Bara sampai di apartemen, saat menekan sandi tiba-tiba ia teringat sesuatu.
"Astaga, aku bahkan tidak memberitahu angka sandi apartemen ini." Bara mengusap wajahnya kasar lalu bergegas masuk.
Mendapati Rea yang terduduk menyedihkan membuat Bara merasa sangat bersalah. Namun, kejadian semalam bukanlah murni kesalahannya, ia hanyalah kucing yang tidak akan menyia-nyiakan ikan di depan mata.
"Re?' panggil Bara.
Rea tak menyaut, ia hanya menghela napas melihat kedatangan Bara.
"Re, aku minta maaf." Bara berjongkok tepat di samping Rea dan menatapnya.
"Apa maafmu bisa mengembalikan semuanya seperti semula?" tanya Rea.
Bara terdiam, memang tidak bisa tapi setidaknya ia bukan si breng sek yang akan pergi dari kesalahan begitu saja.
"Hukum aku!" titah Bara setelah lama terdiam.
"Aku akan membunuhmu," pekik Rea terisak.
"Hei hei nggak gitu juga, aku masih ingin hidup! Apa yang kamu inginkan?" tanya Bara.
Rea menghela napas kasar, andaikan Bara belum beristri mungkin ia akan meminta laki-laki itu bertanggung jawab.
Sayang sekali, kenyataan yang terjadi Rea telah ditiduri oleh suami orang, sungguh memilukan.
"Jika aku hamil, kamu harus bagaimana tentu sudah tahu."
Deg!
Bara bukan tidak mau bertanggung jawab, hanya saja apakah ia bisa dengan mudah menjalin pernikahan lagi sementara trauma akan pengkhianatan Najira masih meracuni kepalanya, membuatnya enggan. Jangankan menikah, sekedar membuka hati mungkin tak akan pernah Bara lakukan.
"Jika tidak hamil?" Bara memberanikan diri bertanya.
"Entah."
"Kamu boleh meminta apapun padaku, bahkan jika itu harta dan rumah sekalipun. Aku akan bertanggung jawab kecuali satu hal."
"Apa?" tanya Rea.
"Aku tidak bisa menikahi kamu."
Bara tau ini menyakitkan untuk Rea, tapi ia juga tidak bisa menjalani sesuatu yang mungkin hanya akan berakhir dengan saling menyakiti.
"Aku tahu, bagaimanapun aku sadar posisi. Meskipun aku korban, aku juga tidak bisa memaksa kamu memilih."
Bara tersentak, sejurus kemudian ia sadar apa yang membuat Rea begitu memilukan.
"Pantas saja," gumamnya seraya meraih foto yang terpasang di dinding dan memcopotnya. Bara membuka figura itu dan meraih foto pernikahannya dengan Najira.
Rea memperhatikan Bara, apa yang dilakukan laki-laki itu? Apakah dia menyadari sesuatu dari kalimatnya tadi?
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Rea saat melihat Bara merobek foto itu menjadi beberapa potong dan membuangnya ke tempat sampah.
"Bukan apa-apa, hanya membuang apa yang pantas dibuang!" Bara menoleh ke arah Rea kemudian tersenyum.
Rea memalingkan wajahnya, merasa bersalah karenanya Bara harus merobek foto pernikahannya, mungkin!
"K-kamu tidak perlu sampai merobeknya hanya karenaku."
"Bukan! Ada tidaknya kamu aku tetap akan merobeknya karena hubungan kami memang sudah tidak bisa dilanjutkan."
Rea berdecak, apa itu semua karena Bara menidurinya jadi laki-laki itu merasa bersalah sama sang istri?
"Ayo keluar mencari makan?" ajak Bara.
"Bagaimana dengan bajuku?" tanya Rea. Terlebih saat berdiri, Rea hanya memakai kaos milik Bara yang terlihat kebesaran di tubuh.
Bara berfikir sejenak kemudian menghubungi seseorang.
Tak berselang lama, Tama asisten sekaligus sahabatnya datang membawa beberapa paperbag.
"Ra, lo tumben banget nyuruh gue nyari baju." Tama langsung masuk menyodorkan tiga buah paperbag ke arah Bara namun tersentak saat mendapati wanita di belakangnya akan tetapi bukan Najira.
