapan lirih Khalisa yang tercekat di tenggorokan dan terbalut marah, menghentikan langkah Dion yang hampir mencapai pintu.
Dion berbalik badan. Tatapan mereka bertemu dalam saru garis lurus, bersirobok dengan kedua bola mata wanita yang sudah menjadi istrinya selama empat tahun. Jendela hati Khalisa mengkilap basah, cerminan sanubarinya yang terluka.
“Apakah baktiku sebagai seorang istri selama ini amat kurang? Apakah kepatuhanku selama empat tahun ini gak ada artinya? Beritahu sikapku yang mana, sikapku bagian mana yang membuatku harus ditempatkan dalam situasi berduri semacam ini!” jeritnya pilu, berteriak marah dipenuhi lara. Meraung menangis tanpa ada yang menenangkan, tanpa penghiburan.
“Bukan, bukan karena itu.” Dion menggeleng tipis, mengalihkan pandangan pada langit-langit. Dia menghindari bertemu pandang terlalu lama dengan Khalisa. Mata basah dan sembap itu mengundang rasa bersalah mengusik hatinya, rasa yang tak mau diakuinya terkalahkan ego.
“Lantas karena apa? Jelaskan padaku, jelaskan di mana salahku!” tuntutnya tak mau mereda. Kejutan sembilu luka yang dihadiahkan Dion beserta keluarganya, mendorong Khalisa yang biasanya lemah lembut kini berteriak meninggi dengan dada kembang kempis terbakar emosi.
“Tanpa kujelaskan alasannya pun, seharusnya kamu sudah tahu karena apa aku begini. Semua ini terjadi karena salahmu, Khal. Salah masa lalumu, asal usulmu, bukan aku,” jawab Dion dingin, lalu berbalik meninggalkan kamar.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
Ira Suryadi
Padahal udh baca Ulang Novel ini yg ke 2xny ,,pas part ini masih aja nyesek,,🥺
2025-02-07
0
Syarifah Ainun
Allah kariim ... mulutmu Dion ingat karma itu ada
2024-11-13
0
Ita Mariyanti
yaa Alloh mulut mu mak Lampir d tabok pk bon cabe level 20 kah ben g sadis kl ngomong
2023-12-29
1