Muzdalifah tidak menyangka bahwa hari itu adalah hari kehancurannya. Hari yang mana dia akan menerima penghakiman buta akibat hasutan tak berdasar yang mengacu kepada kepribadian dirinya yang disalah pahami orang lain.
Seperti biasa, Muzdalifah melangkah pulang dengan perasaan senang. Dan seperti biasa, Arya dan kedua temannya telah menunggu ditempat yang telah direncanakan.
"Ingat." pesan Arya. "Pekerjaan kita hari ini tidak boleh gagal sama sekali."
"Beres, bro." ujar Iswan dengan senyum. "Semuanya sudah terencana dengan baik."
"Sst... diamlah, itu Schnecke sudah tiba." sela Rudi dengan lirih dan menunjuk ke suatu arah.
Mereka menatap Muzdalifah yang muncul dari belokan jalan, melangkah mendekat. Ketiga pemuda itu bergegas menyembunyikan diri dan mengamati Muzdalifah dari persembunyian mereka.
Muzdalifah tiba di kediaman kontrakannya. Sejenak ia memeriksa sekitaran dan kemudian membuka pintu rumah lalu masuk kedalam.
"Saatnya beraksi, teman-teman!" ujar Iswan dengan lirih.
Arya langsung keluar dari persembunyiannya dan melangkah menyeberangi jalan sembari mengawasi keadaan sekitar dengan cara tak langsung. Rudi dan Iswan menyusul kemudian.
Ketiganya memasuki pekarangan rumah dan Iswan langsung mengeluarkan peralatan, membongkar kunci pintu sementara Rudi dan Arya mengawasi keadaan dengan cara tak kentara.
KLEK!!!...
Pintu membuka dan mereka masuk ke dalam ruangan tersebut. Suara pintu membuka membuat Muzdalifah yang masih berdiri didepan pintu kamarnya, menoleh dan terkejut.
"Kalian!!!" serunya dengan kaget.
Rudi dan Iswan bertindak cepat menyerbu ke arah Muzdalifah yang masih terdiam kaget. Iswan mencekal kedua tangan gadis itu sedang Rudi dengan cekatan mengeluarkan lakban dan menempelkan perekat itu ke mulut Muzdalifah untuk mencegahnya bersuara.
"Mmmmhhhh... mmmmppphhhh..." teriak Muzdalifah berontak meskipun mulutnya disumpal lakban tersebut. Tubuh gadis itu meronta-ronta. Sementara Arya menutup lagi pintu lalu melangkah ke arah Muzdalifah.
Kedua matanya membesar menyaksikan Arya yang melangkah dengan santai mendekatinya.
"Apa kabar, Schnecke?" sapa Arya dengan senyim bengis.
"Mmmmmhhh..." seru Muzdalifah sekali lagi dan hendak meronta.
"Diam! Jika tidak, kubunuh kamu!!" sergah Arya dengan lirih.
Muzdalifah terpaksa diam dengan wajah penuh marah. Arya menyuruh Iswan dan Rudi menyeret Muzdalifah ke dalam kamar. Gadis itu kembali meronta-ronta tapi kedua pemuda itu tak perduli lagi.
Gadis itu dihempaskan ke kasur dan terbaling terlentang. Rudi dan Iswan berada disampingnya memegangi tangannya.
"Kamu tahu kesalahanmu, Schnecke?" desis Arya dengan senyum puas.
Muzdalifah membelalakkan matanya dan kembali suaranya yang tersumpal lakban kembali terdengar.
"Sudah, sudah... aku nggak mau mendengar alasanmu." ujar Arya. "Intinya, kau harus membayar semua perkataanmu tempo hari..."
"Mmmpppphhh... mmmmmhhh..." ronta Muzdalifah.
"Ngapain kamu membela diri? Nggak ada gunanya, tahu nggak?" tukas Arya yang kemudian mengulurkan tangannya menyentuh retsluiting celana dan menurunkannya.
Mata Muzdalifah kembali membesar dan wajahnya menyiratkan ketakutan. Gadis itu mungkin telah memperkirakan apa yang akan terjadi pada dirinya sebentar lagi.
"Kamu sugar baby dari Pak Basyir, kan? Pasti milikmu sudah sering merasai daging panjang milik kepala sekolah..." Arya kemudian mengeluarkan benda miliknya yang sudah menegang dan memanjang dengan gagahnya.
"Apa salahnya jika aku merasaimu juga?" ujar Arya sembari menurunkan celananya sehingga benda itu makin terpampang jelas.
Muzdalifah ketakutan dan memelas seakan meminta Arya mengurungkan nafsu bejatnya. Tapi Arya yang sudah kelewat kesal mengingat peristiwa beberapa hari itu, ditambah nafsu shayatinnya yang telah menggelegak membuat pemuda itu menyingkirkan akal sehatnya.
Muzdalifah kembali berontak dan meronta. Arya memandang Rudi dan Iswan.
