Tristan membuka pintu, dia meminta salah satu karyawan wanita di sana memesan makanan untuk dia dan Dian. Setelah itu dia kembali menutup pintu ruangannya.
Beberapa saat kemudian, karyawan tadi kembali membawa makanan yang Tristan pesan, ketika melihat makanan sudah datang, Dian hendak berdiri untuk mengatur makanan itu di meja, namun Tristan melarangnya dan memintanya untuk melanjutkan pekerjaan, Tristan sendiri yang kemudian mengatur makanan di meja.
Setelah semuanya siap, barulah Tristan memanggil Dian untuk makan bersama, sambil makan, mereka berdua berdiskusi tentang pekerjaan, Dian terlihat sangat menikmati waktu yang dia habiskan bersama pimpinannya.
Semenjak bergabung dengan Tirta Wira Perkasa, ini pertama kali baginya merasa senang dengan pekerjaannya. Sebelumnya dia merasa jika bekerja di perusahaan ini adalah neraka baginya.
Setelah makan pun sama, ketika Dian hendak merapikan meja tempat mereka makan tadi, Tristan kembali melarangnya dan memintanya kembali bekerja. Sambil menyortir dokumen di meja, Dian sesekali melirik Tristan yang sedang merapikan tempat mereka tadi makan bersama.
Cakra yang baru saja kembali dari makan siang melihat ke arah ruangan Tristan yang pintunya masih tertutup. Dia kemudian bertanya kepada salah satu karyawan wanita yang juga baru kembali dari makan siang.
"Sejak Dian masuk, apakah dia belum keluar dari ruangan CEO?" tanya Cakra sambil menatap pintu ruangan Tristan.
"Iya Pak Cakra, waktu makan siang pun mereka makan bersama di ruangan Pak Tristan," Jawab Karyawan wanita itu tanpa menaruh curiga sama sekali dengan pertanyaan dari Cakra.
"Hahaha ..., si Tristan itu sebegitu senangnya sama Dian, bahkan dia melakukannya di siang bolong," ucap Cakra yang terlihat berbicara sendiri lalu meninggalkan karyawan wanita tadi yang terlihat kebingungan.
—
Dian melirik jam tangan yang berada di tangan kirinya, waktu sudah menunjukkan pukul 15.00, sudah 5 jam mereka terus bekerja, ini pertama kali bagi dia sesibuk itu, dia merenggangkan badannya, sambil memijat sendiri lehernya yang terasa sedikit tegang.
"Sini kubantu," ucap Tristan sambil menyentuh leher bagian belakang Dian.
"Tidak usah Pak Tristan," balas Dian yang terlihat ingin menolak tawaran dari Tristan.
"Sudah, tidak apa-apa, kamu memang membutuhkan ini, sejak tadi kamulah yang paling bekerja keras, anggap saja ini sebagai ucapan terima kasihku," ucap Tristan sambil memijat leher Dian dengan lembut.
Mendengar itu, Dian pun menerima tawaran dari Tristan, dia lalu bersandar di kursinya dan menikmati pijatan yang diberikan Tristan.
"Dian maafkan aku karena sudah merepotkanmu di hari pertamaku kerja." Tristan sedikit merasa bersalah kepada Dian, walaupun sudah menjadi kewajiban Dian untuk bekerja, namun pekerjaan ini seharusnya dilakukan oleh beberapa orang secara bertahap.
Sedangkan hari ini pekerjaan beberapa orang itu dia serahkan kepada Dian, bukan tanpa alasan, saat ini yang bisa Tristan percaya di kantornya hanya Dian.
"Tidak apa-apa Pak, ini juga sudah menjadi tugasku, malah sebenarnya aku yang harus minta maaf kepada Pak Tristan karena tidak mengerti apa yang harus aku kerjakan, sehingga setiap hari tumpukan dokumen ini semakin menumpuk tanpa penyelesaian," balas Dian.
Tristan tersenyum mendengar jawaban dari Dian, Tristan tahu saat ini hanya Dian yang bisa dia andalkan.
Sedangkan Dian sendiri sudah jatuh hati kepada Tristan, tidak hanya karena Tristan tampan, namun sikap lembut Tristan kepadanya juga menjadi salah satu faktor yang membuatnya menyukai Tristan.
Dian sendiri sadar jika cintanya hanya akan bertepuk sebelah tangan, apalagi Tristan tadi juga sudah memperjelas kepada Dian bahwa dia sudah bertunangan, dan dia termasuk orang yang menghargai suatu hubungan.
