Arya Kusuma Datau, menatap dengan sayu, sebuah pusara batu yang berdiri tegak, sedikit oleng. Entah karena struktur tanah yang lembek, atau pengaruh pergerakan lempeng bumi, membuat batu nisan itu menjadi seperti itu.
Disana terpahat sebuah nama dari seseorang yang telah menemani kehidupannya selama dua dekade. Sejak kecil mereka bersama dan mengarungi kehidupan dengan takdir yang berbeda-beda, namun tak sedikitpun saling melupakan sebab tali persahabatan yang terjalin lebih layak disebut sebagai saudara yang tak dilahirkan dari rahim ibu kandungnya.
...RUDIANTO RAMUS BOBIHU...
...Lahir : Toto, 31 Desember 1999...
...Wafat : Kabila, 28 Oktober 2020...
Arya menghela napas kembali. Kepergian sahabatnya seminggu yang lalu masih menyisakan luka perih. Sebagai seorang enterpreneur kawakan, Arya tidak banyak memiliki sahabat. Dan Rudi - nama panggilan sahabatnya itu - senantiasa ada meskipun sesibuk apapun ia menggeluti pekerjaan sebagai seorang aparatur sipil negara.
"Kalau kau menemukannya.... titip salamku kepada Schnucky... katakan padanya, secara pribadi aku meminta maaf atas perbuatanku. Aku sangat menyesalinya..."
Kalimat-kalimat yang diutarakan mendiang Rudi kembali terngiang dalam benaknya. Kenangan semalam terlintas lagi.
...*****...
TIDAAAAAAAAKKKK.......
Arya terbangun dengan tubuh bersimbah peluh. Matanya nyalang memandang tembok yang ditengger jendela, namun tatapan itu terlihat kosong. Napasnya megap-megap pertanda kesulitan benar ia hendak meraup berjuta-juta ion oksigen sekedar menyegarkan kembali kedua kantung paru-paru miliknya yang sejak tadi jyaris kehabisan udara.
Sejenak kemudian, kesadarannya kembali dan Arya berhasil mengenali ruangan tempat tidurnya sendiri. Napasnya perlahan mulai teratur dan paru-parunya mulai berfungsi dengan penuh, menyerap udara dan mengeluarkannya secara ritmis.
Arya menundukkan wajah sejenak dan lengannya kemudian terangkat menyeka peluh yang memenuhi wajah dengan punggung lengan itu. Arya baru menyadari sekujur tubuhnya telah bermandi keringat ketika udara dingin yang berhembus dari penyegar ruangan terasa menyejukkan kulit dan perlahan mulai membuatnya kedinginan.
Arya mendesah lega dan sejenak komat-kamit lalu meludah ke kiri untuk menghilangkan efek negatif dari mimpi buruk yang merasukinya tadi. Untuk menghilangkan efek dingin, ia menelanjangi dirinya sendiri. Benar-benar polos bagai seorang bayi dewasa, layaknya Adam alaihisalam yang baru saja diturunkan ke hamparan mayapada.
Perlahan suhu tubuhnya menghangat dengan sendirinya, mengantisipasi arus dingin dari angin yang dihembuskan oleh alat penyegar ruangan.
Kalau kau bermimpi buruk, maka meludahlah ke kiri dan bacalah doa perlindungan agar apa yang kau takutkan itu tidak akan terjadi....
Kalimat-kalimat pesan yang pernah diucapkan ibunya, terlintas dan seketika Arya langsung mengamalkannya. Lelaki itu kemudian merebahkan kembali tubuhnya meskipun ia kini kehilangan minat melanjutkan tidurnya.
Arya sejenak menoleh ke nakas dan meraih weker. Jam pengingat itu menunjukkan angka digital 02.21 menit. Empat jam lagi, pagi akan segera menjelang. Lelaki itu meletakkan lagi weker itu ditempatnya dan kembali berbaring menghadapkan tubuhnya ke arah langit-langit kamar.
Perasaan gelisah kembali merasuki benak lelaki itu. Kantuk benar-benar hengkang dari kelopak matanya dan kelihatannya sulit sekali untuk membuatnya kembali lelap meski sejenak.
Arya akhirnya bangkit dan duduk disisi dipan seraya menumpukan kedua sikunya pada lututnya, lebih mirip patung The Thinker karya Auguste Rodin.
Wajahnya merunduk menatap hamparan lantai sekitar dipan yang dilapisi permadani lembut. Sekali lagi lelaki itu mendesah dan akhirnya tetap diam disana menunggu pagi.
...******...
TIT TIT TIT TIT...
Bunyi suara khas dari gawai yang tersimpan di saku, berhasil mengembalikan kesadaran Arya yang sempat mengembara dalam khayalan. Lelaki itu kemudian sigap merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah Handphone dari sana. Ia mengaktifkan nada panggilan itu.
📲 "Assalamualaikum, Ya Ma...?" tanya Arya.
📲 "Nak, jam berapa kamu pulang?" tanya suara wanita parobaya diseberang.
📲 "Sebentar lagi, Ma." jawab Arya sambil senyum. "Arya lagi menyambangi Rudi..."
📲 "Habis itu, pulang ya nak." pinta wanita dari seberang itu. "Ibu mau konsultasikan sesuatu denganmu."
Arya manggut-manggut sejenak.
📲 "Iya, Ma." jawab Arya.
Percakapan seluler itu terputus dan Arya kembali menyimpan gawai itu disakunya. Langkahnya terayun maju dan Arya lalu jongkok disisi pusara tersebut.
Lengannya terulur dan mengusap bagian atas pusara. Sejenak ia menarik napas dan mulai berujar.
"Aku tak tahu, dimana mencari perempuan itu, Rudi..." ujar Arya dengan pelan. "Namun jika memang Allah menghendaki kembali pertemuan kami.... aku akan menyampaikan permohonan maafmu kepadanya..."
Lelaki itu kemudian bangkit lalu berbalik dan melangkah meninggalkan pemakaman keluarga tersebut. Langkahnya terayun pelan namun mantap dan tubuh lelaki itu menghilang disisi tembok yang mengarah ke jalanan. []
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments