Bara mengerjap, ia terbangun kala mendengar dering ponselnya berbunyi. Beberapa panggilan tak terjawab dari sang Mama membuatnya terkejut, lebih terkejut mendapati wanita tanpa sehelai benang di sampingnya.
"Rea, astaga..." Bara memekik kala menyadari apa yang terjadi.
Berniat menyelamatkan Rea dari kekasihnya, kini justru ia sendiri yang merenggut sesuatu berharga milik Rea.
Seketika Bara bangkit, dan melihat ke area ranjang.
"Bercak darah, hah! Arghhhh." Bara melangkah ke kamar mandi dan memukul-mukul dinding, berharap apa yang terjadi hanya mimpi.
"Auh... Beneran bukan mimpi, ya Tuhan!"
Bara mengerang frustasi, bagaimana bisa ia menodai Rea disaat statusnya masih sah sebagai suami Najira.
Bara menghela napas kasar, membiarkan air shower terus mengguyur tubuhnya agar pikiran dan akalnya kembali normal.
"What the ****..." umpat Bara.
Ia keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit pinggang, entah bagaimana reaksi Rea ketika terbangun nanti.
***
Bara berselancar dengan ponselnya untuk memesan sarapan pagi. Tak berselang lama, makanan itu pun datang.
Drtttt...
"Mama lagi?" gumam Bara dengan dahir mengernyit.
"Hallo, Ma. Ada apa?"
"Anak nakal, Mama menghubungimu sedari pagi buta tadi dan kamu dengan santainya bertanya ada apa?" maki sang mama di seberang sana. Aron, papa Bara hanya bisa menggelengkan kepala mendengar suara melengking istrinya.
"Ma, Bara sudah..."
"Sudah apa? Sudah melakukan apa sama Najira sampai dia menangis dan nekat mengakhiri hidupnya? Kamu ini jadi suami gimana sih?" gerutu Rosa.
"Ma, Bara sudah tidak ada urusan sama wanita itu!" tegas Bara.
"Kamu ngomong apa? Pulang sekarang juga, Mama gak mau tahu!" Rosa mematikan teleponnya.
Bara menggerutu, akan tetapi ia tidak bisa abai begitu saja. Ia bahkan tak sempat mengisi perut, Bara langsung meraih jaket yang berada di lemari ganti. Beruntung ada beberapa baju disana, andaikan Rea bangun ia bisa memakainya nanti.
Bara melirik dompet, hanya ada beberapa lembar disana karena ia jarang membawa uang cash.
"Aku akan menjelaskan nanti, semoga ini cukup untuk kebutuhanmu hari ini." Bara meletakkan uang satu juta diatas nakas lalu melenggang pergi.
Tak butuh waktu lama untuk Bara sampai di rumah kedua orang tuanya.
"Dimana Najira, Bi?" tanya Bara dengan langkah tergesa.
"Di kamar, Tuan! Nyonya dan Tuan besar juga ada disana."
Bara tak menyaut, ia langsung menaiki tangga menuju kamarnya. Tampak Najira lemas dengan tangan terbalut perban.
"Bara, Mama tak habis fikir kamu bisa ninggalin Najira sendirian dalam keadaan sakit. Harusnya semarah apapun, Kamu tak perlu bertindak kekanakan. Kalian ini menikah bukan hanya sehari dua hari." Rosa berkacak pinggang menyambut kehadiran Bara dengan omelannya.
"Mama apa-apaan sih, Bara baru pulang sudah main semprot. Memangnya Mama tahu apa yang menyebabkan Bara pergi, Hah?" kesal Bara.
Aron memegangi pundak Bara, "kita bisa bicarakan baik-baik kan, Ra!" Aron menepuk pundak Bara kemudian berlalu.
Sebenarnya Aron sudah menyelidiki seperti apa kelakuan Najira saat Aron menugaskan Bara mengurus proyek di luar kota. Namun, selama ini ia memilih bungkam hanya karena ingin Bara tahu dengan sendirinya.
Ia tak bisa memberitahu Rosa mengingat Rosa sangat menyayangi Najira melebihi sayangnya kepada Bara, maka dari itu Aron mengambil tindakan untuk meminta Bara pulang sebelum tanggal yang ditentukan.
"Euhh..." Najira memegangi kepalanya sambil melihat situasi.
"Najira, sayang? Kamu gak apa-apa kan Nak? Kenapa nekat sekali, Mama takut kamu kenapa-napa." Rosa berderai air mata sementara Bara melirik sinis.
"Mas Bara, maafin aku." lirih Najira, dan Bara menjadi emosi dengan suara itu. Bara muak, Bara benci dan Bara sedang tak ingin mendengar apapun dari mulut Najira.
"Cukup Najira! Jika kamu melakukan ini semua hanya untuk menarik perhatianku, lebih baik kamu urungkan! Karena mau bagaimanapun aku berusaha tidak akan bisa menghapus jejak laki-laki lain di tubuhmu!"
Deg!
Najira tertegun, ia tak menyangka jikalau Bara akan berbicara gamblang di depan Rosa.
"Bara apa maksudmu?" tanya Rosa.
