Mengerti

Kesiangan ...

Aslan bangun kesiangan karena baru tidur jam lima, pesawat delay dua jam jadi mereka terbang dari Bali ke Kakarta jam dua belas tengah malam. Niat tidur hanya dua jam malah kebablasn sampai jam setemgah sembilan, alhasil di terburu-buru kekantor dan sebentar lgi pasti akan dipanggil Abra untuk menghadap meski hari ini tidak ada rapat.

Semua gara-gara Kinoi, dia kan membuat perhitungan dengan anak itu. Hanya karena ingin bertemu dengan Zia lama-lama malah dia yang menjadi korban.

Tapi ... dilain sisi dia juga berterima kasih pada Kinoi, meski Zia sedikit tidak menganggapnya ada, Aslan masih bisa menatap keponakan yang dia rindukan.

"Aslan ..."

Langkah Aslan yang hendak masuk kedalam lift eklusif terhenti, Aslan menoleh kearah sumber suara, ternyata Helen yang berjalan dengan langakah lebar dan senyum lebarnya mendekatinya.

Ah ... dia lupa tentang Helen, kemarin perempuan itu menghubunginya tetapi Aslan lupa untuk menghubungi balik setelah batrai ponselnya penuh.

"Hai" sapa Aslan setelah Helen menghentikan langhaknya berdiri tepat didepannya, "maaf ponselku dalam mode silnt tidak mendengar telfonemu, saat mau telephone balik baterainya habis lalu aku lupa."

Wajah Helen langsung cemberut, "kamu ini kenapa bisa lupa sih ... mana gak bilang mau kemana. Memangnya kamu kemana kemarin?, kenapa gak bilang-bilang?, kenapa gak ngajak aku?."

"Aku keluar kota urusan pekerjaan," ucap Aslan degan nada meyakinkan. "Hubungan kita berjalan sangat cepat, hanya sekedar kenal nama dan profesi tampa pacaran. Lagi pula sudah cukup lama aku tidak memiliki kekasih atau semacamnya, jadi aku harus kembali menyesuaikan diri dengan hadirnya kamu di hidup aku."

Tidak ada tanggapan, Helen hanya diam menatap Aslan dalam.

"Kamu mengertikan maksudku?."

Tampa banyak bicara Helen tiba-tiba melangkah maju memeluk Aslan, reflek kedua tangan Aslan langsung terangkat tidak membalas pelukan Helen.

Kepala Aslan malah menengok kekanan dan kekiri, melihat keadaan sekitar. Mereka masih dilobby perusahaan Ganendra, dan beberapa para karyawan yang mondar-mandir disana menghentikan langkah mereka menatap pada Aslan dan Helen.

"Helen kita di perusahaan" ucap Aslan mengingatkan.

"I Know" jawab Helen, merenggangkan pelukannya dan kepalanya mendongak menatap Aslan. "Aku sempet kecewa sama kamu, tapi mendengar penjelasan kamu aku jadi mengerti. Aku akan menunggu kamu bisa mencintai aku, tapi kamu juga jangan berhenti berusaha untuk mencintai aku."

Deg ....

Aslan seakan tersentil mendengar kalimat terakhir dari Helen barusan.

Jangan berhenti berusaha untuk mencintai?

Kata berusaha seakan kurang tepat, karena Aslan sadar jika dia masih belum melakukan usaha sekecil apapun untuk mencintai Helen.

Terutama kehadiran tak terduga Zia Valery keponakan yang dia cintai, yang membuat Aslan kembali mengingat semua tentang kebersamaan mereka dulu, seakan membuat hatinya yang semulah terbuka untuk helen kembali tertutup.

^-^

Sedangkan di Bali, tepat di pinggir pantai tempat Aslan melakukan photoshoot dengan Zia tempo hari.

