Bara terpaksa meninggalkan Rea karena urusan kantor. Ia buru-buru pergi setelah mengantar Rea sampai di depan apartemen miliknya.
'Ck! Mas Bara tukang bohong.' ejekan Rea tadi pagi membuat bibirnya terus menyunggingkan senyum sambil menggeleng di sepanjang jalan menuju Kantor.
Bara sudah sampai di depan kantor Alnav Group, dengan langkah tegap ia berjalan masuk bersamaan dengan Tama yang menunggunya di lobi. Namun, ada yang aneh hari ini lantaran beberapa karyawan wanita menatapnya sambil bergosip.
"Lihat itu Pak Bara anak pimpinan kita, aku dengar beliau baru saja cerai dengan istrinya." Seorang wanita dengan tampilan modis berbisik dengan dua teman di sampingnya, pandangannya tak lepas dari pesona Bara yang berjalan dari kejauhan bersama Tama.
"Duren sawit dong?" bisik teman satunya menanggapi.
"Apa itu?"
"Duda keren sarang duit, kan secara Pak Aron cuma punya anak satu, pastilah semua hartanya untuk Pak Bara." celoteh teman satunya.
"Bodoh banget istrinya, melepaskan tambang emas."
"Iya, aku dengar istrinya selingkuh dengan daun muda."
"Bukan daun muda kali, kalau sama Pak Bara sebelas dua belas."
"Ya, apalah itu. Mungkin selingkuhannya lebih kaya. Aku juga gak tau pasti, cuma dengar dari OB yang gak sengaja denger Pak Aron bicara sama orang kepercayaannya."
Bara berjalan lebih dulu masuk ke dalam lift, sementara Tama seolah memiliki indra pendengaran yang kuat lantas menghampiri ketiga wanita yang sedang bergosip tadi.
"Pagi-pagi sudah gosip, masih mau kerja disini gak?" bentaknya.
"M-masih, Pak." jawab mereka bersamaan dengan tubuh yang bergetar.
"Kalau masih, akan lebih baik punya mulut dijaga. Jangan sembarangan membicarakan atasan, apalagi bergosip perihal Pak Bara." bentak Tama sambil melipat tangan di dada.
"Iya, Pak. Kami minta maaf."
"Bagus, kembali bekerja." titah Tama, kemudian berbalik meninggalkan mereka.
Bara sampai di lantai ruang pertemuan berada, akan tetapi tersadar ketiadaan Tama membuat dahinya mengernyit. Ia segera masuk ke ruangan dan menyapa semua orang yang ada disana termasuk Papanya.
"Huh, rupanya aku benar-benar terlambat." batin Bara dan langsung menuju kursi kosong di samping Aron. Dua pria tampan beda generasi tampak memancarkan auranya. Tak berselang lama, Tama menyusul masuk ke dalam dan melakukan hal yang sama.
"Selamat pagi, mohon maaf atas keterlambatan wakil pimpinan Alnav Group, semoga tidak mempengaruhi pertemuan pada pagi ini. Saya selaku CEO Alnav Group mengucapkan selamat datang dan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kepercayaan para investor semua terhadap kami." Sapa Aron yang disambut tepuk tangan para investor. Aron pun menjelaskan perihal perencanaan proyek yang akan datang setelah proyek Mall di Bandung selesai.
Aron bukan hanya menjelaskan rencana proyeknya, tapi juga memperkenalkan Bara sebagai penanggung jawab proyek selanjutnya pagi itu. Kini Bara bernapas lega keluar dari ruang pertemuan yang menurutnya sangat menegangkan.
"Mau kemana kamu?" tanya Aron, menyamai langkah Bara.
"Eh, em itu Pa..." Bara menggaruk kepalanya yang tidak gatal, awalnya ia ingin pulang sebentar memastikan keberadaan Rea tapi sudah lebih dulu ketahuan oleh Papanya, mau tak mau Bara harus mengurungkan niatnya.
"Papa mau bicara sama kamu." tegas Aron kemudian mendahului langkah.
Bara segera menyusul, kakinya berhenti tepat di ruangan Papanya.
"Duduk, Ra." titah Aron.
"Iya, Pa! Ada apa?"
Aron bersedekap dada, lalu menatap Bara dengan tatapan mengintimidasi.
"Soal Mamamu yang menjadi cerewet setelah kamu menduda, ia berniat menjodohkanmu dengan anak dari teman-teman sosialitanya. Papa harap kamu bergerak cepat."
"Tapi masalahnya..."
"Apa? Apa karena dia adik selingkuhan mantan istrimu?" tekan Aron membuat Bara membelalakkan matanya.
"Papa tahu?" tanya Bara tak percaya, ia terduduk lemas di kursi depan meja kerja Aron.
"Tahu, apa yang tidak bisa Papa ketahui? Kamu kira pertemuan kalian di pulau seribu itu tanpa campur tangan Papa?"
"Hah?"
