"Saya minta maaf karena sudah membuang waktu anda."
Deg ...
.
.
.
.
.
Itu suara Zia, Aslan cukup yakin kali ini.
Badan Aslan langsung berputar kearah sumber suara.
Dan ...
Benar saja Zia berjalan kearahnya menatap tajam pada Aslan tampa ekpresi, terkesan datar dan dingin. Senyum Aslan perlahan memudar melihat ekpresinya.
Zia mulai mendekat bersama Unna dan beberapa orang dibelakangnya yang tidak Aslan kenali. Mungkin saja mereka make up artis dan penata busana yang Zia bawa sendiri.
"Saya lupa mengatur jam alaram jadi kesiangan bangun, dan anda pasti mengerti bagaimana seorang perempuan jika sedang bersiap-siap." Sangat lembut Zia mengatakannya setelah menghentikan langkahnya berdiri tepat didepan Kinoi dan Aslan, "sekali lagi saya ucapkan maaf sudah membuang waktu berharga anda."
Aslan diam menatap Zia dalam, memperhatikan raut wajah Zia yang masih terkesan datar tidak menunjukkan ekpresi apapun meski dia sudah berada didepan Aslan.
"Apa kita perlu memperkenalkan diri?" kali ini Zia bertanya sambil menoleh pada Kinoi dan tersenyum simpul.
Tangannya terulur pada Aslan baru setelahnya wajah Zia kembali menoleh menatap Aslan dengan wajah datarnya. "Salam kenal, nama saya Zia Valery. Semoga kita bisa bekerja sama mas ..." Zia menggantungkan ucapannya menatap Aslan dengan kedua alis terangkat.
Paham jika Zia ingin dia memperkenalkan dirinya, Aslan mengepalkan tangannya menahan diri untuk tidak meluapkan emosinya saat ini juga.
"Mas Abas Putra, seperti nama studio kami" celetuk Kinoi sambil menyambut uluran tangan Zia, "saya Kinoi asistennya bisa dibilang tangan kanannya bang Abas."
Zia tersenyum lebar pada Kinoi. "Apa meski siang kita tidak bisa photoshoot?" tanya Zia menarik tangannya agar terlepas dari genggaman tangan Kinoi.
"Oh bisa mbak ... Bang Abas hebat kok" lagi-lagi Kinoi yang bersuara, "meski baru tiga tahun studio kami cukup terkenal karena kehebatan Bang Abas loh mbak. Jadi meski matahari terikpun Babg Ab aw ..."
Kaki Aslan menginjak kaki Kinoi dengan sengaja, dia tidak suka mulut Kinoi terus nyerocos bahkan terlihat bahagia disaat Aslan kesal menahan emosi sekuat mungkin.
"Oh ... pantas saja pemilik U'r Style sampek mati-matian mau bekerja sama dengan studio kalian."
Terlihat Zia kali ini menoleh menatap Unna tajam, sedangkan yang dilirik menghela nafas menatap Zia dengan tatapan pasrah.
"Udah gue biang Zia, gue gak ta ..."
"Ok saya bersiap dulu" seru Zia memotong kalimat Unna.
Zia melangkah lebar pergi begitu saja diikuti beberapa orang yang mengikutinya tadi kecuali Unna.
Unna masih berdiri ditempatnya menatap Aslan.
Tatapan Aslan terus saja mengikuti Zia, hingga perempuan itu menghilang dibalik tenda tempat yang telah tim Unna dirikan sebagai tempat Zia bersiap sebelum photoshoot.
"Gak disangka ternyata Abas Putra adalah Abi putra yang gue kenal" ucap Una tersenyum lebar.
Perhatian Aslan langsung teralih pada Unna menatapnya tajam penuh tuduhan, tidak percaya dengan apa yang dikatakan Unna.
Bahu Unna merosot melihatnya, "gue bener-bener gak tahu sumpah As, kenapa kalian gak percaya sih ..." ucap Unna dengan nada memelasnya.
Aslan hanya diam dan berjalan menjauh.
Aslan butuh ketenangan, semencerna semua kejadian yang memenuhi otaknya dari paket saat acara pertunangan, Zia dan Unna adalah klien studionya, serata ... ah ... dia tidak bisa menyalahkan Kinoi, karena memang salah Aslan yang tidak memastikan secara detail mereka akan bekerja sama dengan siapa.
