Suara canda tawa terdengar di salah satu ruangan rawat inap di Rumah Sakit Cipta, di kamar itu Tisya , Kirana dan ayahnya Bimo Harsa saling bersenda gurau, setelah di tangani dokter ayah Tiysa sudah dalam kondisi yang lebih baik.
"Tisya ... mengapa kamu terus memandangi jam tangan mu," tanya ayah Tisya penasaran, Tiysa terlihat sudah beberapa kali melirik jam tangannya.
"Itu ayah ... anu ...," jawab Tisya terbata-bata.
Melihat itu Ibu Tisya kembali menggoda anaknya.
"Tisya lagi menunggu Tris ...."
"Ibuu ...."dengan suara manja Tisya tidak membiarkan Kirana menyelesaikan kalimatnya.
Lagi-lagi ibunya kembali tertawa, sejak kemarin Kirana terus-terusan menggoda anak gadisnya.
Melihat tingkah ibu dan anak ini Ayah Tisya terlihat kebingungan. Ayah Tisya baru saja dipindahkan dari ruang ICU ke ruang rawat inap, jadi dia tidak mengetahui kisah asmara putrinya ini.
"Nanti aku ceritakan ketika kamu sudah baikan," ucap ibu Tiysa sambil membelai rambut suaminya.
Tiysa tersenyum mendengar jawaban dari ibunya, sedangkan ayah Tiysa hanya bisa mengangguk walaupun sebenarnya dia sangat ingin mengetahui apa yang menyebabkan putrinya bereaksi seperti anak kecil.
Tak berselang lama seorang perawat masuk ke dalam kamar mereka, Tiysa mengenali perawat muda itu, perawat itu yang kemarin menyampaikan pesan kepada Tiysa.
"Nona Tiysa, seseorang sedang menunggu anda di lobi Rumah Sakit," ucap perawat itu kepada Tiysa.
Tisya sangat senang saat mendengar pesan yang disampaikan perawat muda itu, namun kali ini dia menahan diri, dia tidak mau lagi terlihat memalukan seperti kemarin, apalagi saat ini ayah Tiysa juga berada disini.
"Terima kasih suster," jawab Tisya sambil tersenyum.
Setelah menyampaikan itu kepada Tiysa, perawat muda tadi izin pamit kepada kedua orang tua Tiysa, lalu meninggalkan ruangan itu.
Tisya melihat kedua orang tuanya, dengan wajah memelas dia berkata. "Ayah, Ibu ...."
Ibu Tiysa tersenyum bahagia, akhirnya pemuda yang ditunggu anaknya tiba.
"Pergilah, Nak, biar Ibu yang menjaga ayahmu." Ibu Tiysa memberikan izin kepada putrinya yang sudah terlihat gelisah.
"Terima kasih Ibu." Tisya mengecup kening ayah dan ibunya, setelah itu dia meninggalkan ruangan tersebut.
"Istriku, ada apa dengan anak kita?" Ayah Tiysa semakin heran dengan sikap anaknya, bagi Bimo Harsa ini juga permata kali dia melihat Tiysa bertingkah menggemaskan seperti itu.
Karena Tiysa sudah meninggalkan ruangan, ibu Tiysa akhirnya bercerita mengenai pemuda yang bernama Tristan kepada ayah Tiysa, dan kejadian lucu lainnya ketika ayah Tiysa tidak sadarkan diri. Ayah Tiysa terlihat beberapa kali tertawa lepas mendengar cerita dari Ibu Tiysa.
—
Tisya sudah sampai di lobi rumah sakit, dia melihat orang-orang yang berada di lobi itu, namun dia tidak menemukan sosok pemuda yang telah membuatnya gelisah sepanjang hari.
"Nona Tiysa, Tuan Muda menunggu anda di mobil," kata seorang pria dari arah belakang Tiysa.
Tentu saja Tiysa mengenali suara tersebut, itu adalah suara Haris, Tiysa menoleh ke belakang dan mohon pamit kepada Haris, lalu segera menuju pelataran parkir Rumah Sakit Cipta.
Di parkiran Tiysa menghampiri mobil yang kemarin mengantarnya ke Rumah Sakit Cipta, Tiysa tentu saja tidak langsung membuka pintu mobil, dia terlebih dahulu mengetuk kaca pintu mobil.
Tristan yang sudah melihat Tiysa berdiri diluar, segera membuka pintu mobil, lalu turun untuk bertemu Tiysa.
"Bagaimana kabar ayahmu?" ucap Tristan sambil menutup pintu mobil yang berada di belakangnya.
