Entah kenapa Arya pada siang itu menyuruh Laila membelikan seperangkat alat lukis. Wanita itu menyanggupi saja permintaan majikannya meskipun sebelum itu ia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, bingung dengan arus benak Arya yang dianggapnya aneh belakangan ini.
Tak lama kemudian dua orang office boy muncul diruangan kerja Arya membawa sebuah kanvas, easel, palet, beberapa jenis kuas dan seperangkat cat air. Lainnya membawa gulungan kertas yang nantinya akan disandarkan pada kanvas.
"Letakkan disana." pinta Arya menunjuk sudut ruangan yang agak lapang, dekat dengan jendela.
Kedua office boy itu menuruti permintaan presdir tersebut dan meletakkan benda-benda itu disana kemudian pamit dengan santun meninggalkan ruangan itu.
Arya kemudian menyusun easel dan kanvas, kemudian meletakkan salah satu gulungan kertas disana dan menjepitnya dengan penjepit yang disambungkan dengan kanvas tersebut.
Arya membuka jas, membuka kancing kemeja membuka sebatas dada, menggulung lengan pakaian dan mulai melakukan kegiatannya.
...*****...
Kamala hanya diam saja saat Laila membahas kelakuan aneh presdir mereka di lounge. Kedua wanita itu menikmati es krim setelah menghabiskan sepiring nasi yang dipenuhi lauk dan sayur sebagai makan siang mereka.
"Mungkin Pak Arya punya rencana baru dalam benaknya yang hendak dituangkan pada kertas gambar itu." ujar Kamala.
"Ah, masa iya?" gumam Laila dengan sangsi. "Tapi kalau perkara menggambar, ngapain beli alat lukis? Bukankah lebih bagus merealisasikannya di meja gambar? Bukankah dia seorang arsitektur?"
Kamala hanya mengangkat bahunya. Laila sendiri akhirnya menyerah dengan pertanyaan yang dibuat pikirannya sendiri. Wanita itu menatapi toping es krimnya yang sudah habis dijilatinya.
"Kau mau aku mendatanginya?" pancing Kamala.
"Kau bisa mengorek keterangan darinya? Bukankah beliau sekarang adalah klienmu?" ujar Laila balik bertanya.
Kamala mengangguk lalu menggigiti sebagian es krim itu. Ia mendecapkan lidah beberapa kali menikmati lumernya es krim itu dalam lidahnya.
"Baiklah..." ujar Kamala. "Katakan padanya, aku akan menemuinya diruangannya."
...*****...
Arya telah menyelesaikan lukisan itu. Lelaki itu membersihkan tangannya yang belepotan cat pada sehelai kain serbet. Ia kemudian menyingkirkan palet dan seperangkat kuas maupun cat ke sudut dinding dan berdiri memandang lukisan buatannya sembari merapikan kembali pakaiannya.
Arya melewatkan makan siang saat itu. Ia sendiri hanya mengiyakan saja saat Laila memberitahu bahwa Kamala akan mengunjungi ruangan kerjanya.
Tak lama pintu terdengar diketuk.
"Masuklah..." seru Arya tanpa menoleh ke pintu. Ia masih asyik menatapi lukisan buatannya.
Terdengar suara pintu dibuka dan langkah sepatu yang mendekat. Arya masih tak perduli.
"Lukisan yang bagus." komentar wanita itu. "Ternyata selain arsitek, anda rupanya seorang seniman juga."
Arya tersenyum tanpa menoleh kearah pemilik suara itu. "Itu komentar bernada pujian atau sindiran?"
"Terserah Bapak saja mengartikannya seperti apa." jawab wanita itu.
Kali ini, Arya menoleh menatap Kamila yang masih memandang lukisan buatan Arya. Lelaki itu kemudian mengerutkan alisnya sejenak.
"Setelah kuingat-ingat... wajahmu dengan lukisan ini mirip juga." ujar Arya.
Kamala tersenyum. "Orang-orang berwajah mirip itu banyak tersebar dimuka bumi, Pak." jawabnya diplomatis. "Bukankah anda pernah dengar istilah dopplegangger?"
Arya tersenyum dan mengangguk sembari mempersilahkan Kamala duduk di sofa. Wanita itu lalu duduk ditempat yang diinginkannya sementara Arya duduk didepannya.
"Ya, aku pernah membaca artikel tentang itu. Francois Brunelle sendiri berupaya membuktikan fenomena tersebut dengan memotret dua ratus orang yang berwajah mirip. Lagipula untuk mengidentifikasi seberapa besar kemiripan kita dengan kembaran kita, otak akan mengaktifkan fusiform gyrus untuk merangkai informasi tentang itu dalam benak kita sendiri." tutur Arya merespon perkataan Kamala yang sempat membahas tentang dopplegangger tersebut.
Kamala merasa terkesan dengan penjelasan presdir itu. Ia mengangguk. "Teruskan..." pintanya.
Arya kembali menjelaskan, "Jangankan orang-orang dari gender yang sejenis, bahkan orang-orang dari jenis gender yang berbeda bisa saja memiliki wajah yang mirip. Tapi ada sebuah perbedaan yang besar antara kadang-kadang beruntung dengan selalu beruntung. Dan persepsi kita tentang kemiripan wajah sangat subyektif."