Hal itu juga yang membuat Dian akhirnya menerima tawaran Tristan memijat lehernya, dia tahu ketika Tristan menawarkan itu, itu benar-benar bentuk perhatian Tristan kepada dia sebagai karyawan di perusahaan itu, dan tidak lebih.
Setelah menerima pijatan dari Tristan, rasa tegang di leher Dian sudah hilang, mereka berdua melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda.
Di luar ruangan Gea datang mengunjungi Tristan, dia saat ini sedang berbicara dengan salah seorang karyawan dan meminta izin untuk bertemu dengan Tristan. Semua karyawan di tempat itu tentu saja sudah mengenal Gea sebagai anak Purwadi Kuncoro yang juga adalah tunangan dari CEO baru mereka.
Gea sudah beberapa kali menemani ayahnya ketika datang ke perusahaan ini. Namun karyawan itu tetap menahannya karena pesan yang ditinggalkan Tristan tadi sudah jelas, bahwa dia tidak ingin diganggu.
"Siapa yang Tristan temui di ruangan itu ?" tanya Gea kepada karyawan di depannya.
"Oh, Pak Tristan lagi meeting dengan Ibu Dian, manager marketing di perusahaan ini," jawab karyawan tersebut.
"Manager marketing?" gumam Gea, dia kembali mengingat ketika dia dulu datang bersama ayahnya ke tempat ini. Seingatnya waktu itu ayahnya sempat memperkenalkan Gea dengan manager marketing disini.
"Ah ..., wanita cantik itu," ucap Gea yang akhirnya bisa mengingat sosok Dian.
"Sudah berapa lama mereka di dalam?" tanya Gea dengan ekspresi wajah yang terlihat panik.
Karyawan tadi langsung melirik jam dinding yang berada tidak jauh dari tempatnya. "Sudah 5 jam lebih," jawab karyawan itu.
" 5 Jam lebih ?! apa yang mereka lalukan ?!" sahut Gea, dia mulai panik dan dengan cepat langsung menuju ruangan Tristan.
Melihat Gea menuju ruangan Tristan, karyawan wanita tadi langsung mengejarnya, dia takut jika Tristan akan marah karena sudah membiarkan orang masuk keruangannya.
Namun Gea sudah lebih dulu lari dan tidak terkejar lagi, tanpa mengetuk, Gea langsung membuka pintu ruangan Tristan yang tidak terkunci.
Tristan sempat mengunci pintu ruangannya, itu karena dia tidak mau orang salah paham ketika Dian sedang menangis di ruangannya, setelah mereka mulai bekerja, Tristan tidak lagi mengunci pintu ruangannya, oleh karena itu Gea dapat membuka pintu ruangan Tristan.
"Tristan ..!" seru Gea.
Tristan menoleh ke pintu yang dibuka tiba-tiba, "Gea ..?" ucapnya dengan sedikit terkejut, dia lalu melirik jam dinding yang berada di atas pintu masuk ruangannya, waktu menunjukkan sudah pukul 15:22.
"Ah ... sudah selama itu ya," gumam Tristan ketika menyadari jika mereka sudah bekerja selama 5 jam lebih.
Dari belakang tampak karyawan wanita tadi berhasil mengejar Gea, dia langsung meminta maaf kepada Tristan.
"Tidak apa-apa dia tunanganku," balas Tristan sambil tersenyum kepada karyawan tadi. Mendengar jawaban Tristan, karyawan tadi bernafas lega, dia lalu mohon pamit kepada Tristan dan Gea.
Dian juga langsung menyapa Gea ketika melihatnya di pintu. "Nona Gea," sapa Dian sambil sedikit menunduk.
Gea membalas sapaan dari Dian dengan tersenyum, dia lalu melihat ruangan kerja Tristan yang kini penuh dengan dokumen yang bertumpuk. Beberapa kertas bahkan dibiarkan tergeletak di lantai ruangan itu.
Gea sudah sering datang ke ruangan ini, dan ini pertama kali dia melihat ruangan ini seperti kapal pecah.
"Gea, maaf aku lupa jika sudah berjanji menjemputmu setelah pulang kuliah," ucap Tristan yang merasa bersalah kepada Gea.
"Ah tidak apa-apa," jawab Gea, "tapi Tristan ada apa ini?" tanya Gea sambil melihat kembali ruangan Tristan yang berantakan.
