SMU Prasetya Kota Gorontalo, Tahun 2010.
KRIIIIIIIINGGGGGG.....
Bel Istirahat berbunyi. Seketika dari dalam kelas berhamburan para siswa yang meluber bagai air bah menyemut dikoridor dan serambi. Sebagiannya duduk-duduk di pembatas beton pendek yang terdapat ditaman. Namun sebagian lagi mengarahkan langkah kaki mereka ke kantin.
Kantin memang menjadi sarana prioritas untuk melepaskan rasa penat setelah dua jam berkutat dengan materi-materi pembelajaran yang dibahas para guru, juga melepaskan kelelahan fisik setelah seharian menguras tenaga dalam pelajaran Pendidikan Jasmani untuk kelas X.
Seperti biasanya, Arya dan dua kawannya, Rudi serta Iswan, duduk ditempat favorit mereka.
Arya memesan mie goreng, sedangkan Rudi memesan Mie Bakso. Iswan memesan Nasi Kuning di tambah dua buah gorengan.
"Ah sialan, Bu Mia keterlaluan sekali." keluh Rudi menumpahkan kedongkolannya. Arya dan Iswan hanya memandangnya sambil tertawa cengengesan.
"Kamu juga keterlaluan, Rud." sahut Iswan. "Kalau memang nggak ada bakat menggambar, ya jujur saja, nggak usah pakai lagak." oloknya.
"Eh, aku seriusan dengan penjelasanku itu." kilah Rudi membenarkan sendiri pendapatnya tersebut. "Hanya saja Ibu Mia saja yang tak memahami falsafah dari lukisan yang saya buat itu."
"Heh? Memangnya ada falsafahnya dengan kertas gambar kau yang putih polos tak tercoret segaris tinta itu?" tantang Iswan dengan senyum meremehkan.
"Kan sudah kubilang, lukisanku itu mengisyaratkan sebuah alur bergerak." kilah Rudi.
"Oh ya? Kurasa Ibu Mia juga paham tentang falsafahmu." ujar Arya sekali nimbrung. "Buktinya dia memberikan kau tugas tambahan lagi."
"Ahhh.... memang guru-guru jaman sekarang nggak ngerti tentang seni." ujar Rudi dengan kesal. "Bukankah sudah kubilang sama beliau, kalau aku menggambar kuda makan rumput."
"Ya, dan beliau tanya, rumput**nya mana? iya, kan?" sahut Iswan. "Terus, kau jawab apa?"
"Ya, jelas ku jawab, sudah habis dimakan kuda." jawab Rudi. "Eh, dianya penasaran terus nanya, kalau kudanya? Ya, aku jawab lagi, sudah pergi karena sudah habis makan rumput. Kok beliau nggak paham juga?"
Arya dan Iswan lalu tertawa. Tak lama kemudian muncul seorang gadis mengenakan jilbab. Namun penampilan dari jilbab yang dikenakannya sedikit berbeda karena menjulur panjang hingga menutupi sebagian besar pakaiannya.
Rudi sejenak melirik kearah gadis itu. Pemuda itu lalu mencolek Arya.
"Kamu sudah dengar berita terbaru, nggak?" tanya Rudi. Pemuda itu mendekatkan tubuhnya membuat Arya dan Iswan juga akhirnya saling mendekatkan tubuh.
Arya mengangkat alisnya sedangkan Iswan memperbaiki duduknya.
"Ini tentang Muz..." ujar Rudi.
"Aaahhh Muz lagi, Muz lagi." ujar Arya menyebut nama pendek gadis berjilbab panjang itu. "Nggak ada berita lain yang update?" sambungnya dengan malas.
"Eh, ini yang paling update." ujar Rudi.
Arya menatap punggung gadis berjilbab panjang yang sementara melangkah ke dalam bilik menemui Ibu Kartini.
"Apa beritanya?" tanya Iswan dengan wajah berminat.
"Si Muz, kini mulai berani unjuk gigi." ujar Rudi lagi.
