Hari itu, Arya benar-benar kehilangan semangat kerjanya dikantor. Lelaki itu sering kehilangan konsentrasi saat kegiatan rapat antar direksi. Arya terlihat melamun dan Laila selalu saja menyadarkannya dengan senggolan kecil pada lengan.
Sebagian pimpinan divisi agak kecewa melihat segala presentasi mereka seakan tak diperdulikan oleh direktur utama itu. Hingga rapat selesai dan pejabat perusahaan itu meninggalkan ruangan dengan wajah kusut dan kesal, Arya masih saja tenggelam dalam lamunannya.
"Pak, Pak!" seru Laila menegur.
Arya gelagapan tersadar dari lamunannya. Ditatapinya sekretaris pribadi tersebut.
"Hm?" gumamnya merespon teguran sekretaris pribadinya.
"Ti Pak maylongola poli? Anggu ja seha-sehati uti mo karaja to kandori. Oluwo masalah wolo poli?" tegur Laila, "Itu para pimpinan direksi terlihat kecewa tadi. Bapak donggo mo hayali wolo?" tanya wanita itu.
Arya menggeleng-gelengkan kepala pelan dan memijit bagian ditengah antara hidung dan alisnya.
"Wonu ja sehati Pak, Po tuluhulo. Tandu hem gadang poli utiye?" tebak Laila dengan alis berkerut.
"Entahlah, La." ujar Arya dengan wajah sendu. "Tolong sampaikan permintaan maafku kepada para pimpinan divisi. Biarlah presentasi mereka disalin ke fleshdisk dan bawakan ke mejaku."
Lelaki itu bangkit dan melangkah meninggalkan Laila. Didepan pintu, Arya berhenti sejenak lalu menoleh kembali menatap Laila.
"Panggilkan Kamala ke ruanganku sekarang." pinta Arya kemudian membalik langkah meninggalkan ruang pertemuan tersebut.
...*****...
Kamala baru saja menyelesaikan sesi konseling dengan beberapa pegawai, saat ponselnya berbunyi. Wanita itu mengangkatnya dan menekan tombol penjawab panggilan.
📲 "Ya, Bu Laila? Ada apa?" tanya Kamala seraya merapikan lembar-lembar kertas analisis.
📲 "Kamu diundang Pak Presdir lagi tuh." ujar Laila.
📲 "Oke, aku kesana sekarang." jawab Kamala.
Percakapan seluler itu berakhir dan Kamala merapikan pakaiannya lalu melangkah meninggalkan ruangannya. Beberapa pegawai HRD yang dilewatinya, menyapanya dan Kamala membalas sapaan mereka dengan humble.
Gadis itu tiba didepan ruang kerja direksi utama. Disana ada kubikel khusus untuk Laila sebagai sekretaris pribadi. Wanita itu melongokkan kepalanya dari balik kubikel dan menyuruh Kamala masuk dengan isyarat kepala.
Kamala menarik napas panjang lalu mengulurkan tangan mengetuk pintu.
TOK TOK TOK
"Masuklah..." seru Arya dari dalam ruangan.
Kamala membuka pintu dan kembali mendapati Arya sibuk memandangi lukisan dari Muzdalifah. Kemunculan Kamala sedikit mengalihkan konsentrasi Arya dari lukisan itu dan lelaki itu kembali menatapi lukisan buatannya.
"Sampai saat ini, saya masih kepikiran sama perempuan ini." ujar Arya, seakan tak memberi kesempatan bagi Kamala untuk menanyakan alasan mengapa dia dipanggil menghadap.
Arya menoleh menatapi Kamala. "Ditambah... wajahmu yang sedikit mirip dengan dia, membuatku tak bisa lagi melepaskan diri dari bayangannya."
"Maafkan jika kontur wajah saya membawa kutukan tersendiri bagi anda." respon dengan datar. "Namun saya pun tak suka merubah-rubah wajah yang telah diberikan Allah kepada saya, hanya untuk menenangkan orang yang ketakutam dengan masa lalunya." sindir wanita itu membuat Arya kemudian tersenyum.
"Rupanya.... mulai sekarang aku harus membiasakan diri..." ujar lelaki tersebut.
"Anda yang harus melepaskan dan merelakan masa lalu itu." ujar Kamala. "Apakah saya sudah boleh duduk?"
