Revan masih belum bisa tenang, bahkan saat mereka sudah sampai di apartemen pun perasaannya masih terus gelisah. Ia menunduk dalam, bagaimana jika Rea bertemu laki-laki sebreng sek dirinya?
Kehilangan Rea membuatnya tersadar akan karma, bagaimana ia begitu licik mencintai Najira yang statusnya masih istri orang. Sudut matanya tiba-tiba basah oleh air mata, Revan menangis kali ini.
"Kamu nangis?" sebuah tangan lembut mengusap bahunya dan hal itu semakin membuat Revan bergetar hebat.
"Pulanglah, Honey. Suamimu pasti menunggu. Aku takut, aku beneran takut karena kesalahanku Rea jadi ikut menanggung karmanya." lirih Revan.
"Apa yang harus aku katakan pada Ayah dan Ibuku, aku gagal menjaga Rea..." Revan tergugu, dan ini pertama kalinya Najira melihat Revan yang rapuh dan itu semakin membuatnya sesak.
"Tidak ada yang menungguku, aku akan disini nemenin kamu dan kita cari Rea lagi besok." tegas Najira.
"Jangan aneh-aneh, kamu mau Bara ninggalin kamu karena hal ini. Hubungan kita ini salah! Najira pulanglah, jika kamu memang mencintai Bara." pinta Revan.
Mencintai Bara? Apakah ia memang mencintai Bara? Tapi kenapa tubuhnya seolah beku tak ingin tergerak untuk pulang?
Najira bimbang, akan tetapi pada akhirnya ia menangis juga.
"Mas, sebenarnya hubunganku dan Mas Bara tak sebaik yang aku katakan."
"Kenapa? Kamu bilang Bara sudah memaafkanmu?" tanya Revan.
"Mertuaku menugaskan Mas Bara ke Bandung untuk mengawasi proyek..." Najira menjeda ucapannya, ia menunduk.
"Tapi, satpam rumahku bilang Mas Bara pergi berlibur ke pulau seribu. Aku tahu tabiat Mas Bara, ia tidak mungkin liburan sendiri."
Revan terkejut mendengarnya.
"Tapi entah kenapa, aku merasa biasa saja. Aku nggak merasa sakit atau gimana? Tapi, aku nggak bisa ngelihat kamu kayak gini. Please, tenangin diri kamu dan besok kita cari Rea sama-sama."
Mendengar penuturan Najira yang serius Revan sontak menariknya ke dalam pelukan. Entah harus senang atau sedih, yang pasti ia sangat mencintai Najira.
"Terima kasih, Najira." Revan mengecup pucuk kepala Najira.
Malamnya, Revan sedang berfikir sesuatu. Ia tak sengaja membuka fbooknya dan mendapati satu pesan masuk.
Deg!
"Pulau seribu? kebetulan macam apa." Revan menghela napas sesak, ingin rasanya langsung kesana tapi melihat Najira yang tertidur pulas membuatnya jadi tak tega untuk membangunkan.
Bara? Pulau seribu?
Memikirkan dua kata itu membuat Revan semalaman tak bisa memejamkan matanya, bahkan ia tak membalas pesan Rea lantaran pikirannya kemana-mana. Membayangkan jika Rea pergi bersama suami Najira, adalah pukulan terberat dalam hidup Revan. Hingga pagi menjelang ia baru bisa tidur.
***
"Mas, bangun." Suara lembut Najira mengalun merdu. Revan mengerjap, melihat wajah ayu Najira di pagi hari adalah impiannya. Dan ini, untuk pertama kalinya Revan melihat wajah itu.
"Ayo kita sarapan, aku udah masak spesial buat kamu."
Revan enggan bangkit, ia menatap Najira lekat lalu tersenyum.
"Terima kasih."
Najira mengangguk.
Sementara di Alnav Group, Aron sedang berdiri sambil menghela napas panjang. Aron tak mengira hubungan Najira dengan selingkuhannya sudah sejauh itu di belakang Bara, dan kini?
Tiba-tiba ia memikirkan sesuatu. Hya Aron akan meminta Najira datang ke Kantornya sekarang juga.
"Ada apa?" tanya Bara setelah mereka sarapan, tampak raut wajah Rea cemberut tak seperti sebelumnya.
"Ah, tidak. Aku hanya sedikit risau."
"Kenapa, apa karena kakakmu?"
Rea mengangguk, ia memang sedang memikirkan Revan. Bagaimana jika laki-laki itu kelabakan mencarinya dan malah menelpon ke rumah? pikir Rea.
"Siapa nama lengkap kakakmu? biar aku suruh Tama mencari datanya, dan mengirimkan pasaku, barulah kamu bisa menghubunginya untuk memberi kabar."
"Revan Andika." Bara mengangguk, ia merasa tak asing dengan nama itu. Namun, Bara hanya berfikir nama Revan adalah nama yang cukup familiar di kalangan masyarakat karena banyak yang menggunakan nama itu.