"Unjuk gigi?" seru Iswan seraya mengangkat alisnya sebelah. "Memang kamu pernah lihat giginya?"
Rudi sejenak berdecak kesal memdengar olokan garing Iswan, kemudian menatap Arya.
"Kenal nggak Jasmin, anak kelas XII IPA-3?" tanya Rudi dengan senyum.
"Ooohhh... gadis tercantik sekolah kita?" tebak Iswan. "Wahhh... aku sudah lama ingin pacaran sama dia."
Rudi mengangguk. "Kemarin, Jasmin mengata-ngatai Si Muz waktu perempuan itu lewat didepan kelas XII IPA-3."
"Terus, apa yang terjadi?" tanya Iswan.
"Ya, pasti didiamkan lagi. Kan perempuan itu nggak banyak bicara." jawab Arya dengan santai.
"Salah, meen...." bantah Rudi dengan senyum. "Si Muz justru balik mengata-ngatai Jasmin sampai-sampai si Jasmin malah jadi kicep nggak punya semangat lagi meladeni Si Muz."
"Ah, yang benar kau!" ujar Arya yang muncul minatnya, memperbaiki duduknya.
"Memang apa sih yang dikatakan Si Muz kepada Jasmin?" tanya Iswan.
"Jasmin bilang kalau Si Muz sekolah cuma modal bekingan kepala sekolah." ujar Rudi.
"Trus? Si Muz bilang apa?" tanya Arya.
"Dia bilang sama Jasmin, kalau ucapannya itu salah. Si Muz bilang kalau dia sekolah disini karena dapat beasiswa sedang Jasmin hanya mengandalkan ketenaran dua orang tuanya yang pejabat sebuah lembaga negara. Akhirnya Jasmin malah kicep dikatai begitu." tutur Rudi.
"Wah, berani juga dia ya?" ujar Arya.
"Apaan berani? Eh, dia itu nggak tau diri, tau nggak?" sergah Rudi dengan lirih. "Jasmin itu lebih baik dari dia. Si Muz itu tambi'o kelas kakap. Nggak pantas dia membanggakan beasiswanya. Yang biayai semuanya kan Pak Basyir."
Tak lama kemudian muncul Ibu Kartini, membawa nampan berisi dua mangkuk mie dan sepiring nasi kuning. Wanita parobaya itu mendekati tempat dimana ketiga sekawan itu duduk.
"Waaah... ini pesanan adik-adik." ujar Ibu Kartini menyapa mereka bertiga dan meletakkan pesanan dihadapan pemesannya masing-masing.
"Makasih Bu." ujar Arya dengan senyum.
"Makasih Bu." sambung Iswan juga.
Ibu Kartini hanya mengangguk sambil tersenyum. "Silahkan dinikmati." ujarnya kemudian lalu hendak berbalik.
"Bu..." panggil Rudi.
Ibu Kartini menghentikan langkahnya dan berbalik lagi menatap Rudi. Arya dan Iswan akhirnya ikut-ikutan menatap Rudi dengan sorot penuh tanya.
"Ada apa Nyong?" tanya Ibu Kartini.
"Itu Si Muz, ngapain lagi di biliknya Ibu?" tanya Rudi dengan nada pelan tapi sinis. "Lagi nyuci piring ya?"
Ibu Kartini hanya senyum. Rudi mendengus. "Baiknya anak itu nggak keluyuran di kantin. Kita nanti malah ketularan miskinnya tuh."
"Nyong, nggak baik bicara begitu." tegur Ibu Kartini. "Memang Muzdalifah punya salah apa sama Nyong?"
"Nggak, nggak ada..." jawab Rudi dengan pelan.
"Atau jangan-jangan Nyong naksir lagi sama Muzdalifah, tapi lagaknya gengsi." olok Ibu Kartini lalu membalik tubuh dan melangkah pergi.
"Tahede..." umpat Rudi kemudian.
"Ehm... yang naksir si Muz niih..." olok Iswan.