Zia duduk sendirian diatas pasir menatap kelaut lepas, kembali teringat kenangan masa lalunya dengan Aslan terutama kenangan dimana mereka berdua saling mengungkapkan isi hati namaun bukan dengan kebahagiaan, tetapi kesedihan, kekecewaan dan penuh amarah yang tak terkendali.

Flash back

Hari itu Zia pergi kerumah neneknya yang bersebelahan dengan rumahnya, seharian Uncle Aslannya tidak mengangkat telephonnya dan Zia jadi khawatir karenanya.

"Asslamu'alaikum Nek!" sapa Zia terus berjalan masuk.

Tidak bertanya Aslan ada dimana pada neneknya, Zia langsung masuk nyelonong kekamar Aslan setelah mengucapkan salam.

Seperti biasa, kebiasaan Zia jika kerumah neneknya bukan ingin bertemu dengan neneknya, tetapi pasti dengan Aslan dan Neneknya sudah biasa menghadapi tingkah cucunya itu.

"Uncle!" teriak Zia sebelum membuka pintu kamar.

Terlihat Aslan duduk menghadap keluar jendela dengan tatapan kosong, Zia perlahan mendekatinya dan duduk disamping Aslan sebelum menyandarkan kepalanya di pundak Aslan.

"Uncel dari kemarin kenapa tidak mengangkat telephoneku?" tanya Zia.

Aslan tetap diam.

Zia berdiri mencari ponsel Aslan diatas kasur dan meja belajar Aslan tetapi tidak ada. Saat menoleh kekaca yang Aslan tatap, didekat kaca diatas lantai ponsel Aslan tergeletak begitu saja.

Zia berdecak melirik Aslan sambil berjalan mengambil ponsel itu. "Kenapa hp Uncle malah ..."

Pecah ...

Layar ponsel Aslan pecah, sehingga menghentikan kalimat Zia yang akan mengomeli Aslan.

"Apa kamu mencintaiku?" tanya Aslan lirih, datar dan terkesan dingin.

Zia yang mendengar pertanyaan Aslan terpaku mendengarnya. "kenapa Uncle bertanya seperti itu?" tanya Zia dengan nada mencicit.

Aslan menoleh pada Zia, menatapnya dalam. "Aku mencintaimu" ucap Aslan dengan sungguh-sungguh dan terdengar jelas.

Dada Zia berdebar mendengarnya, dia terpaku berdiri dengan tegap membalas tatapan mata Aslan.

Bibir bawah bagian dalamnya dia gigit menahan diri agat ridak tersenyum dan berteriak kegirangan.

"Kamu juga bukan?" tanya Aslan dengan senyum dibibirnya.

Zia semakin salah tingkah dibuatnya, tatapan Aslan yang tajam dan senyum lebar dibibirnya membuat Zia tidak karuan rasanya.

Ragu, Zia mengangguk perlanan tampa mengatakn apapun. Pipinya sebersemu merah, kepalanya menunduk dalam tidak lagi membalas tatapan Aslan seperti sebelumnya.

Tiba-tiba Aslan tertawa, Bukan ... tawa Aslan bukan tawa bahagia seperti biasanya, melainkan tawa pilu yang zia dengar.

Zia kembali mengangkat kepalanya menatap Aslan dengan kening mengerut tak mengerti kenapa tawa Aslan tidak menunjukkan kebahagiaan. Tenyata Aslan berdiri menghampirinya, tatapan matanya begitu teduh dengan jarak yang sangat dekat.

"Semua orang berfikir kamu mencintaiuku" gumam Aslan, "karena kamu selalu menunjukkan perasaanmu secara terang-terngan, meski tidak mengatakannya secara gamblang, jika kamu mencintaiku pada semu orang."

Suasana didalam kamar Aslan seakan mencengkam, jika perempuan lain akan merasa malu karena ketahuan dia sedang mencintai pria didepannya, tetapi tidak dengan Zia, karena dia menangkap kilatan aneh dari pancaran mata Aslan yang membaut Zia mengepalkan tangan.