"Thanks, sudah sana pergi!" usir Bara.
Tama tak bergeming, tiba-tiba ia menjadi penasaran dengan wanita itu. Bagaimana laki-laki sebaik Bara melakukan affair di belakang Najira?
"Heh, apa yang kau pikirkan? Cepat pergi." usir Bara membuat lamunan Tama buyar seketika.
"Ah baiklah, kawan. Aku akan pergi," ucap Tama terpaksa meski rasa penasaran mendominasi.
"Hah, aku seperti sedang tertangkap basah affair dengan suami orang, sungguh menyebalkan!" decak Rea, ia berusaha memasang wajah biasa meski dalam hati sendiri bingung, akan seperti apa nanti nasibnya.
"Cepat ganti pakaianmu, atau mau aku yang menggantikan?" titah Bara memiringkan senyum.
"Ck!" Rea berlalu menahan kesal sambil membawa paperbag itu ke dalam kamar.
"Astaga, bukankah ini dress berharga jutaan?" pekik Rea kemudian menutup mulutnya tak percaya.
Selama ini, bahkan pakaiannya hanya berharga ratusan ribu. Rea keluar setelah mengganti pakaiannya, Bara tertegun karena dress pilihan Tama memiliki belahan dada rendah hingga membuat Bara menatap Rea lama tak berkedip.
"Kenapa?" tanya Rea.
"Ah tidak, hanya saja..." Bara menggantung ucapannya, karena terfokus pada tanda kissmark yang membekas di bahu seputih susu milik Rea.
"Pakai ini." Bara menyodorkan jaket.
"Aku tidak sedang kedinginan," ucap Rea, dan Bara menanggapinya dengan memutar bola mata malas lalu mendekatkan tubuhnya ke arah Rea.
"Tanda kissmarknya keliatan."
"Ini, apa kamu ingin ada yang melihatnya?" Bara nenunjuk bahu Rea yang seketika membuat gadis itu gelagapan.
"Jangan pegang-pegang!" omel Rea menjauhkan tangan Bara, tak disangka ia malah limbung dan Bara menangkap pinggangnya.
"Mau menggodaku lagi," bisik Bara.
"Apa, kapan aku menggodamu." pekik Rea.
"Semalam, bahkan kamu sendiri yang memintanya."
"Heh, itu tidak mungkin!" elak Rea.
"Tidak mungkin apanya? kamu tahu apa efek obat yang diberikan kekasihmu itu, seseorang bisa hilang kendali setelah meminumnya! Aku hanya berusaha membantumu menghindarinya dan kau malah menggodaku, kucing mana yang mau menyia-nyiakan ikan di depan mata."
Rea terdiam, sayang sekali ia tak bisa mengingat kejadian semalam. Ia hanya ingat Bara berusaha menghabisi Danis dan menggendongnya pergi.
"Hm, aku minta maaf." Rea menatap Bara.
"Kita sama-sama salah dalam hal ini. Aku akan memberikan apapun yang kamu mau, tapi tidak dengan pernikahan."
Rea tertawa getir.
"Kenapa? Apa karena kamu punya istri?" tanya Rea.
Bara mengangguk lesu, ia tak ingin menceritakan masalah peliknya bersama Najira. Baginya cukup mengakhiri sesegera mungkin dan berusaha menyembuhkan lukanya tanpa ada yang tahu.
"Aku cukup sadar diri." Rea memaksakan senyum dan masuk ke kamar. Sebenarnya ia ingin sekali menangis saja menghadapi hidupnya.
Bara menghela napas kemudian menyusul Rea
"Ayo, aku sudah lapar." ajak Bara.
"Bisakah setelah makan kita kembali ke kos?" tanya Rea.
"Disana kemungkinan masih belum aman, sementara tinggalah disini." pinta Bara.
"Ponselku tertinggal disana," ucap Rea memohon karena bagaimanapun ia harus menghubungi keluarganya.
"Baik, nanti kita ambil."
Bara meraih tangan Rea akan tetapi pandangannya tertuju pada uang yang masih utuh di atas nakas membuatnya kembali terdiam.