"Pegangi dia!!!" seru Arya.
"Mmmmmhhhhppphhh...." ronta Muzdalifah lebih keras lagi. Kedua kakinya menendang-nendang, menolak kehadiran Arya diwilayah paling pribadinya.
Iswan dan Rudi memegangi tangan dan kaki gadis itu. Muzdalifah terlihat menangis namun suaranya tak terdengar karena terhalang oleh lakban yang menempel ketat di mulutnya.
Gadis itu gemetar saat Arya meraih penutup bagian itu dan menariknya dengan paksa.
"Rasakan pembalasanku, Schnecke!!!" ujar Arya dengan geram mendempetkan bagian bawahnya dengan wilayah pribadi milik Muzdalifah.
Gadis itu merem-melek ketika merasai Arya menempelkan benda panjangnya pada permukaan kelopak mawar itu. Dan Ia berupaya menembusinya.
Muzdalifah mengerang-erang dengan mata yang membelalak. Arya sendiri mengerutkan alisnya.
Lho? Kok sempit?
Arya menggeram dan mendesakkan pinggulnya lebih keras. Seketika tubuh Muzdalifah menegang dan gemetar saat benda itu memasuki ceruk gua dengan paksa.
Arya kaget bukan main.
Hah? Dia masih perawan? Nggak mungkin!!!
Muzdalifah mendengus-dengus kesakitan dan matanya tetap merem-melek. Tapi semua sudah terlanjur maka Arya tetap menjalankan aksinya merudapaksa Muzdalifah.
Kegiatan itu hanya berlangsung singkat dan Arya menumpahkan saripatinya di lubuk swanita milik Muzdalifah.
Pemuda itu mengerang. Iswan yang tak sabar langsung menepuk pundak Arya.
"Giliran aku!!!" ujarnya dengan berahi yang ditahan-tahan.
Arya melepaskan benda miliknya dari wilayah pribadi gadis itu. Iswan kaget melihat darah yang mengalir. Sementara Arya sendiri telah mengepas kembali celananya.
"Ya?! Nggak salah nih?" tanya pemuda itu dengan lirih.
Arya hanya mengangguk dengan perasaan campur-aduk. Tapi Iswan, bukannya berhenti justru malah mendorong Arya dan menempatkan miliknya diwilayah itu.
Kembali tubuh Muzdalifah menengang dan mengejang ketika Iswan memasukkan kepunyaannya yang kelihatannya lebih extra dari milik Arya. Iswan merogol Muzdalifah dengan brutal dan akhirnya memuncratkan segala hasrat syaithannya ke dalam rahim milik gadis itu. Rudi malah jadi kasihan dan berniat menangguhkan dirinya.
"Nggak! Sudah tanggung!" tandas Iswan dengan gigih. "Jangan berlagak suci kau. Cepat tuntaskan! Kita tanggung hal ini bertiga!" ujar lelaki itu sambil menaikkan celananya.
Akhirnya Rudi menggenjotkan tubuhnya ke tubuh Muzdalifah. Gadis itu sudah lelah mengejang dan menegangkan tubuhnya akibat perlakuan ketiga laki-laki itu. Belum sampai Rudi menumpahkan tirtakama, Muzdalifah akhirnya pingsan.
"Sudah ah!" ujar Rudi mencabut benda miliknya. Pemuda itu memakai kembali celananya.
"Ayo kita pergi!" ajak Arya.
"Tunggu." ujar Iswan kemudian mengeluarkan ponselnya dan mulai memotret Muzdalifah. Tak lupa ia memotret bagian pribadi gadis itu yang tak henti-hentinya mengalirkan cairan kental putih susu. Iswan menatap Arya.
"Aku akan mengancamnya dengan foto-foto ini." ujar Iswan dengan senyum cabul. "Kali ini, hidup perempuan ini ada ditangan kita bertiga!"
"Ayo pergi!" ajak Arya.
Kedua pemuda itu melangkah meninggalkan tempat itu sementara Iswan menutup pintu kamar Muzdalifah lalu melangkah menyusul Arya dan Rudi yang lebih dulu telah menyeberangi jalan.
Iswan tiba saat Arya menaiki kendaraannya dan Rudi memastikan keadaan.
"Aman?" tanya Arya.
"Aman, men." jawab Iswan dengan senyum khasnya yang mesum itu.
Arya mengangguk dan menyalakan mesin sepeda motornya lalu melaju meninggalkan tempat itu, menyusul Iswan dan Rudi yang melaju dengan sepeda motor cub miliknya menjauhi tempat itu.[]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
NUR ROSYIDAH
merasa prihatin atas perlakuan yg diterima mus
2022-09-24
0
Susanti
heran, ini cerita bagus banget lho thour tapi kok ndak ada yang baca ? apa belum ada yang tau yah, serius ini ceritanya bagus tulisanya juga rapi. Semangat thour.......
2022-09-09
1