"Baik, aku sudah mengirim pesan pada Tama. Sambil menunggu, apa kamu mau menemaniku keliling laut menggunakan speed boat.
"Oke baiklah. Aku siap-siap dulu," ucap Rea.
Tak berselang lama, Rea keluar mengenakan dress yang diberikan Bara. Dress motif floral dengan panjang selutut itu membuat Rea semakin terlihat cantik di mata Bara. Tak mau menunggu lama, Bara segera menarik tangan Rea tak sabar.
"Ih, aku kan belum dandan." omel Rea.
"Gak usah dandan," ujar Bara tanpa mau mendengar penolakan. Rea mendesis sebal, meski begitu ia tetap mengikuti Bara yang membawanya ke sisi dermaga dimana ada beberapa speed boat disana.
"Aku takut, Mas. Ini sampai tengah laut nggak sih?"
"Ya iya lah, Re. Namanya keliling laut."
"Hah, kok ngeri ya ini kan lebih cepet kalau boatnya kebalik gimana?"
Hahahaha...
Bara terkekeh, "kamu ini ada-ada saja, kalau kebalik ya kita renang berdua sampai tepi."
"Hah? Serius Mas?" tanya Rea membola.
"Kamu ini polosnya kebangetan, anak siapa sih jadi pengen ngarungin." goda Bara.
Rea mencibir, lalu memalingkan wajahnya.
Boat pun mulai melaju, Rea tampak gugup terlebih saat melirik ke bawah. Namun, kembali teralihkan oleh pesona pemandangan pulau-pulau yang memanjakan mata.
"Bagus banget," gumamnya tanpa sadar, dan itu berhasil membuat Bara menarik sudut bibirnya tersenyum.
"Memang bagus, mau seberapa sering kamu kesini nggak akan bosan, Rea."
"Aku baru pertama. Mas Bara sering kesini?" tanya Rea. Bara mengangguk, akan tetapi ia harus mengalihkan Rea agar tidak bertanya lebih lanjut dengan siapa ia kesini. Entah, Bara hanya tidak ingin membahas masalalunya saat ini. Ia hanya ingin menikmati waktu bersama Rea, itu saja.
"Kapan-kapan ajak aku kesini lagi ya, kalau kita masih ehm sama-sama," ucap Rea ragu-ragu, akan tetapi ia sama sekali tak berani menatap Bara. Rea terlalu takut mendapat penolakan atau alasan.
"Oke, aku akan sering-sering mengajakmu kesini."
Deg.
Diluar dugaan, jawaban Bara membuatnya tertegun lalu berbinar seketika.
"Mas Bara serius?" Tanya Rea antusias, tangannya sampai oleng hingga tubuhnya limbung ke pelukan Bara.
"Ah, maaf Mas. Aku terlalu antusias."
"Hm, iya."
Rea mengubah posisi agar duduknya lebih nyaman dengan sedikit memberi jarak pada Bara. Masih asyik menatap laut-laut dimana mereka menaiki speed boat mengelilingi pulau.
Di gedung menjulang tinggi Alnav group. Najira berjalan tergesa setelah Aron memintanya datang.
"Siang, Pa." Sapa Najira dengan seulas senyum.
"Duduk!" titah Aron dingin.
"Ehm, baik Pa." Najira duduk tepat di hadapan Aron, mendadak suasana menjadi mencekam dan Najira yakin sesuatu akan terjadi.
Brakkk...
Aron melempar banyak foto di atas meja dan membuat Najira langsung membelalakkan mata.
"Pa, ini aku bisa..."
"Bisa apa?" potong Aron.
"Kamu mau bilang kalau lagi khilaf? Najira selama ini saya diam bukan tidak tahu, kamu sendiri juga paham bagaimana kehebatan keluarga Alnav bukan?" tanya Aron.
"Najira tau, Pa."
"Berapa uang yang kamu butuhkan agar mau bercerai dengan Bara?" tanya Aron dengan sengit. Najira menggeleng lemah, ia tidak tau harus senang atau sedih. Tapi yang jelas saat ini, ia bukan sedang mengkhawatirkan keluarganya.
Menghela napas perlahan, "aku setuju cerai dengan Bara asal Papa memberiku pekerjaan, aku tidak butuh uang. Pa, dalam pernikahan antara aku dan Mas Bara, aku tidak pernah sekalipun berniat mengambil harta atau memanfaatkannya, semua murni karena baktiku kepada mendiang orang tuaku." air mata Najira luruh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Andariya 💖
keren om.aron..buat najira 😭😭😭😭
2023-03-03
0
Dfe
Lebih baik terlambat menyesal daripada tidak pernah menyesal sama sekali
2023-03-02
1
m͒0͒π͒&͒3͒🤗ᵇᵃˢᵉ
jadi kau memang 🅣🅘🅓🅐🅚 membutuhkan uang atau bener" mencintai Bara ya... ternyata kau hanya mau berbakti pada mendiang orang tua mu yang memberi wasiat perjodohan dengan Bara
2023-03-02
2