Kamala manggut-manggut sejenak mendengar keterangan yang terlontar dari mulut lelaki itu. Sejam sudah ia melakukan diskusi dalam sesi hipnotis.
Kamala kemudian menjentikkan jarinya. "Bangunlah Pak... bangunlah..." pintanya dengan lembut.
Perlahan mata Arya yang memejam mulai membuka dan mengerjap-ngerjap. Ia berupaya mengenali lingkungan disekitarnya. Tatapan paling akhir, ia hujamkan ke arah wanita yang duduk santai diatas bangku ramping berkaki tripod, sedang asyik menuliskan sesuatu pada lembaran kertas di c**lipboard.
"Kelihatannya.... aku tertidur lama, ya?" gumamnya memastikan lalu kemudian menguap seraya menutup mulutnya dengan punggung tangan.
"Sebenarnya permasalahan anda bukan pada ketidakinginan untuk membina hubungan dengan perempuan, melainkan ada sebuah masalah yang sebenarnya tidak anda ungkap disini." ujar Kamala kemudian setelah melihat hasil analisisnya pada tulisan-tulisan dilembarannya tersebut.
"Semuanya sudah saya katakan kepadamu." ujar Arya dengan alis berkerut.
"Bagaimana hubungan anda dengan kaum wanita?"tanya Kamala.
"Biasa, tak ada yang aneh dan tak ada yang penting." jawab Arya lagi, "Satu-satunya wanita yang akrab denganku, hanyalah Mama saja."
"Hingga di usia setua ini?" pancing Kamala setengah menyindir.
"Hei, aku belum setua itu." protes Arya. "Umurku baru sekisaran dua puluh delapan tahunan."
"Orang berada seperti anda, apakah memang tidak memiliki teman spesial? Bukankah setahuku, semua lelaki diusia seperti anda, mungkin sudah banyak bertualang dengan wanita-wanita." sindir Kamala dengan senyum.
"Aku adalah pengecualiannya." ujar Arya dengan kesal.
"Saya sendiri merasa aneh dengan itu." komentar Kamala sambil menarik napas lalu meletakkan clipboard diatas nakas.
"Pak Arya... setahuku anda bukan penderita social anxiety disorder. Karir anda telah menyangkal dengan jelas hal itu." ujar Kamala kemudian menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.
"Entahlah..." ujar Arya yang juga bingung dengan dirinya sendiri.
"Anda merasa tertekan dengan ultimatum yang diajukan ibu anda?" tanya Kamala.
"Jika Mama merasa bahwa wanita yang dipilihnya untukku itu baik, maka aku akan menerimanya, tanpa syarat." tandas Arya.
"Atau anda mungkin punya masa lalu yang buruk dengan seorang wanita?" selidik Kamala.
Arya kali ini terdiam. Pertanyaan yang diajukan Kamala membuatnya terkenang lagi kepada mimpi-mimpinya yang senantiasa mengganggu disetiap malam.
Kamala mengamati setiap perubahan sedetail pun yang nampak dari raut wajah Arya. Ia lalu tersenyum.
"Kelihatannya, pertanyaan saya yang terakhir, sedikit banyak benar dalam benak anda." goda wanita itu setengah menyindir lagi.
Arya akhirnya menghela napas dan membuangnya. "Kurasa... kau benar tentang itu."
Kamala mengangguk-angguk lagi sejenak. Keduanya masih diam dalam keheningan yang membaur diruangan tersebut. Akhirnya Kamala menarik napasnya dan bertanya.
"Siapa perempuan itu?" tanya Kamala.
Tiba-tiba Arya langsung duduk tegak dan bangkit. "Kurasa sesi kita sudah selesai." ujar Arya.
Kamala tersenyum lagi.
"Sikap anda ini menunjukkan bahwa hubungan anda dengan perempuan itu sangat membekas. Anda sampai saat ini tak bisa melupakannya. Apakah saya benar, Pak Arya?" pancing Kamala.
Arya masih berdiri dan menatap psikiater itu. Kamala kemudian memcecar lagi.
"Apakah dia mantan kekasih anda?" tanya Kamala lagi.
Arya masih diam.
"Apakah... dia adalah orang yang pernah anda lukai?" selidik Kamala.
"Okelah, kurasa sesi ini sudah cukup bagi kita berdua." ujar Arya lalu melangkah meninggalkan tempat itu.
"Sesi ini belum selesai Pak!" ujar Kamala dengan suara penuh tekanan. "Bapak berupaya menyembunyikan masalah anda yang sebenarnya."
Arya tak meladeni perkataan wanita itu. Langkah telah tiba didepan pinta. Arya baru saja menggenggam gagang pintu, hendak membuka pintu. Namun pertanyaan Kamala membuatnya tiba-tiba tak bisa melakukan hal tersebut.
"Schnucky... siapa dia?" tanya Kamala.[]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments