"Hah, nangis? Enggak aku nggak nangis." elak Bara, dalam hitungan detik ia sudah mengubah ekspresi wajahnya menjadi senyum kelegaan.
"Mas, bajuku basah kok main peluk?"
Bara melerai pelukan, ia memegang kedua bahu Rea kemudian beralih ke pipinya.
"Kamu mandi dulu gih, aku siapin air hangat biar gak masuk angin. Badan kamu basah kuyup."
Rea terpaku, perlakuan sederhana Bara berhasil menjeratnya untuk tetap berada di sisi laki-laki itu. Padahal jika difikirkan, siapa Rea? siapa dirinya dalam hidup Bara? masih menjadi teka-teki karena sampai saat ini tak ada ikatan apapun dalam hubungan mereka.
"Mas?" Panggil Rea seolah menyadarkan Bara yang terdiam lama menatapnya.
"Ah iya, aku siapin sekarang." Bara tersadar kemudian hendak melangkah ke kamar mandi.
"Gak usah, Mas. Kamu gak perlu melakukannya, biar aku sendiri." tolak Rea.
"Baiklah," ucap Bara seraya mengusap-usap rambut Rea.
Rea melangkah masuk ke kamar mandi, sementara Bara bersandar di sofa dengan hati yang lega.
Penasaran, ia mengintip paperbag yang hampir basah itu. Mungkin akan menjawab kemana perginya Rea.
"Astaga Rea." Ia menggelengkan kepalanya setelah tau Rea baru saja pergi ke toko buku.
"Dia pasti jenuh sendirian disini." Bara tersenyum sendiri melihat novel-novel yang dibeli oleh Rea, judulnya berhasil membuatnya menggelengkan kepala berulang-ulang.
"Mas?" Rea keluar dengan handuk yang melilit rambutnya. Dress santai selutut berwarna putih membuat Rea semakin terlihat cantik tanpa make up sekalipun.
"Kamu baca novel-novelku ya? jangan ih malu." Rea merebutnya dari tangan Bara dengan cepat.
"Kenapa? malu ketahuan kalau bacaanmu novel dewasa haha?" Bara tertawa, sementara Rea menekuk wajahnya cemberut.
"Sini." Bara menepuk sofa sebelahnya agar Rea ikut duduk.
"Nggak mau." Rea memeluk novel-novelnya di dada, berharap Bara tak tau apa yang ia baca, padahal sudah jelas tadi Bara sempat membolak-balik novelnya, dan Rea yakin laki-laki itu pasti sedang mengejeknya dalam hati.
"Sini dulu, jangan nakal deh."
"Ada apa sih, Mas. Kalau mau pinjem novel lebih baik jangan deh."
"Bukan, tapi aku berencana membawamu ke rumah. Rea aku nggak bisa kehilangan kedua kali," ucap Bara dengan kesungguhan.
"Mas, baru jadi duda belum ada seminggu loh." Rea menggeleng, ia bukan tidak mau. Hanya saja untuk ikut Bara ke rumah orang tuanya adalah hal yang belum tepat.
"Kenapa?"
"Gak papa, Mas. Aku hanya belum siap, apalagi untuk waktu secepat ini. Orang-orang sekitarmu sudah tau kalau kamu baru saja bercerai. Coba pikirkan apa kata mereka?"
"Kamu benar, aku hanya ingin menunjukan keseriusanku, Rea aku mungkin akan butuh waktu lebih lama lagi untuk mempercayai apa itu pernikahan. Tapi, aku ingin kita sama-sama lebih mengenal."
"Aku tidak terburu-buru, Mas. Kalau kamu mau, gimana kalau dengan mengenal keluargaku dulu?" tawar Rea.
"Bagaimana dengan Revan?" tanya Bara.
Rea menghela napas, ia hampir lupa dengan kakaknya yang hingga saat ini tidak tau kalau dirinya bukan pulang ke kosan, melainkan menemui Bara.
"Mas Revan urusan belakangan, toh dia tidak akan tau kalau aku dan kamu ke Bandung."
Rea memang sangat menyayangi Revan, tapi dirinya juga tidak bisa membenarkan apa yang telah kakaknya lakukan bersama istri orang. Meski pada akhirnya, Bara dan Najira bercerai semua itu akan meninggalkan luka sendiri dalam hidup Bara. Rea paham, ia benar-benar paham apa yang membuat Bara takut mempercayai pernikahan.
"Pelan-pelan saja, Mas. Bukankah aku juga harus membuktikan padamu bahwa tak semua wanita sama seperti..."
"Iya, aku percaya sama kamu!" potong Bara.
"Makasih, Mas."
Bara mengangguk, ia bangkit dan berjalan dua langkah hendak mandi, berbalik lagi dan mendaratkan kecupan singkat di pipi Rea.
"Mas!" pekik Rea kaget, Bara hanya terkekeh sambil berlalu.
"Ish dasar cari kesempatan."
***
Andai kata ikhlas semudah saat mengucapkan, mungkin tak akan ada luka yang tersemat di setiap perpisahan~
Bara membawa Rea pergi ke salah satu Mall terbesar di Jakarta. Ia tak mengerti, kenapa Tama menyarankan membawa Rea langsung jika ingin membelikan sesuatu, akan tetapi bagi Bara hal tersebut malah justru berakhir kecanggungan. Rea bukan wanita seperti banyaknya diluar sana, yang akan luluh dengan limpahan materi darinya.