Perasaan kecewa, teluka dan cinta seakan menjadi satu dalam tatapan mata Aslan. Zia sangat mengerti Aslan segala hal tatapan dan tingkah laku Aslan yang sudah dari dulu sudah terekam jelas dibenaknya.

"Kamu melakukan itu dan tidak menepis perasaanmu padaku, karena kamu tahu aku hanya Uncle angkatmu bukan?"

Dor ...

Tatapan Aslan menajam, amarah diwajahnya tidak lagi sama tertahan seperti sebelumnya.

Ini pertama kali Zia melihat tatapan marah Aslan, perasaan takut mencekap dada Zia. Aslan marah ... dan dia marah padanya.

Mata Zia melirik kekanan dan kekiri dengan gelisah.

"Pasti sangat bahagia mengetahui aku bukan Uncle kandungmu" sangat lirih.

Zia tersentak dengan pernyataan Aslan, kembali Zia mendongakkan kepala menautkan tatapan mata mereka berdua.

Kepala Zia menggeleng kuat, "aku ..."

"Kamu tahu seberapa keras aku berusaha menekan perasaanku?," Aslan semakin mengikis jarak diantara mereka. "Aku bahagia bukan Uncle kandungmu, tapi aku juga kecewa kamu mengetahuinya tetapi tidak mengatakannya padaku."

"Aku ... aku ingin mengatakannya ...."

"Tapi nyatanya kamu tidak mengatakannya" potong Aslan dengan nada tinggi melengkinb, "mekipun aku akan sedih tapi tidak akan sesedih dan sekecewwa ini. Memangnya apa alasanmu menutupinya padaku seperti Ibu?, toh meski kita bukan paman dan keponakan kandung kita tidak akan pernah bersama."

Sekali lagi Zia kembali tersentak, tangan Zia melepas ponsel Aslan dintangannya, menyentuh dada Aslan dengan mata terbelalak tajam. "Kenapa tidak bisa?, pasti bisa Uncle."

Aslan mengelus pipi Zia, tatapan mata mereka bertautan. Zia merasa Aslan sekaan menenggelamai perasaan Zia melalui tatapan mata mereka.

"Kita tidak akan bisa, dan tidak akan bisa" ucap Aslan lembut dengan senyum lebarnya.

Flash End

Setelah itu Aslan semakin menjaga jarak dengannya, bahkan kuliah diluar kota tampa memberi tahunya.

Zia sampai sekarang yakin akan satu hal, bukan hanya kecewa karena Zia tidak mengatakannya, pasti ada alasan lain sehingga Aslan menjaga jarak, menjauhinya bahkan memilih untuk menghilang dikehidupannya.

Zia selalu mengerti Aslan sebelumnya, tetapi sejak kejadian itu Aslan serasa asing untuknya.

"Tidak bisakah kamu mencintaiku seperti aku mencintaimu?" tanya Zia entah pada siapa dia terus menatap kosong kedepan.

Terkadang Zia merasa lelah dengan semuanya, tetapi setiap kali ingin berhenti dengan perasaannya pada Aslan, selalu saja ada suatu hal yang kembali membuatnya nengingat Aslan.

Sekecil apapun kejadiannya, sekecil apapun benda yang dilihatnya seakan semua membuatnya teringat akan Aslan.

Hal itu sangat lumrah, karena ... sejak Zia dan Sean lahir kedunia, Aslan selalu bersamanya dan menemaninya hingga perpisahan itu terjadi.

"Hello beb"

Orion duduk dibelakang Zia, ikut duduk diatas pasir tampa alas memeluk Zia dari belakang dan menariknya hingga bersandar pada dadanya.

Zia tersenyum segaris, membiarkan Orion memeluknya seperti biasanya.

"I finally met him, the one who beat me so badly"

^-^

.

If you don't mind please don't forget to leave a 👍Like and 💬Comment                         

Because it means a lot to me  😇                     

Thank you 😉 have a nice day 😄

Love You 😙                           

Unik Muaaa

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!