Tanpa sadar Sean melangkahkan kakinya memasuki ruang persalinan. Karena tidak ada lagi orang yang berada di sana selain dirinya. Harusnya Bi Rani tadi ikut agar bisa menemani Lidia melahirkan. Karena jujur saja Sean sangat takut melihat Lidia yang sejak tadi sudah kesakitan.
Setelah memasuki ruang persalinan, baju Lidia segera dilepas dan diganti dengan baju khas rumah sakit. Sean yang berdiri di sebelah Lidia langsung memalingkan muka saat melihat tubuh polos Lidia. Dia tidak peduli mendapatkan tatapan aneh dari dari perawat yang ada disana.
Selesai berganti pakaian, seorang dokter perempuan segera membimbing Lidia dalam proses persalinannya. Tubuh Sean gemetar hebat melihat wajah Lidia penuh keringat saat sedang berjuang melahirkan seorang anak.
“Nyo- Lidia ayo kamu pasti kuat!” ucap Sean memberi semangat.
Terpaksa Sean mengganti nama panggilannya pada Lidia. Tidak mungkin dia memanggilnya Nyonya, yang ada nanti membuat orang yang ada dalam ruangan itu merasa aneh. Kecuali dokter kandungan yang sedang membantu melahirkan. Karena dokter itu tahu kalau suami Lidia baru saja meninggal.
Tangan Lidia sejak tadi menggenggam tangan Sean dengan kuat. Sean juga terus memberinya semangat, walau dia sangat tidak tega melihat wajah kesakitan Lidia.
Selama kurang lebih satu jam setengah melewati perjuangan yang sangat berat dengan mempertaruhkan nyawa, akhirnya Lidia berhasil melahirkan seorang bayi perempuan mungil nan cantik. Tangis bayi itu menggema seisi ruangan. Lidia mengulas senyum bahagia kala mendengar tangis anaknya yang baru lahir. Tangannya pun sampaai sekarang masih memegang tangan Sean.
Sedangkan Sean masih tidak menyangka kalau baru saja dia menemani seorang wanita melahirkan. Lebih tepatnya menemani calon istri yang sedang melahirkan.
“Maaf.” Ucap Lidia setelah sadar bahwa tangannya masih berpegangan dengan tangan Sean.
Sean hanya mengangguk. Setelah itu bayi mungil itu diletakkan di atas dada Lidia. Tepatnya akan dilakukan IMD (Inisiasi Menyusu Dini). Lagi-lagi Sean memalingkan muka saat dokter membantu Lidia membuka bajunya bagian atas agar bayinya bisa menyusu.
“Bayinya cantik seperti Nyonya.” Ucap dokter anak itu.
“Sementara bayinya saya hangatkan dulu di ruang incubator, Nyonya. Nanti saat anda sudah dipindahkan ke ruang rawat, saya akan membawanya kesana.” Ucap dokter anak.
Kini semua perawat sudah keluar dari ruangan itu, mereka membiarkan Lidia beristirahat sejenak sebelum dipindahkan ke ruang perawatan. Dokter kandungan yang membantu proses persalinan pun juga sudah keluar.
“Ada yang anda butuhkan, Nyonya?” tanya Sean menghindari kecanggungan.
“Tolong ambilkan minum.” Jawab Lidia.
Setelah itu Sean mengambilkan minum dan membantu Lidia duduk. Selesai minum, Sean kembali membantu Lidia berbaring.
“Terima kasih, Sean. Terima kasih telah menemaniku melahirkan. Harusnya Mas Billal yang ada disini-“ ucap Lidia sambil menahan tangis saat mengingat mendiang suaminya.
“Anda yang sabar, Nyonya. Saya yakin pasti Tuan disana juga ikut bahagia melihat putrinya sudah lahir ke dunia dengan selamat.” Ucap Sean menenangkan.
“Aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Setelah kita menikah nanti, aku mohon sayangilah anak-anakku dengan tulus.” Ucap Lidia.
“Anda jangan khawatir, Nyonya. Saya akan menganggap mereka seperti anak saya sendiri.” Jawab Sean.
Tak lama kemudian terdengar dering ponsel Sean. Ternyata itu adalah sopir yang membawa baju dan perlengkapan bayi Lidia. Sean meminta ijin keluar sebentar untuk menemui Pak Doni.
“Mas, putri kita sudah lahir dengan selamat. Dia sangat cantik. Aku sudah ikhlas menyerahkan kedua anak kita agar mendapat kasih sayang seorang ayah dari Sean. Aku lihat dia pria yang sangat penyayang.” Gumam Lidia sambil menatap langi-langit.
Memang sejak dulu Lidia tahu kalau Sean sangat menyayangi anaknya. jadi dia tidak meragukan lagi. Namun jika untuk hatinya sendiri, Lidia masih belum bisa berpaling dari mantan suaminya. Entahlah, meskipun hati sudah ikhlas melepas kepergiannya, namun hatinya rasanya masih tertaut dengan mantan suaminya.