Arya tertawa lalu melangkah menuju sofa dan mempersilahkan Kamala untuk duduk sedang ia sendiri melangkah menuju sebuah lemari kecil. Ada beberapa botol minuman disana, bersama dengan botol-botol air mineral dan deretan gelas.
"Kau mau minum apa?" tanya Arya lagi.
"Tumben Bapak menawari saya minum." olok Kamala tersenyum lalu mengangguk. "Saya minta air minum bening saja." pintanya.
Arya mengangguk lalu mengambil dua botol air mineral dan dua buah gelas lalu melangkah menuju sofa dan meletakkan empat buah benda itu di meja, lalu ia duduk di sofa berhadapan dengan Kamala.
"Silahkan..." ujar Arya.
"Terima kasih." jawab Kamala namun tak menyentuh botol air mineral itu. Ia hanya menatap Arya yang juga diam tak dalam sikap duduknya.
"Apakah panggilan anda kali ini berhubungan dengan sesi diskusi berikutnya?" pancing Kamala.
Arya menggeleng-gelengkan kepala dan tersenyum lalu menunduk sejenak dan setelah itu kembali menatap Kamala.
"Aku punya masalah pelik." ujar Arya.
"Masalah apa?" tanya Kamala.
"Kedua orang tuaku telah mendesakku untuk segera menikah." ujar Arya.
"Baguslah kalau begitu." komentar Kamala.
"Lho? Kok bagus?" protes Arya.
"Tentu saja." ujar Kamala. "Usia anda sudah cukup terlambat untuk membina rumah tangga. Kalau sudah ada tawaran untuk menikah, ya diterima saja."
"Tapi permasalahannya adalah, aku akan dijodohkan oleh salah satu anak dari kolega mereka." tutur Arya dengan wajah kesal.
"Pernikahan murni atas dasar cinta itu sangat langka, Pak." sahut Kamala. "Paling banyak pernikahan yang kita jalani adalah pernikahan politis, entah itu untuk sebuah kekuasaan maupun karir kita sendiri."
"Jika itu dirimu, apa kau akan menerimanya?" pancing Arya.
"Aku tak mau munafik. Aku bukan orang hipokrit. Jika pernikahan itu memiliki prospek yang baik untuk pengembangan karir saya, tentu saya tak akan menampiknya." jawab Kamala dengan senyum.
"Kamu jujur sekali." sindir Arya.
"Ya... dan anda tak akan menemukan orang yang jujur seperti saya." sahut Kamala kembali tersenyum. "Lebih baik anda berhadapan dengan musuh yang jujur, ketimbang teman yang menjilat dan menikam anda dari belakang."
Arya mengangguk-angguk lalu menghela napas. "Apa kau punya pacar, Kamala? Ataukah kau sudah menikah?" pancing Arya.
"Kenapa anda menanyakan hal itu?" tanya Kamala dengan senyum.
"Karena kau tak memperkenalkan status dirimu sejak pertemuan perdana kita." jawab Arya.
"Anda saja yang menganggap pertemuan itu adalah pertemuan perdana. Saya sudah bekerja di perusahaan ini, dua tahun lho Pak." ujar Kamala kemudian tertawa pelan.
"Oh ya?" ujar Arya.
"Anda kurang melakukan inspeksi langsung." sindir Kamala. "Anda harus mengetahui siapa saja pimpinan divisi anda, karyawan dan buruh yang bernaung dalam perusahaan anda. Jangan sampai ada penyusup, Pak." tegur Kamala.
"Itu adalah tanggung jawab HRD." kilah Arya dengan senyum.
"Sudahlah, aku tak mau membahasnya." ujar Kamala. "Jika anda sudah selesai berdiskusi, bisakah saya kembali ke ruangan saya?"
"Tunggu... kau belum sebutkan statusmu." tuntut Arya.
Kamala menghela napas panjang lalu menghembusnya dengan pelan, menenangkan emosinya.
"Saya... belum menikah." ujar Kamala dengan pelan kemudian meraih gelas dan meneguk isinya dengan lambat untuk meredakan debaran jantungnya.
"Kalau begitu, menikahlah denganku." pinta Arya dengan langsung membuat Kamala langsung tersedak dan terbatuk-batuk.[]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
NUR ROSYIDAH
jeduaarrrrr batin kemala
2022-09-24
0