"Eh, kamu jangan ikut-ikutan, Wan!" sergah Rudi seraya mencengkeram kerah pakaian Iswan. Pemuda itu hanya tertawa dan mengangkat tangannya.
"Sudah... sudah... nggak usah berantem." lerai Arya. "Kalau kau ngotot ngerah pakaian Iswan, berarti tandanya kamu memang naksir sama si Muz itu."
Rudi langsung melepaskan cengkeramannya dan mendengus dengan kasar dan segera mengambil sendok dan garpu lalu mengucek-ngucek mie baksonya.
Iswan tiba-tiba menyeletuk. "Itu pacarmu datang..." ujarnya dengan lirih lalu susah payah menahan tertawa.
Rudi menatap ke suatu arah dengan pandangan marah. Arya menoleh dan melihat gadis berjilbab panjang itu datang membawa baki berisi sepiring pesanan, entah untuk siapa.
Ketika gadis itu lewat, tiba-tiba Arya menyorongkan kakinya dan menjegal langkah gadis tersebut.
Muzdalifah oleng dan jatuh sementara baki yang dibawanya juga ikut jatuh menumpahkan piring dan memecahkannya, menghamburkan isinya dilantai kantin.
BLUGH...
PRAANGGGG...
KOMPYAANGGG....
Kontan seketika riuh lah seisi kantin dengan tawa melihat Muzdalifah terbaring menelungkup dengan pakaian yang basah oleh pesanan tersebut. Ibu Kartini sendiri langsung melongok melihat siswa kesayangannya di bully didepan matanya.
"Astaga! Muzdalifah!" seru Ibu Kartini dengan kaget.
Muzdalifah bangkit dan langsung menatap Arya dengan tatapan marah.
"Eh, kamu kenapa?" balas Arya memelototkan mata.
"Kak! kalau mau selonjorkan kaki, lihat-lihat dong! Nggak tahu ini tempat melintas?! Kakak buta ya?!" sergah Muzdalifah dengan marah.
"Lho, kok?" seru Arya yang tercengang.
Semua siswa juga terdiam dan tercengang. Mereka tak menyangka bahwa gadis berjilbab panjang itu berani unjuk suara setinggi itu di kantin. Gadis itu mencari masalah.
"Alaaah... nggak usah mengelak Kak." sergah Muzdalifah lagi. "Saya tahu, Kakak sengaja menjegal saya. Apa Kakak pikir saya ini bahan dagelan kalian?!"
"Eh, kamu bisa diam nggak?!" sergah Rudi menyela.
"Kakak yang diam!" balas Muzdalifah dengan geram menudingkan telunjuknya kepada Rudi membuat pemuda itu kembali tercengang. "Nggak usah sok membela teman yang salah!"
"Kamu itu apa-apaan sih?!" sergah Arya lagi. "Mau buat keributan disini?! Kamu berani?! Merasa punya bekingan kamu ya?!"
Muzdalifah menatap Arya. "Kak, saya nggak perlu bekingan kalau menegur orang yang salah macam Kakak. Semestinya Kakak itu minta maaf. Apa Kakak kira perbuatan Kakak itu bagus?! Itukah contoh yang baik dari seorang kakak kelas?!"
Arya terdiam dan mengamati seisi pengunjung kantin yang juga terdiam menatapnya. Ia merasa gadis ini benar-benar menjatuhkan harga dirinya.
"Kamu!" seru Arya hendak menampar.
"Coba kalau berani!" balas Muzdalifah menantang.
Tantangan itu justru membuat keberanian dan kemarahan Arya menciut. Muzdalifah kembali mendengus kasar dan melangkah cepat setengah berlari meninggalkan kantin, meninggalkan keheningan yang diciptakan oleh keberaniannya mendobrak perlakuan tidak adil terhadapnya.[]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
NUR ROSYIDAH
keren si mus
2022-09-24
0
Bunda Nian
Ha hahahaha ha ha
2022-09-21
0