"Kami sedang membuat rencana penjualan, dan itu butuh data perusahaan beberapa tahun terakhir, jadi karena itulah tempat ini berantakan" balas Tristan sambil kembali melanjutkan pekerjaannya.
Gea menutup pintu ruangan Tristan dan mulai melihat dokumen yang tersebar, Gea sendiri saat ini sedang mengambil jurusan manajemen bisnis jadi setidaknya dia bisa membaca grafik dan data yang tertera di dokumen.
Gea lalu menuju ketempat Dian, dan mengamati apa yang Dian kerjakan.
Dian sendiri tetap fokus mengerjakan pekerjaannya.
Tak berselang lama Tristan juga menghampiri Dian, dia lalu mengambil beberapa berkas yang telah selesai dikerjakan oleh Dian.
Tristan melihat data yang tertera di salah satu dokumen di tangannya, Perusahaan Tambang di Kalimantan yang berkantor pusat di Jakarta, dari data yang tertulis, perusahaan itu membutuhkan 25 unit armada alat berat, dengan nilai transaksi 33 Milyar Rupiah. Sudah lima bulan Dian mencoba menjual di tempat itu, namun selalu menemui jalan buntu.
Di berkas itu terdapat tiga nama beserta nomor ponsel mereka, Hendra - Manager Pembelian, Slamet - CEO, dan James pria asal California Amerika Serikat sebagai owner dari Perusahaan itu. Tristan sendiri cukup terkejut melihat data yang tertera, tidak mudah untuk mendapatkan nomor telepon dari owner perusahaan, apalagi jika owner itu berasal dari luar negeri.
Hal itu yang membuat Tristan semakin yakin jika CEO yang dulu menjabat benar-benar handal dalam memimpin perusahaan ini.
Ketika Tristan sedang mengetik nomor james di ponselnya, sebuah nama muncul dilayar ponselnya, dan nomor itu sama dengan nomor yang tertera di dokumen.
"Oh, uncle James," gumam Tristan dalam hati sambil tersenyum. Tristan lalu menghubungi nomor tersebut.
Perhatian Dian dan Gea kini tertuju pada Tristan yang sedang menunggu jawaban panggilan telepon. Mereka juga terlihat cemas, karena tahu nilai transaksi ini cukup besar.
"Hello," jawab orang itu.
"Uncle James, it's me Tristan," balas Tristan dengan menggunakan Bahasa Inggris.
"Tristan? oh Putra Gennady, bagaimana kabarmu?" jawab James yang langsung mengenali suara Tristan.
Dian dan Gea sedikit terkejut melihat Tristan yang menggunakan bahasa inggris, mereka tidak menyangka jika Tristan akan menghubungi owner dari perusahaan itu. Dian sendiri sudah merasa sangat kesulitan untuk menghubungi Manager perusahaan itu, sedangkan Tristan kini dengan mudahnya menghubungi pemilik dari perusahaan itu.
Ketika mereka berbicara juga tidak terlihat seperti negosiasi, itu lebih terlihat seperti seorang anak yang berbicara dengan pamannya.
Setelah berbicara selama beberapa menit, Tristan mengakhiri pembicaraannya dengan James, Dian dan Gea tentu semakin gugup menunggu hasil negosiasi Tristan.
"Dia tidak butuh 25 unit," jawab Tristan dengan nada sedih.
Dian dan Gea ikut tertunduk sedih mendengar jawaban dari Tristan.
"Dia butuh 240 unit dengan metode pembayaran Tunaim" sambung Tristan sambil tersenyum kepada Dian dan Gea yang berhasil dikerjai olehnya.
"240?" Dian dan Gea saling menatap seakan tidak percaya.
"Iya 240 unit dengan nilai transaksi 314 Milyar rupiah," ucap Tristan sambil tertawa melihat ekspresi Dian dan Gea.
Dian dan Gea langsung meloncat kegirangan, mereka berdua langsung memeluk Tristan secara bersamaan.
Tristan hanya bisa tertawa melihat tingkah mereka yang seperti anak kecil, Gea juga tidak mempermasalahkan ketika Dian memeluk tunangannya, dengan melihat kondisi ruangan Tristan, Gea tahu jika Dian sudah sangat membantu tunangannya, bahkan dalam hati dia juga berterima kasih kepada Dian yang sudah membantu Tristan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Nuhda Rahman
mana tisya munculkn dong thor
2022-05-19
1
Leny Angie Chavella
tiysa mana?
2022-05-15
2
kak masun
apakabar dg tiysa??
2022-05-15
2