Seorang wanita berusia tiga puluh tahun sedang berjalan terburu-buru menuju salah satu ruang perawatan rumah sakit. Wanita dengan perut besar yang diperkirakan akan melahirkan anak keduanya dua minggu lagi itu melangkahkan kakinya dengan cepat agar segera sampai ruangan dimana suaminya sedang dirawat. Meskipun langkahnya sudah dipercepat, namun kondisi tubuhnya tetap tidak bisa berjalan dengan cepat.
Lidia kelelahan berjalan sambil memegangi perutnya. Dia langsung duduk di kursi tunggu depan ruang ICU. Mungkin karena masih pagi, jadi disana masih sepi.
"Nyonya? Anda sudah disini?" tanya Sean terkejut saat melihat istri bosnya sudah duduk di depan ruang ICU.
Semalam Sean mengatakan pada Lidia kalau Billal dipindah ke ruang ICU, lantaran kondisinya tak kunjung membaik. Dan malam itu juga Lidia akan datang ke rumah sakit, namun dengan cepat Sean melarangnya. Alhasil pagi ini Lidia sudah berada di rumah sakit.
"Bagaimana keadaan Mas Billal? Aku ingin masuk dan melihatnya." tanya Lidia mengabaikan pertanyaan Sean.
"Tunggu dulu, Nyonya. Lebih baik kita menunggu dokter memeriksa Tuan terlebih dulu. Kalau anda ingin melihatnya, anda bisa melihat dari balik pintu kaca itu." jawab Sean.
Lidia masih diam dan mengatur nafasnya. Dia benar-benar kelelahan berjalan. Namun rasa lelahnya itu tidak sebanding dengan rasa khawatir pada keadaan suaminya.
Setelah merasa lelahnya hilang, Lidia beranjak dari duduknya. Dia melihat suaminya dari balik pintu kaca. Matanya berair kala melihat sang suami masih setia menutup mata dengan beberapa alat medis di tubuhnya.
Merasa tak kuat dengan melihat keadaan suaminya, Lidia kembali duduk. Hatinya sakit melihat pria yang sudah hampir enam tahun menemaninya tiba-tiba sakit separah itu.
"Ini, Nyonya minum dulu!" Sean memberikan sebotol air mineral.
"Terima kasih." jawab Lidia dan langsung meminumnya.
"Maaf Nyonya, apa sebelumnya Tuan Billal tidak pernah mengeluhkan sakit seperti ini?" tanya Sean.
"Tidak pernah, Sean. Mas Billal keadaannya selalu baik-baik saja jika bersamaku dan anaknya. Aku nggak tahu kalau selama ini Mas Billal menyembunyikan penyakitnya dariku." jawab Lidia.
Lidia sangat terkejut saat pertama kali membawa suaminya ke rumah sakit kemarin dan dokter mengatakan kalau penyakit jantungnya kambuh. Lidia jadi merasa seperti istri paling bodoh di dunia karena sama sekali tidak pernah peduli dengan kesehatan suaminya.
Dan Lidia sangat terkejut lagi saat semalam asisten pribadi suaminya mengatakan kalau Billal dipindahkan ke ruang ICU. Dunia Lidia rasanya seperti runtuh hari itu juga. Bayangan hal buruk terus menghantuinya. Bagaimana jika akhirnya sang suami pergi untuk selamanya.
"Nyonya yang sabar. Kita doakan saja semoga Tuan segera sadar dan cepat pulih." ucap Sean menenangkan.
Beberapa saat kemudian dokter datang bersama seorang perawat yang akan memeriksa kondisi Billal pagi ini. Sean dan Lidia menunggunya di luar.
Bertepatan dengan dokter selesai memeriksa kondisi Billal, Jenny yang tak lain keponakan Billal juga datang dengan ditemani suaminya, Iqbal.
"Lidia, bagaimana keadaan Om Billal?" tanya Jenny.
Wanita seusia Lidia yang berstatus keponakan Billal itu tampak khawatir setelah mendengar kabar bahwa Omnya tengah sakit. Bahkan sampai dirawat di ruang ICU.
Lidia tidak menjawab pertanyaan Jenny, karena dia akan bertanya dulu pada dokter mengenai kondisi suaminya saat ini.
"Bagaimana keadaan suami saya, Dok?" tanya Lidia.
"Pasien masih tidur karena efek obat yang disuntikkan semalam. Dan detak jantungnya pagi ini sudah tidak selemah kemarin. Berdoa saja, semoga segera ada keajaiban." jawab dokter.
"Apakah saya boleh masuk untuk melihatnya, dok?" Lidia kembali bertanya.
"Boleh, asal tidak mengganggu istirahat pasien, dan jangan lebih dari sepuluh menit." jawab dokter.
Setelah itu Lidia memasuki ruang ICU tempat Billal dirawat. Dengan ditemani oleh Jenny.