Tak lama kemudian pintu terbuka. Seorang orang perawat memasuki ruang persalinan itu karena akan memindahkan Lidia ke ruang perawatan. Kemudian disusul Sean yang tampaknya sedang membawa tas berisi baju Lidia dan bayinya.
Perawat itu tampaknya kesusahan memindahkan tubuh Lidia ke brankar. Dengan sigap Sean ikut membantunya. Sean langsung menggendong Lidia dan meletakkannya ke brankar lain. Lidia terkejut saat tiba-tiba tubuhnya berada dalam gendongan Sean. Memang ini bukan pertama kalinya Sean menggendongnya. Tadi saat akan melahirkan, Lidia juga digendong oleh Sean. Namun tadi dia sedang kesakitan jadi tidak terlalu berpikir yag tidak-tidak. Dan sekarang, saat Sean kembali menggendongnya, entah kenapa Lidia merasa ada yang aneh pada dirinya.
“Maaf, apa ada yang sakit?” tanya Sean saat melihat tangan Lidia masih mencengkeram kuat bajunya. Padahal tubuh Lidia sudah berhasil dipindahkan.
“Ehm, nggak. Terima kasih.” Jawab Lidia lalu membuang muka.
Kemudian perawat laki-laki itu mendorong brankar Lidia menuju ruanga perawatan. Sean pun ikut berjalan di belakangnya.
Lagi-lagi Lidia dibantu oleh Sean saat pindah ke brankar. Mungkin karena perawat itu sungkan jika harus menggendong Lidia di depan suaminya. dan Lidia juga memalingkan muka saat tak sengaja matanya saling bertatapan dengan Sean. Kini dalam ruangan itu tinggal mereka berdua saja.
“Nyonya istirahatlah. Biar saya akan menunggu disini sambil menunggu Nyonya Jenny datang.” Ucap Sean.
Tadi saat mengambil baju yang diantar sopir, Sean sudah mengirim pesan pada Jenny kalau Lidia sudah melahirkan. Bukan tanpa alasan dia menghubungi Jenny. Sean tidak ingin membiarkan Lidia sendirian tidak ada temannya. Sementara dirinya juga tidak mungkin terus berada di samping Lidia.
Lidia mengangguk. Karena memang dia sangat lelah seteelah perjuangan panjang dalam proses persaliannya tadi. sedangkan Sean duduk di sofa yang ada dalam ruangan itu. Sean menyuruh Lidia istirahat, namun justru dia sendiri yang terlelap lebih dulu. Jujur saja Sean juga merasakan lelah. Meskipun tidak ikut melahirkan, namun dia merasa ikut menanggung sakit yang Lidia rasakan.
Dari jauh Lidia bisa melihat wajah Sean yang sedang terlelap. Wajah pria itu memang sangat tampan. Bahkan jika dibandingkan dengan Billal, Sean masih lebih tampan. Tanpa Lidia sadari darahnya berdesir saat memandangi wajah pria yang sudah menemaninya berjuang dalam ruang persalinan. Puas memandangi wajah Sean, Lidia pun akhirnya tertidur juga.
“Ayo Ayah!!! Antar Chan lihat adik bayinya Chan!”
Samar-samar Lidia mendengar suara anak kecil yang tidak asing di telinganya. Namun siapa yang dipanggil ayah oleh anak itu. Bukankah itu suara Chandra. Lidia mulai mengerjapkan matanya lalu melihat Chandra sedang duduk dalam pangkuan Sean. Bahkan Lidia kini sudah mendengar jelas kalau anak laki-lakinya itu memanggil Sean dengan ssebutan Ayah.
“Chan!!” Panggil Lidia,
“Mama!!!” teriak bocah itu dan berlari menghampiri brankar Mamanya.
“Ma, Chan ingin lihat adik bayi. Tapi ayah tidak mau mengantar.” Ucap Chandra.
Mata Lidia tak ramah menyorot Sean yang berdiri tidak jauh darinya. Ada rasa sakit dalam hatinya saat mendengar anaknya memanggil Sean dengan sebutan Ayah. Lidia merasa bahwa Sean telah lancang dan sedang memanfaatkan keadaan.
“Lancang sekali kamu, Sean!” ucap Lidia dengan suara tegas.
.
.
.
*TBC
Happy Reading‼️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 243 Episodes
Comments
Ana
ko nyesek ya jadi sean
apalagi Lidya salah paham 😢
2022-05-06
4
Ikoh Kuper
tuan david kaya nya si biang kerok,nyesel kan lidia dah nuduh saen
2022-05-05
3
Ikoh Kuper
sabar sean pelet aja lidia pake doa sama allah biar hatinya luluh
2022-05-04
1