Khalisa Bab 8. Gula-Gula Kapas.
“Ahhhh.”
Suara Khalisa menyeruput kuah bakso melalui mangkuknya langsung hingga tandas terdengar nyaring tanpa disadarinya, saking nikmatnya. Semangkuk bakso berkuah yang gurih ditambah dua sendok sambal rawit hijau memanglah paling cocok. Perasan jeruk limau menambah aroma juga rasa kian sedap membelai indera pengecap, perpaduan kelezatan sempurna.
“Sedapnya,” ujarnya penuh sukacita, kemudian meneguk segelas teh panas gratis membasuh lidah.
Mengambil beberapa lembar tisu yang tersedia di meja, Khalisa beralih pada sang anak yang duduk di sampingnya, menyeka mulut belepotan Afkar. Khalisa sengaja membiarkan Afkar makan sendiri, guna melatih motorik kasar sang anak serta menanamkan kemandirian. Selalu dengan sabar dan telaten mengajari Afkar supaya bisa makan sendiri, tak pernah bosan dan lelah meski terkadang ujung-ujungnya ia harus memandikan ulang sang anak sebab makannya masih berantakan.
“Mmmm, Unda, mamamnya enak,” cicit Afkar senang, lalu menjilati bibirnya sendiri.
“Anak Bunda pinter, makannya habis.” Khalisa menimpali dengan ceria. Sore ini ia bahagia tak terkira, akhirnya bisa membeli bakso favoritnya dengan bebas juga bisa membelikan bubur sehat untuk Afkar. Bubur ayam yang paling sering dibicarakan para tetangga yang memilki balita.
Memeriksa uang di saku bajunya, senyum Khalisa lagi-lagi merekah. Uangnya masih tersisa 120 ribu rupiah setelah digunakan membayar bakso, bubur juga ongkos angkot, jumlah yang bagi Khalisa terbilang masih banyak.
“Afkar mau beli apa lagi?” tawarnya pada sang putra, menunjuk jongko penjual snack juga rokok yang mangkal tak jauh dari kedai bakso.
Hari ini Khalisa sangat ingin membelikan anaknya jajanan dengan bebas tanpa interupsi ibu mertuanya yang selalu banyak melarang. Mengatakan pada Khalisa bahwa jajanan cuma makanan sampah. Selain tidak sehat juga mengundang pemborosan. Berujar kalau Afkar sakit biaya berobat ke dokter itu merupakan bagian penghamburan.
Khalisa bukannya tidak tahu akan hal itu, jajanan memanglah bukanlah sumber makanan pemenuhan nutrisi. Akan tetapi, sebagai seorang ibu, ia juga ingin Afkar merasakan indahnya dunia anak kecil yang lumrah seperti anak lain di sekitarnya. Sesekali jajan es krim atau sebatang coklat manis tak masalah, yang penting tidak terus menerus dan di saat sang anak dalam kondisi sehat.
Bergantian, Afkar mengarahkan pandangan pada ibunya juga jongko penjual snack, tampak bimbang. Binar mata polosnya menatap Khalisa lekat.
“Af benelan boyeh jajan, Unda?” tanyanya ragu, sebab tak terbiasa.
Mengacak rambut putranya dengan rinai kasih sayang, Khalisa balas menatap hangat sembari mengangguk. “Iya, beneran boleh, Sayangnya Bunda.”
“Tapi, Af endak mau jajan. Nanti nenek gini-gini cama Unda,” tuturnya bingung, memeragakan telunjuk mengacung ke depan wajah Khalisa, membuat Khalisa terkejut luar biasa. Tak pernah menyangka anaknya sering memerhatikan dan merekam reaksi Wulan setiap kali Khalisa membelikannya jajanan. “Nenek malahin Unda ya?”
“Oh, itu, Nenek bukan marah. Cuma Bunda lupa belikan nenek jajanan juga. Jadinya merajuk, bukan marah.” Seburuk-buruknya sikap Wulan padanya, Khalisa tak mau sang anak menjadi sosok yang tidak menghormati mertuanya, tetap menutupi keburukan Wulan, walaupun entah harus sampai kapan.
Bocah tampan itu gembira luar biasa. Tergesa turun, tangan mungil Afkar menggamit Khalisa. “Ayo cepat, Unda.” Afkar menarik ibunya mendekati jongko penjual snack penuh semangat. Menolak digendong, ingin berjalan sendiri.
“Boyeh ini endak, Unda?” Afkar menunjuk permen gula-gula kapas warna warni. Jenis makanan ringan yang selalu ditentang keras Wulan setiap kali Afkar menginginkannya.
