Bab 9. Ambisi
“Dulu Ibu bilang juga apa. Cuma Manda yang paling pantas buat kamu. Kamunya ngeyel sih. Ngotot cinta sama si anak haram itu, padahal kala itu Manda jelas-jelas naksir kamu. Sekarang baru terasa kan, kalau pendapat ibu itu benar? Khalisa cuma bikin kamu rendah di mata orang-orang. Beda sama Manda yang menaikkan derajat kita, patut dibanggakan, sangat layak dipamerkan,” seloroh Wulan. Dia sedang berbincang dengan Dion selepas acara pesta meriah tujuh bulanan kandungan Amanda usai. Berdiri bersisian di balkon loteng lantai dua rumah mewah Amanda.
Wulan tak letih mendoktrin Dion demi meraih ambisinya naik kasta menjadi kaum sosialita, dengan memanfaatkan ketampanan dan kecakapan sang putra. Wulan baru mengetahui anak tunggal si bos tempat Dion bekerja naksir berat pada sang anak tepat ketika Dion memutuskan melamar Khalisa. Wulan bertekad tidak akan pernah melepaskan kesempatan langka ini.
Ketika Dion sudah menikah dengan Khalisa pun tak menyurutkan ambisinya, Wulan tak bosan merongrong pikiran Dion dan mendukung penuh Amanda untuk terus mendekati anaknya, gigih membuat Dion goyah. Urusan perasaan Khalisa sama sekali tidak masuk hitungan. Di mata Wulan, Khalisa hanya sosok remeh temeh, tak begitu bernilai. Semua bakti Khalisa padanya juga keluarganya hanya dianggap Wulan sebagai keharusan, sebab menurutnya Khalisa yang tidak berkontribusi materil sedikit pun cuma menumpang hidup, sudah seharusnya dipakai tenaga dan keringatnya sebagai bayaran.
“Sudahlah, Bu. Jangan membahas itu lagi. Sekarang yang menjadi PR kita adalah bagaimana cara menjelaskan tentang aku dan Amanda pada Khalisa saat kita pulang nanti. Aku masih sedikit gamang akan reaksi Khalisa nantinya,” tutur Dion dengan nada rendah terdengar terbebani, sembari menatap lurus pada kelap kelip semarak lampu rumah lainnya.
“Kenapa kamu bimbang tentang dia? Khalisa itu tak punya nyali. Kembali ke panti asuhan juga bukan pilihan, kecuali dia mau berakhir jadi wanita penghibur!” ketus Wulan.
“Ya, tapi tetap saja Khalisa masihlah istriku. Aku sedikit kebingungan untuk menyampaikan hal ini padanya.”
“Tapi sekarang sudah waktunya. Mau ditunda sampai kapan? Ibu juga sudah pengen pamer punya mantu kaya raya. Ngomong langsung saja padanya, tak usah ragu-ragu. Di luaran banyak cerita beredar, panti Seruni tempat Khalisa tumbuh kebanyakan menyerahkan anak asuh mereka setelah dewasa pada mucikari kelas atas yang tidak diketahui identitasnya secara gamblang. Katanya donatur tetap panti, sebab tak banyak yang bersedia menjadi donatur di panti yang bersisian dengan tempat lokalisasi itu. Yang hendak mengadopsi pun berpikir ulang puluhan kali, kebanyakan takut kalau anak-anak buangan yang dirawat di sana ternyata mengidap HIV. Selain karena cinta buta, salah satu alasan kamu dulu menikahinya supaya bisa menyelamatkan dan membawanya keluar dari sana kan? Demi membebaskan Khalisa supaya tidak harus ikut dengan bos germo. Jadi, Khalisa sama sekali tidak punya pilihan selain menerima. Kalau bukan karena kamu, dia pasti sudah terjebak di tempat kotor lokalisasi. Jadi wanita nakal. Walaupun sebetulnya, Ibu lebih mendukung kamu melepaskan dia saja, tapi kamu juga gak mau kan?”
“Afkar butuh Khalisa, Bu. Karena itulah aku tak bersedia melepasnya.” Ada getar tak kasat mata di dasar sanubarinya meski hanya secuil saat mulutnya berkata demikian. Benarkah dia masih mencengkeram kuat Khalisa digenggamannya sebab karena Afkar saja? Kendati perlakuannya pada Khalisa sekarang sudah sangat jauh dari lumrahnya seorang suami yang semestinya
“Selalu saja Afkar, padahal kamu sudah mau punya anak dengan Amanda,” imbuh Wulan tak suka. “Biar saja Khalisa membawa Afkar pergi, dengan begitu noda yang selalu menjadi sindiran orang-orang enyah dari kehidupan kita.”
“Tapi Afkar juga anakku, Bu.” Dion mengusap wajah gusar, pikirannya semrawut.
“Punya anak yang tidak bisa dibanggakan buat apa? Orang-orang terus saja mencela dan menyindir ketika kita membawa Afkar berkumpul dengan tetangga juga kerabat. Cuma bikin Ibu malu saat membawanya keluar atau mengakuinya sebagai cucu, dan kesemuanya itu karena asal-usul Khalisa yang menjadi persoalan. Berbeda dengan anakmu bersama Amanda yang sudah pasti disanjung. Orang-orang pasti memujimu hebat bisa menggaet putri tunggal bosmu. Juga, ke depannya kamu tidak akan punya waktu lagi untuk memikirkan Afkar setelah Amanda melahirkan. Lagi pula, kamu masih bisa punya Afkar-Afkar lain dari Amanda. Ditambah kamu juga bakal semakin sibuk bermain dengan bayimu serta mengurus pekerjaan. Seperti yang diumumkan Bu Kinara tadi, setelah anakmu dengan Amanda lahir, kamu akan diberi mandat penuh menjabat sebagai kepala di koperasi pusat milik Bu Kinara. Bukankah Amanda membawa banyak keberuntungan? Sementara Khalisa lebih banyak membawa sial, kan? Cuma modal muka lebih cantik saja. Tampang itu urusan gampang, bisa dibeli dengan uang.”
“Mas Dion. Aku ngantuk.” Amanda muncul menginterupsi. Merengek khas tabiat tuan putri.
“Eh, Manda Sayang. Maaf ya, Dionnya Ibu pinjam. Ayo sana, Dion, cepat temani Manda tidur.” Wulan mengusir Dion supaya bergegas, mengibaskan kedua tangan dan menatap punggung Amanda juga Dion yang menghilang ke balik pintu kamar dengan kilat keserakahan.
“Mmmh, aroma kekayaan memang berbeda, wangi udaranya lezat,” gumamnya disusul tawa penuh ambisi.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
Danny Muliawati
tunggu aza balasan di bayar tunai sdh menzolimi mahluk Allah
2025-01-02
0
Ita Mariyanti
🤣🤣🤣🤣 tp abis ini karma sedap menunggu mu 😆😆😆
2023-12-29
2
Juan Sastra
mati aja kalian ibu dan anak sama sama di ggak ada ahlak
2023-04-13
1