"Bahkan Papa sengaja memberitahu Jovi perihal liburanmu kesana, tepat sebelum Najira pulang ke rumah itu. Hanya saja rencana Papa itu sedikit meleset. Awalnya, Papa berharap Najira akan mengamuk disana saat tahu kamu ada something dengan wanita lain, tak disangka kalian malah langsung memutuskan bercerai secepatnya..." Aron menatap Bara menyeringai.
"Papa berharap hubunganmu dan gadis kecil itu akan menjadi pukulan untuk Najira, akan tetapi sepertinya Papa salah target. Dia malah lebih bahagia tanpa kamu." sambung Aron lagi.
"Baguslah kalau begitu." singkat Bara.
"Apa selama ini kamu mencintai Najira?" tanya Aron.
Bara tak mengiyakan ataupun menolak, karena baginya perasaan untuk Najira itu masih samar.
"Bagaimana jika jodoh kalian kakak beradik itu?"
Deg.
"Ya mau gimana lagi, menurut Papa?"
"Itu terserahmu, bagi Papa asal itu baik untukmu, mau siapapun itu terserah, Papa tak melarang. Hanya saja kamu tahu sendiri Mamamu seperti apa?"
"Hm." Singkat Bara.
***
"Mana data tentang Revan?" tanya Bara ketika Tama datang ke ruangannya.
"Bukankah kau sudah tak memerlukannya?" tanya Tama dengan raut wajah kesal.
Bara menyesal berkata seperti itu dengan Tama ketika Rea berada di apartemennya. Masalahnya satu, gimana kalau Rea kembali pergi?
Mendekus sebal, "itu tergantung moodku, Tam. Mana?" tanya Bara tak sabar.
"Sudah aku kirim ke apartemenmu." kesal Tama.
"Hah?" Bara membulatkan matanya.
"Ke email, aih salah melulu."
"Sudahlah, pulang nanti ikut aku." titah Bara.
"Kemana?" lagi-lagi ia harus memotong waktunya mencari jodoh karena menuruti Bara.
"Ke Mall, membelikan gaun untuk Rea."
Tama berpikir keras, bukankah agak aneh jika dua laki-laki dewasa membeli gaun bersama.
"Kenapa kau nggak ajak dia aja sih we, kan jadi tau mana kesukaannya. Ra, gak semua hal harus kau yang mendominasi. Kasih dia kesempatan untuk memilih, sekalipun pilihannya adalah pergi."
"Cih, sok bijak kali kau. Kalau Rea pergi, kau yang aku cincang." kesal Bara, tapi perkataan Tama ada benarnya juga, bukankah lebih bagus mengajak Rea pergi jalan-jalan?
Bara menjadi semangat menunggu waktu pulang, tingga tanpa terasa jam sudah menunjukkan pukul lima dan ia menyelesaikan dokumen-dokumennya dengan cepat.
Bara turun dan keluar dari kantor, langit sore nampak mendung tampak awan-awan hitam menggumpal seolah pertanda akan turun hujan.
"Aku harus segera sampai apartemen." Bara segera menyalakan mobilnya dan pergi meninggalkan Alnav Group.
"Rea?" Bara memanggil nama Rea saat masuk ke dalam apartemen. Dan ia kembali kecewa karena apartemennya dalam keadaan kosong melompong.
"Rea..." Bara menyusuri apartemennya dengan tangan mengepal dan kekecewaan.
Terduduk lemas di kamarnya, bersama dengan itu hujan turun.
"Dia datang untuk pergi lagi." lirih Bara menatap kosong ke arah balkon.
Rea awalnya hanya pergi membeli buku, untuk mengobati jenuh di apartemen. Tak disangka, ia terjebak hujan di jalan dan itu membuatnya berdecak kesal.
Turun dari taksi, ia segera berlari menuju lobi yang jaraknya lumayan jauh dan berhasil membuat bajunya basah.
Rea memeluk paperbagnya, agar tidak basah.
Rasa dingin menyeruak, akan tetapi melihat mobil Bara sudah terparkir membuatnya segera ingin sampai di apartemen laki-laki itu.
Brakkk!
Rea menjatuhkan paperbagnya melihat kondisi Bara yang tertekan.
"Mas sudah pulang?"
Bara menoleh, dan mendapati Rea berdiri diambang pintu dengan baju hampir basah kuyup.
"Re, aku kira kamu pergi." Bara menghampiri Rea dan memeluknya erat.
"Aku memang pergi, tapi cuma beli buku novel."
Bara kembali memeluk Rea, setelah mengusap sudut matanya yang basah.
"Mas, kamu nangis?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Andariya 💖
bara..nangis karena rea tidak ada .apa dia cinta banget sama rea😊😊🤗
2023-03-03
0
sepsept
kayak anak kecil yg di tinggal emaknya😂😂
2022-11-17
0
🎤༈•⃟ᴋᴠ•`♨♠Echa🐞Jamilah🍄☯🎧
klo dh cinta pasti gtu yak, takut bat kehilangan 😅 asyeeek🏃🏃🏃
2022-07-11
0