"Dia sudah siuman, kondisinya sudah semakin membaik, saat ini ayahku sudah dipindahkan ke ruang rawat inap," balas Tiysa sambil menatap wajah Tristan.
"Oh, syukurlah kalau begitu." Tristan lalu mulai berjalan yang diikuti Tisya di sampingnya.
Tidak jauh dari parkiran mobil terdapat sebuah taman kecil yang biasa digunakan keluarga pasien untuk beristirahat, Tristan dan Tiysa berhenti di tempat itu. Beberapa bangku yang terbuat dari besi terlihat kosong, mungkin karena saat ini sedang jam besuk, sehingga keluarga pasien diperbolehkan masuk ke dalam kamar untuk bertemu keluarga mereka.
"Maaf Tiysa, aku mungkin tidak akan sempat untuk bertemu kedua orang tuamu," ucap Tristan sambil mempersilahkan Tiysa duduk di sampingnya.
"Tidak apa-apa," balas Tiysa, dia lalu berkata, "Bagaimana dengan urusan mu apakah sudah selesai?"
"Iya, setelah ini kami berencana kembali ke Jakarta," balas Tristan.
Mendengar itu ekspresi wajah Tiysa terlihat sedikit kecewa, Tiysa sebenarnya ingin memperkenalkan Tristan, orang yang telah menolongnya ini kepada kedua orang tuanya saat kondisi ayahnya sudah lebih baik.
Ayah dan ibu Tiysa berdomisili di kota Bogor, dan dari apa yang baru saja Tristan sampaikan, dia dapat menyimpulkan jika Tristan berdomisili di Jakarta, untuk mempertemukan mereka tentu saja akan menjadi sulit.
Tristan juga dapat menyadari ekspresi Tiysa yang terlihat kecewa, oleh karena itu Tristan mengubah topik pembicaraan menjadi seputar ayah dan ibu Tiysa.
Sepertinya topik yang dipilih Tristan tepat mengenai sasaran, ketika Tiysa berbicara mengenai kedua orang tuanya, kini dia terlihat lebih ceria, Tristan memperhatikan wajah Tiysa yang terus dihiasi senyuman selama bercerita. Dalam hati dia terus mengagumi kecantikan dan kepribadian dari Tiysa.
Selama 30 menit Tiysa terus bercerita mengenai ayah dan ibunya, dan selama 30 menit pula Tristan mendengarkan Tiysa bercerita, sambil memanjakan matanya dengan kecantikan Tiysa.
"Tiysa ...," ucap Tristan sambil memegang tangan Tiysa.
Tiysa yang sedang asik bercerita sedikit terkejut ketika Tristan menggenggam tangannya, Tiysa lalu menoleh ke arah Tristan, belum sempat ia menjawab Tristan, sebuah ciuman sudah mendarat di bibirnya.
Selama 5 detik Tiysa diam tak bergerak sama sekali, Tiysa bingung untuk merespon ciuman dari Tristan, dia terkejut dan ingin marah karena pria yang baru dikenalnya ini berani menciumnya.
Namun entah mengapa dilain sisi dia juga merasa senang, dan rasa senang itu mendominasi perasaan marah, untuk Tiysa ini pengalaman baru baginya, ketika dia merasa terkejut, senang, dan marah di saat yang bersamaan.
Setelah Tristan mencium bibirnya, Tiysa tak lagi berani melihat wajah Tristan, dia menunduk, wajahnya tersipu kemerahan. Tiysa ingin segera melarikan diri dari tempat itu, namun entah mengapa dia tidak bisa menggerakkan tubuhnya.
Tristan menatap wajah Tiysa, dia tersenyum, Tristan sendiri sudah siap jika Tisya menamparnya seperti Yono, dan tentu saja dia bersyukur Tiysa tidak melakukan hal tersebut, malam itu di mata Tristan, Tisya terlihat sangat cantik dan anggun, hal itu yang membuat dirinya nekat mengambil resiko.
"Ayo Tiysa, kita berdua sudah cukup lama disini, aku tidak mau membuat ayah dan ibumu khawatir." Tristan berdiri sambil menarik tangan Tiysa dengan lembut.
Tiysa menurut, tak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya, dia juga masih tidak berani melihat wajah Tristan. Mereka berdua kembali menuju lobi Rumah Sakit.
"Tiysa ... Tiysa...." Tristan memanggil nama Tiysa saat mereka sudah berada tepat di depan pintu masuk Rumah Sakit.
"Iya ...," jawab Tisya dengan singkat.
"Kita sudah sampai di depan pintu masuk" balas Tristan sambil menunjuk pintu rumah sakit dengan tangan kirinya, karena sejak tadi tangan kanannya masih memegang tangan Tiysa.