"Tanya saja sendiri sama menantu kesayangan Mama, Bara masih banyak urusan." Bara berlalu meninggalkan Najira dan Rosa. Namun, saat hendak pergi Papanya Aron menunggu di ruang kerja.
***
Rea mengerjapkan mata, mencoba meraih kesadaran sepenuhnya. Namun, semakin bergerak kepalanya semakin berdenyut ditambah rasa sakit di bagian inti tubuhnya.
"Hah, apa yang terjadi?" Rea membulatkan mata terkejut setelah mendapatkan kesadaran sepenuhnya. Tubuh polos dengan beberapa tanda kissmark, piyamanya yang koyak dan juga ranjang king size.
"Astaga, apa yang terjadi." pekik Rea, menutup mulutnya tak percaya, bersama bulir bening berjatuhan dari mata.
"Apa ini semua Danis yang..."
Arghhhhh... Rea memekik histeris, mencoba mengingat kepingan demi kepingan kejadian sebenarnya. Dan kembali terisak saat mengingat kejadian dimana Danis memaksanya meminum sesuatu.
Tubuhnya bergetar dengan pandangan menatap sekeliling, tertegun saat melihat sebuah foto pernikahan di dinding.
"Laki-laki itu, bagaimana bisa?" Rea memukul-mukul kepalanya frustasi, ia segera bangkit dan semakin terkejut mendapati uang tenggorok di atas nakas.
'Jangan mau ditidurin tanpa di bayar.'
Perkataan itu berdengung di telinga bak kaset rusak.
"Kamu sama breng seknya, bahkan lebih breng sek dari Danis!" Rea terisak ia tak kuasa menahan tangisnya saat melihat tubuh yang sudah kotor karena kini mahkota yang ia jaga sudah terenggut.
"Kamu bukan hanya merenggut harga diriku, tapi kamu bahkan mengkhianati istrimu, apa kami para wanita hadir hanya untuk disakiti." umpat Rea.
Rea bergegas membersihkan diri dan segera enyah. Namun, begitu selesai ia malah mendapati dua buah box makanan di atas meja.
"Meski marah, sakit, emosi melanda pada akhirnya Rea meraih kotak itu dan memakannya, ia butuh tenaga untuk kabur atau jika memang tidak bisa setidaknya ia punya tenaga untuk melawan Bara maupun Danis.
Tubub Rea merosot lemas kala mendapati pintu apartemen mewah itu bersandi. Ponselnya bahkan masih tertinggal di kos dan sekarang? Mau kabur, ia bahkan tak bisa keluar dari ruangan mewah itu karena tak bisa membuka pintu.
Sialan memang.
Namun, tiba-tiba ia melihat seksama foto pernikahan Bara. Meski kaku, tapi keduanya tampak memancarkan aura bahagia.
"Apa aku seorang pelakor sekarang? kenapa aku terjebak hal yang sangat rumit? Apa aku memang tidak pantas mendapatkan cinta yang tulus tanpa nafsu. Apa semua pria sama saja, suka melakukan hal-hal menantang lalu meninggalkannya setelah bosan?" gumam Rea yang sedih memikirkan nasibnya setelah ini.
***
"Papa sudah tahu," Aron berujar dengan tangan terlipat di depan dada.
"Maksud Papa?"
"Perselingkuhan istrimu!"
"Hah, jadi Papa tau? lantas kenapa membiarkanku tetap bersamanya?" cerca Bara tak sabar.
"Itu karena Papa bukan orang bodoh, Papa mau kamu melihat sendiri kelakuan istrimu."
"Itu sebabnya Papa memintaku mengurus proyek di luar kota menjelang dua tahun pernikahanku dan memintaku pulang untuk membawa kejutan?" Sinis Bara.
"Ya, kau benar Bara. Dan Papa berhasil membuatmu terkejut bukan?" tanya Aron menaik turunkan alisnya.
"Andaikan Papa tidak menyuruhmu, mungkin sampai kapanpun kamu tidak akan mengetahui busuknya istrimu, Bara. Tapi, meski begitu Papa tak bisa langsung bersikap buruk pada Najira, Papa perlu waktu untuk pura-pura tidak tahu."
"Bara sudah memutuskan akan berpisah, Pa! Tapi, ada hal yang lebih rumit lagi sekarang."
"Hm, ada apa? Kau terlihat pesimis kali ini?"
Bara menghela napas, ia tidak mungkin kan bilang kepada Papanya jika habis meniduri pacar orang?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
zeus
Ini dari Ayahnya bara Sama bara kok sama2, bego.. Udh tahu begitu knp g Langsung di buang najiranya..
Pke alesan krn di sayang ibunya bara, trs pa korelasinya? Dasar laki2 lemah yah gini..
2025-02-06
0
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🅢🅦🅔🅔🅣ᵃⁿᵍᵍᶦ
mungkin jujur lebih baik bara daripada berakibat fatal
2023-03-31
1
.
wah ternyata papanya bara juga tau kelakuan menantunya sendiri huhu,, wah ini jangan sampai rosa terpengaruhi oleh apa yang dibilang oleh najira
2023-03-02
0