Lidia menitikan air matanya saat melihat kondisi suaminya yang begitu lemah.
"Mas, sampai kapan kamu akan tidur terus seperti ini? Bangunlah! Bukankah kamu akan mendampingiku saat melahirkan putri kita ini." ucap Lidia sambil menangis tersedu.
Jenny tak bisa berucap apapun. Dia memeluk Lidia untuk menyalurkan rasa empatinya.
Karena tak kuat lagi menahan kesedihannya, Lidia memutuskan untuk keluar. Lalu berganti dengan Sean dan Iqbal.
Kedua pria itu tampak tegar walau sebenarnya sangat sedih melihat keadaan Billal yang sangat lemah.
Iqbal juga tidak menyangka bahwa pria yang berusia hampir 50 tahun itu yang biasanya selalu tampak sehat, kini tiba-tiba sakit sampai separah ini.
"Apakah sejak kemarin Om Billal tidak bangun sama sekali?" tanya Iqbal pada Sean.
"Hanya bangun sebentar dan mengatakan kalau ingin bicara penting dengan istrinya. Tapi saat aku mengatakan akan menghubungi Nyonya Lidia, Tuan Billal kembali pingsan hingga saat ini." jawab Sean.
Iqbal terdiam. Entah kenapa dia merasa ada firasat buruk. Bahkan Billal mengatakan ingin bicara penting pada istrinya. Seolah dia ingin memberikan pesan terakhir.
Tak lama kemudian Iqbal melihat pergerakan tangan Billal. Dia memberitahu Sean.
"Tuan, anda sudah bangun?" tanya Sean terkejut.
Billal perlahan membuka matanya. Lalu dia memberi isyarat untuk melepas selang oksigennya. Namun Sean tidak berani. Dia akan menanyakannya dulu pada dokter.
Setelah mendapat ijin dari dokter, Sean kembali masuk dengan diikuti oleh perawat yang akan melepas selang oksigen di hidung Billal. Lidia dan Jenny juga sudah ada disana.
"Mas, akhirnya kamu bangun juga." ucap Lidia menahan isak tangisnya.
Tangan Billal terulur membelai perut istrinya yang besar. Lalu dia menitikan air matanya. Sontak saja Jenny yanga ada disana menutup mulutnya karena menahan tangis.
"Sayang, ada hal penting yang ingin aku katakan." ucap Billal.
"Mas jangan banyak bicara dulu, agar cepat sembuh." jawab Lidia.
Namun Billal tak mempedulikan ucapan istrinya. Lalu matanya melirik mencari keberadaan Sean.
"Anda butuh sesuatu, Tuan?" tanya Sean mendekati Billal.
"Sean, jadilah ayah sambung dari anak-anakku. Rawat dan jagalah mereka seperti anak kamu sendiri. Jadikan mereka anak yang kuat dan tangguh seperti kamu." ucap Billal.
"Mas, kamu jangan bicara seperti itu. Kamu pasti sembuh, dan kita akan rawat bersama anak-anak kita." Lidia semakin sesak mendengar ucapan suaminya.
"Tuan jangan mengkhawatirkan itu. Sejak dulu saya sudah menganggap Chandra seperti anak saya sendiri. Sekarang anda harus sembuh." jawab Sean.
Billal memejamkan matanya sejenak untuk mengambil nafas pelan, karena dadanya terasa sangat sakit. Lalu dia memegang lembut tangan istrinya.
"Sean, tolong jaga Lidia juga. Menikahlah dengannya jika aku sudah pergi." ucap Billal.
"Mas jangan bicara seperti itu. Mas pasti sembuh!" Lidia tergugu dalam tangisnya.
"Sayang, hanya Sean pria yang terbaik untuk kamu dan anak-anak kita." ucap Billal.
"Tidak!!! Tidak ada pria terbaik selain kamu, Mas." Lidia semakin terisak pilu.
"Jenny, Iqbal, jadilah saksi pernikahan mereka. Lidia, Sayang. Terima kasih atas semua cinta dan kasih sayangmu selama ini. Berbahagialah kalian semua." ucap Billal dengan suara yang hampir tak terdengar. Setelah itu perlahan dia menutup mata untuk selamanya, dengan diiringi bunyi panjang dari alat pendeteksi jantung.
.
.
.
*TBC
Yuk guys jangan lupa tinggalkan like, komen, vote, dan giftnya buat karya othor yg baru ini🤗🤗
Happy Reading‼️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 243 Episodes
Comments
🏠⃟ᵐᵒᵐરuyzz🤎𝐀⃝🥀ˢ⍣⃟ₛ🍁🥑⃟❣️
😭😭
2022-09-13
0
Ekawati Hani
Ga nyangka sosok Bilal bakal dibikin meninggal dalam novel ini😭
2022-07-11
0
Ekawati Hani
😭
2022-07-11
0