"Oh ya?" ujar Kamala dengan kagum. "Seberapa subyektifkah?" pancingnya.
Arya mengangkat bahu dan memperbaiki cara duduknya. "Beberapa orang bahkan kesulitan mengenali diri mereka di foto. Sementara yang lainnya tak bisa melupakan wajah orang yang pernah ditemuinya." Arya mengembangkan tangan sejenak lalu menyangga sikutnya dengan lutut. "Seberapa besar kita melihat persamaan, tergantung kepada seberapa familiar kita terhadap hal tersebut." pungkas Arya mengakhiri penjelasannya.
"Berarti menurut Bapak, beberapa dari orang-orang yang terlihat mirip itu justru merasa mereka tidaklah mirip, begitu?" pancing Kamala.
Arya tersenyum. "Bisa dikatakan begitu."
Kamala kembali menatap lukisan buatan Arya. "Apakah... wanita dalam lukisan itu adalah Schnecke?" tanya wanita itu.
"Aku nggak tahu." jawab Arya dengan senyum hambar. "Aku hanya berupaya mengumpulkan memori tentang dia dalam ingatan yang sudah sangat lamur ini."
"Kenapa anda tak mencarinya di berkas sekolah anda dulu?" tanya Kamala, "Bukankah wajahnya nampak terpampang jelas pada foto buku tahunan siswa?"
"Aku berupaya menggali informasi tentang wajahnya sekarang." jawab Arya. "Makanya aku berupaya menghamparkan ingatanku di kertas gambar itu."
Kamala mengangguk-angguk. Arya sejenak menatap lukisan itu, tanpa sadar menggumam. "Aku ingin menemukannya.... bagaimana kabarnya kini?" Lelaki itu kemudian mendesah pelan.
"Anda sangat ingin menemukannya?" tanya Kamala memperjelas keinginan Arya.
Arya menoleh menatapi konselor tersebut lalu mengangguk dengan pelan. "Sahabatku pernah bilang kalau aku harus menemukan seseorang yang saat itu diakrabi benar oleh Muzdalifah..."
"Muzdalifah... itu nama aslinya?" tanya Kamala lagi.
Arya mengangguk lalu merebahkan punggungnya pada sandaran sofa dan menatap langit-langit ruangan. Ia mendesah.
"Ahhhh.... masalahnya sekarang adalah... entah dimana Pak Basyir sekarang berada." ujarnya dengan masygul.
"Bapak tidak mencari datanya di DUKCAPIL?" pancing Kamala.
Arya menggeleng. "Alamat kediamannya dulu, aku memang tahu. Tapi sekarang Pak Basyir sudah tak tinggal disana."
Kamala mengangguk-angguk lalu tersenyum. "Berat juga misi Bapak, ya?" sindirnya.
Arya tersenyum. "Untuk sebuah langkah penebusan dosa... itu masih sangatlah kecil." jawabnya.
Kamala kembali mengangguk-angguk. Wanita itu kemudian memperbaiki letak duduknya. "Sekarang mari kita asumsikan bersama. Bagaimana jika Allah mengijinkan anda bertemu dengannya? Apa yang akan anda lakukan?" tanya wanita itu memicingkan kedua matanya.
Arya tersenyum lagi lalu menundukkan kepalanya sejenak kemudian mengangkat lagi wajahnya menatap Kamala.
"Aku bersedia merendahkan diriku dihadapannya, meminta kerelaannya mengampuni dosa yang kulakukan." jawab Arya dengan mantap.
"Dan kalau perempuan itu memutuskan untuk tidak memaafkan anda seumur hidupnya... apa yang akan anda lakukan?" pancing Kamala lagi.
"Aku tak akan melakukan apapun... itu adalah haknya karena dialah penderitanya. Setidaknya, aku telah lega mengungkapkan segala pengakuanku bahwa aku benar-benar menyesal melakukan itu." Arya kemudian menatap lagi lukisan tersebut. "Entah kenapa... wajah itu terpampang terus dalam benakku... tak mau hilang..."
Kamala menatapi Arya yang kembali menundukkan wajahnya dan tubuh lelaki itu gemetar. Ia kembali mendesah.
"Ohhh... aku bahkan merasa ingin menghabisi diriku sendiri..." ujarnya dengan serak. "Rasa bersalah itu... benar-benar membuat aku serasa terbakar dalam neraka."
"Memang.... kesalahan apa yang Bapak lakukan padanya?" tanya Kamala dengan lirih.
Arya mengangkat wajahnya dengan pelan dan menatap Kamala. Wanita itu melihat kedua mata lelaki itu memerah dan mengalirkan air mata.
"Kami bertiga.... merogolnya bergantian... tanpa henti..." ujar Arya mengakui perbuatannya dan Kamala tanpa sadar menutup mulutnya yang membuka disebabkan rasa kaget yang tak terkira.[]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
NUR ROSYIDAH
bejat amat si Arya n the gang
2022-09-24
0