Mereka keluar apartemen menuju lift yang akan membawanya ke lantai bawah, hingga Bara kembali melajukan mobilnya menuju caffe terdekat.
"Kamu mau makan apa?" tanya Bara seraya menyodorkan buku menu.
Rea tampak berfikir sejenak, ia ingin makan apapun asalkan dengan nasi, bukankah pura-pura 'Gak papa' juga butuh tenaga?
"Apapun, asal ada nasinya!"
Bara terbahak, menurutnya Rea sangat menggemaskan. Akhirnya ia memesan makanan dan memilih menu yang sama.
"Makan yang banyak," ujar Bara setelah pesanan mereka datang. Rea bukan typical wanita yang menjaga image, ia makan dengan lahap lantaran perutnya meronta minta diisi setelah Bara mengurungnya seharian. Beruntung ada makanan yang tertinggal juga beberapa minuman di kulkas apartemen itu.
"Tanpa kamu minta aku akan menghabiskannya."
Selesai makan, Bara membayar bil tagihan. Sementara Rea ijin ke toilet sebentar.
Bara menghela napas, wanita selain rumit juga lama ia pun hendak menunggu Rea di parkiran akan tetapi terkejut saat bertemu dengan Revan.
"Dimana Najira?" Revan mendekat dengan sorot mata tajam, dan tangan menarik kaos Bara.
"Apa kamu gila? Menanyakan Najira kepada suaminya? Apa hakmu bertanya?" Bentak Bara sengit.
"Aku tahu kamu marah, tapi tidak sepantasnya menyembunyikan Najira dariku!" Revan hilang kendali kemudian memukul rahang Bara tapi justru mengenai bibirnya.
Sudut bibir Bara berdarah, dan dia sudah emosi dengan laki-laki tak tahu malu di hadapannya saat ini.
"Aku tidak menyembunyikannya, dan aku tidak tahu dimana dia sekarang? Lagi pula aku tak perduli lagi bagaimana kehidupannya, terlepas dari apa yang kalian lakukan di belakangku itu terserah. Yang ku lakukan hanyalah membuang sampah tepat pada tempatnya." sinis Bara kemudian berlalu.
"Argghhhh..."
Bara memutuskan menunggu di mobil karena Rea lama sekali, sedikit meringis saat mengusap sudut bibirnya yang berdarah, seharusnya ia membalas Revan tadi tapi lagi-lagi Bara hanya diam.
"Maaf lama, untung kamu nunggu di mobil." Rea masuk. Mendapati Bara diam, ia pun ikut terdiam dengan wajah menatap ke luar jendela.
Bara dan Rea kembali ke kosan.
"Re?" Amel menghampiri Rea dengan napas lega, terlebih saat membolak-balikkan tubuh Rea dan memastikannya baik-baik saja.
"Aku khawatir, kamu nggak ada! Ponsel tergeletak, dan pintunya terbuka bahkan kamar sebelah juga, aku mendengar dari Amy kalau kamu berantem sama pacar kamu, dan ini..." Amel melirik Bara dengan tanda tanya besar di kepala.
"Bukan apa-apa, Mel."
"Syukurlah, aku langsung menguncinya begitu tahu kamu gak ada jadi kalian berdua bawa kuncinya kan?" tanya Amel, Rea dan Bara kompak mengangguk.
LIKE KOMEN YANG BANYAK TIM SUKSES OM BARA🏃🏼♀
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Elisanoor
Kenapa kagak lu bales gebuk si Baraaaaaa ?? ampun dah gw mah 😅
2023-12-05
0
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🅢🅦🅔🅔🅣ᵃⁿᵍᵍᶦ
astaga Revan gak tau diri banget ya,, nanyain najira pada suaminya,,,😤
2023-03-31
1
🏘⃝Aⁿᵘ𝐀⃝🥀ˢ⍣⃟ₛ Win Kᵝ⃟ᴸ ⸙ᵍᵏ
luar biasa tabahnya rea menerima keadaan ini,,meski pun dy yg pling drugikan,,tp tdk menuntut bnyk dri bara,,,
semoga trauma bara atas pengkhiantn najira akan segera dsembuhkn oleh rea,,dn bara bsa berbahagia dgn rea
2023-03-02
0