Rea gadis kecil yang dewasa, yang mampu meluluh lantahkan perasaannya dalam sekejap hanya karena pergi membeli novel.
Lucu memang, Bara selalu takut Rea akan meninggalkannya. Itulah sebab ia ingin mencoba sekali lagi percaya apa itu menikah, dan Rea adalah pilihan terakhirnya.
Iya, atau tidak sama sekali.
"Rea, aku tak pernah membelikan sesuatu untuk Najira. Pertama kalinya, aku membeli cincin adalah anniversary kami kemarin yang berakhir mengenaskan jadi untuk mengulangnya aku sedikit takut, meski dengan orang yang berbeda. Kamu pilihlah satu yang kamu suka?" pinta Bara.
"Aku nggak berhak untuk itu, Mas." tolak Rea.
"Kamu calon istriku, Rea."
Deg!
Rea terdiam. Calon istri? dia calon istri Bara? Entah harus senang atau sedih mendadak bunga-bunga dalam hatinya bermekaran tanpa sebab, ingin terlonjak karena senang itu terlalu kekanakan rasanya.
"Satu saja, Rea." mohon Bara, yang diangguki kepala oleh Rea. Gadis itu meraba kaca yang menjadi penghalang dimana perhiasan kelas atas berjejer disana.
Pantaskah? Rea berulang kali menanyai diri sendiri, pantaskah ia untuk Bara? untuk laki-laki sesempurna dia? bagaimana jika pada akhirnya ia juga berakhir menyakiti laki-laki itu.
Rea menggeleng lemah, ia sama bingungnya memilih yang mana.
"Kalau begitu, pilihkan sekali lagi untukku Mas. Karena aku yakin, pilihan calon suamiku yang terbaik."
"Rea bisa kau mengulangnya."
"Mengulang apa?" tanya Rea.
"Tidak ada, ayo aku pilihkan."
Bara pun meminta pelayan memilihkan cincin koleksi terbaik yang cocok untuk Rea.
"Yang mana yang kamu suka?"
"Semua bagus sih, aku gak pernah punya cincin sebagus ini!" jawab Rea polos.
"Kalau begitu, kamu mau semuanya?"
"Hah, tidak. Buat apa Mas?"
Pelayan tersebut hanya bisa menggelengkan kepala melihat mereka. Bara dan Rea adalah vibes dari CEO tampan mencintai gadis polos. Sayangnya Bara bukan CEO, ia hanya laki-laki biasa yang kebetulan Papanya kaya.
"Ini aja, Mas." tunjuk Rea pada satu cincin yang terlihat simple dan elegan.
"Baik, kamu mau apalagi?"
"Udah ini aja."
Bara menyodorkan kartu atmnya kepada pelayan untuk mengurus pembayaran. Sementara menunggu, Bara melihat-lihat dan ia menemukan kalung cantik yang sepertinya juga cocok untuk Rea.
"Sama itu." bisiknya kepada pelayan sambil menunjuk sebuah kalung, tentu saja tanpa sepengetahuan Rea.
"Ini, Pak Bara. Terima kasih atas kunjungannya." pelayan itu menyodorkan paperbag kecil ke hadapan Bara.
"Hah?" Rea sekali lagi terkejut, karena Bara mengajaknya pergi begitu saja tanpa ia tahu berapa harga cincin itu.
"Apa aku yang terlalu kuno." batin Rea namun dengan langkah kaki mengikuti Bara.
"Mas Bara mau beli baju?" tanya Rea.
"Bukan, tapi kamu."
"Hah, kan kemarin udah dibeliin banyak?"
"Banyak berapa, cuma beberapa biji kamu bilang banyak, aku ada perlu beberapa gaun untuk kamu pas nemenin aku ke Bandung."
"Kapan?"
"Besok sayang."
"Hah, besok kan minggu dan senin aku udah mulai kuliah loh, Mas." panik Rea.
"Cuma sehari semalam, Rea. Bila perlu, kita mampir juga ke rumah kamu."
Rea terdiam, ia jadi berfikir berkali-kali seperti apa sosok Bara sebenarnya. Laki-laki biasa? dari mana? Bara adalah definisi pangeran sempurna, Rea tak tahu kalau Bara bersikap seperti itu hanya padanya dan berfikir kalau jelas-jelas Najira begitu bodoh karena menyia-nyiakan laki-laki sebaik Bara dan memilih kakaknya yang bukan apa-apa.
.
.
.
BOLEH MINTA VOTE GRATISNYA BUAT OM BARA ಥ⌣ಥ
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Novianti Ratnasari
wkt Bara am Najira kan blum ada rasa cinta.trus jg dia cuek, mkn nya Najira cari laki2 lain.yg sayang dn cinta am dia
2022-09-07
0
Rosnani Saebe
ayo r.ea ...libass
2022-08-25
0
꧁❧❤️⃟Wᵃf ʜꙷɪᷧɑⷮɑͧтᷡʰᵉᵉʳᵅ❦꧂
bara bisa sweet juga ya sama rea
2022-06-29
1