"Oh ... iya ...," jawab Tiysa singkat, pikiran Tiysa masih memproses kejadian yang baru saja terjadi. Jadi dia tidak sadar akan situasi di sekitarnya.
Tristan lalu mengusap kepala Tiysa dan berkata. "Tiysa Happy Birthday."
Setelah mendengar kalimat itu barulah Tiysa tersadar. Dengan ekspresi malu, dia langsung melepas tangannya yang masih dipegang oleh Tristan.
"Te ... terima kasih Tristan." Dengan terbata-bata Tiysa menjawab ucapan selamat ulang tahun dari Tristan.
Dari arah parkiran, Haris menghampiri Tiysa dan Tristan, di tangannya Haris memegang jaket yang kemarin ketinggalan di mobil.
"Nona Tiysa ini jaket anda," ucap Haris sambil menyerahkan jaket yang berada di tangannya kepada Tiysa.
"Terima kasih Pak Haris," balas Tiysa sambil tersenyum ramah kepada Haris.
Setelah menyerahkan Jaket, Haris langsung kembali menuju parkiran mobil.
Tiysa sendiri masih belum berani menatap wajah Tristan, dia masih merasa gugup karena kejadian di taman tadi.
"Tiysa apakah kamu marah kepadaku?" Tristan bertanya kepada Tiysa yang sejak tadi tidak mau menatap wajahnya.
Tisya menoleh ke arah Tristan dan berkata "Tidak Tristan ... aku ...."
"Apakah kamu tidak menyukai yang baru saja aku lakukan?" Tristan kembali bertanya kepada Tiysa dengan rasa penasaran.
"Tentu saja aku menyukainya," sahut Tiysa, "Ahh ...." Dia langsung membekap mulutnya dengan tangannya sendiri ketika menyadari yang baru saja dia katakan. "Ahhhh mulut bodoh," gumam Tiysa dalam hati.
Tristan tersenyum mendengar jawaban spontan dari Tiysa.
"Kalau begitu aku mohon pamit, sampaikan salamku kepada kedua orang tuamu." ucap Tristan sambil berbalik menuju ke arah pelataran parkir.
"Tungu Tristan!" Tiysa menarik lengan jas yang dikenakan Tristan untuk menahannya.
"Terima kasih untuk semuanya," sambung Tiysa sambil tersipu malu.
"Sama-sama Cantik," balas Tristan sambil mengelus pipi Tiysa. Setelah itu Tristan kembali ke mobil, tak berselang lama, mobil mereka terlihat meninggalkan Rumah Sakit Cipta.
"Astaga dia menciumku." Tiysa memegang kedua pipinya sambil mengingat peristiwa yang terjadi di taman, dia tidak menyangka jika Tristan akan melakukan itu.
"Tristan ternyata pacar Nona Tiysa, kalian memang pasangan yang serasi."
Suara seorang wanita membangunkan Tiysa dari lamunannya.
Tiysa segera menoleh ke arah suara tersebut, ternyata itu adalah perawat muda yang sudah dua kali menyampaikan pesan kepadanya.
"Trisan bukan pacarku ...," balas Tiysa kepada perawat dengan ekspresi wajah yang terlihat sedikit panik.
"Oh ..., meskipun dia sudah mengelus kepala dan pipimu dengan mesra?" perawat tadi kembali bertanya kepada Tiysa.
"Bagaimana kamu mengetahuinya?" balas Tiysa yang merasa bingung karena perawat itu mengetahui apa yang baru saja Tristan lakukan.
Walaupun tadi pikirannya kemana-mana setidaknya dia sadar jika saat itu tidak ada orang disekitarnya.
"Bagaimana mungkin aku tidak mengetahuinya, kalian beradegan mesra di depan pintu masuk," balas perawat itu sambil menunjuk pintu masuk Rumah Sakit yang terbuat dari kaca transparan.
Tiysa menoleh ke arah yang di tunjuk perawat, dari balik kaca dia melihat jika orang-orang yang berada di lobi kini sedang menatapnya, mereka tentu saja juga dapat melihat adegan bak film drama tadi.
"Astaga..!" ucap Tisya sambil menutup muka dengan jaketnya, dia lalu pamit kepada perawat tadi untuk kembali ke ruangan tempat ayahnya dirawat.
Perawat dan orang-orang di lobi tentu saja tertawa melihat tingkah Tiysa yang seperti itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Betty Nurbaini
hem tiysa kmu cpet banget membuka hati
2022-06-03
1
Yoon Gi
So sweet 🥰🥰
2022-06-02
0
Rara
keren thor👍👍
2022-06-01
1