“Boleh, dong. tapi nanti jangan lupa banyak minum dan sikat gigi sebelum bobo. Supaya giginya tetap sehat dan enggak bolong.” Khalisa mengambil makanan yang ditunjuk Afkar dan memberikannya antusias.
“Asyik,” Afkar melompat-lompat girang, bola mata polosnya berbinar saat menerima snack yang sering menarik perhatiannya.
Sementara itu di kediaman Amanda, Dion tengah menemani Amanda yang sedang didandani penata rias. Mengenakan gaun berwarna hijau mint beraksen brukat senada yang dirancang satu stel dengan baju Dion. Para penata rias cukup kewalahan, Amanda merupakan tipe rewel dalam berbagai hal, terus saja komplain ini dan itu.
“Ini alas bedaknya kayaknya kurang terang. Terlalu gelap,” protesnya, raut wajahnya sangat jelas tak suka akan pantulannya di cermin.
“Ini sudah disesuaikan dengan tone kulit Non Manda, supaya hasilnya tetap natural seperti permintaan sebelumnya. Kalau terlalu terang, nanti jatuhnya jomplang dengan tone punggung tangan,” jelas si penata rias, berhenti sejenak menyapukan kuas blush on. Padahal hasil tangan terampil si MUA tersebut sudah sangat cocok dan maksimal, bukan asal dan sembarangan.
“Ck, sesuai gimana?” Amanda berdecak kesal. “Pokoknya ulangi, buat lebih terang. Ini acara spesial, aku ingin riasanku manglingin!” titahnya seenaknya.
“Tapi maaf, Non. Waktunya mepet. Acara sudah mau dimulai dan kalau diulangi dari awal waktunya tidak akan cukup,” jelas si MUA memberanikan diri berbicara realistis, sebab acara tujuh bulanan akan dimulai kurang lebih tiga puluh menitan lagi.
“Enggak peduli gimana caranya, pokoknya ulangi dari awal!”
Dion menghampiri dan meremas bahu Amanda. “Sayang, tahan emosi dong, marah-marah enggak baik buat ibu hamil,” bujuk Dion manis.
“Tapi aku enggak suka riasannya. Aku kepingin jadi yang paling cantik malam ini.” Amanda merajuk manja.
“Ini sudah cantik, coba perhatikan lagi, riasannya cocok banget sama kamu.” Dion mengarahkan dagu Amanda menghadap cermin kembali. Membujuk lembut berulang kali hingga akhirnya Amanda mengangguk.
Kendati jauh di lubuk hatinya Dion mengakui, Khalisa lebih cantik parasnya dibandingkan Amanda. Hanya saja kalbunya yang dulu pernah mencinta, terkalahkan ego sekarang.
Hinaan yang terlontar pada Khalisa, lambat laun membuat perasaan Dion pada Khalisa tak lagi sama. Dia lemah, tak tahan kala terseret cemooh orang-orang juga kerabatnya tentang Khalisa yang dilekati noda, tak berharta, tak bertahta. Tidak sebanding dengan kualifikasi Amanda yang sejak dulu memang naksir berat pada Dion. Bukannya berusaha berjuang agar Khalisa dihargai, Dion malah memilih menyelamatkan imagenya sendiri, tetapi dia juga tidak mau melepaskan Khalisa bebas dari cengkeramannya, sungguh egois.
“Yuk, keluar. Acaranya sudah mau dimulai.” Dion membantu Amanda berdiri, menggandengnya keluar disambut riuh tepuk tangan.
Bersambung.
Assalamu'alaikum, halo para pembacaku tersayang. Jangan lupa selalu jaga kesehatan di manapun berada. Terima kasih sudah membaca cerita Suci Dalam Noda. Nantikan terus kelanjutan kisah Khalisa. Jangan lupa like, give dan votenya juga ya. Follow juga instagramku di @Senjahari2412 atau akun tiktokku di @Senjahari24 untuk mengetahui seputar info-info cerita yang kutulis.
Love & Hug 💜💜
Senjahari_ID24
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
Snow Kim Barbie
TERNYATA DION SUDAH NIKAH LAGI & AMANDA ISTRI KEDUANYA LAGI HAMIL 😡😡😡
2024-11-10
0
Snow Kim Barbie
KELUARGA DION JAHAT 😡😡😡
2024-11-10
0
Ita Mariyanti
kluarga yg uda ilang hati nya 😡😡😡
2023-12-29
1