Kenapa juga mereka bertemu disaat hati Aslan masih tidak baik-baik saja?.
Disaat dia masuh berusaha menutup hatinya untuk Zia.
Disaat Aslan belum berhasil sepenuhnya membuka hati untuk Helen.
Apa Tuhan tidak bisa bekerja sama dengannya kali ini?
^-^
Zia berjalan mendekati Aslan dan Kinoi.
Mendengar derap langkah yang mulai mendekat, Aslan mengangkat kepalanya yabg sejak tadi menunduk memperhtikan lensa kamera ditangannya.
Tampa banyak bicara Zia berdiri didepan Aslan.
Aslan melirik Kinoi memberi isyarat agar Kinoi yang memberi intruksi seperti biasanya.
Kinoi mengangguk paham berdiri didepan komputer yang sudah terhubung dengan kamera yang Aslan pegang.
"Ok kita mulai" seru Kinoi.
Aslan mulai memgambil foto Zia.
"Dagu lebih diangkat, wajah agar miring kekanan" intruksi Kinoi.
Zia melirik Kinoi tetapi tetap melakukan apa yang Kioni intruksikan.
Tidak ada satu kalimatpun yang keluar dari mulut Aslan, Aslan benar-benar mempercayai Kinoi untuk mengintruksi segala Zia berpose yang harus Zia ikuti, dari segi tatapan , tangan, bahkan apapaun.
Waktu masih berjalan tiga menit, Zia tiba-tiba berdiri tegak menatap Aslan tajam dengan kedua tangan yang melipat didepan dadanya, tidak menghiraukan interuksi Kinoi lagi.
"Apa maksud dari cara kerja kalian ini?" tanya Zia dengan dingin, "siapa yang fotografer disini?, kerja kalian seperti sutradara dan kameramen."
Kinoi tersenyum simpul, hal seperti ini sudah biasa menjadi pertanyaan para model yang bekerja sama dengan mereka.
"Em ... gini mbak kita ..."
"Apa lo gak bisa bicara?" tanya Zia mendesis.
Kinoi yang hendak menjelaskan jadi kembali mingkem, mengulum bibirnya melirik pada Aslan berharap Aslan akan menjelaskannya langsung pada Zia.
Tapi apa yang menjadi harapan Kinoi hanyalah sebuah harapan, Aslan hanya berdiri diam membalas tatapan tajam Zia.
Rahang Zia tampak mengetat, Zia mulai kesal balik badan dan berjalan pergi begitu saja.
Unna yang melihatnya hampir berlari mengejar Zia, tetapi lebih dulu Aslan yang melangkah dengan langkah lebarnya berjalan menghadang langkah Zia.
Untung saja Zia berhenti dengan cepat karena jika tidak tubuh mereka akan bertabrakan. Tatapan mata mereka bertautan, Aslan bahkan menatap Zia dengan tatapan dalam dan intense.
Zia berdecak melangkah kesamping hendak kembali berjalan pergi, tetapi saat selangkah melewati Aslan tangannya tercekal, dan tertarik kebelakang.
Aslan menarik Zia kembali ketempat Zia tadi berdiri, dia sendiri berjalan kembali berdiri ditempatnya. Telunjuknya terangkat, Zia berdecak mulai berpose dengan ogah-ogahan. Tangan Aslan yang sudah mengangkat kamera kembali turun, kembali memberi isyarat dengan tagan lalu Zia terssnyum lebar.
Kinoi mengerutkan keningnya menatap mereka berdua dengan aneh.
Aslan mulai mengambil foto, setiap Aslan menberi isyarat Zia seakan sudah mengerti melakukan apa yang Aslan isyaratkan.
Perhatian Kinoi teralih pada layar komputer didepannya, dia tercengang melihat hasil jepretan Aslan yang sempurna melebihi hasil jepretan Aslan yang tadi Kinoi interuksikan.
"Next" ucap Aslan.
Zia berjalan langsung pergi.
"Mbak ganti ba ..."
"I Know" potong Zia dingin sambil terus berjalan.
Kinoi mengedipkan mata menatap Zia yang berjalan semakin menjauh dengan tatapan tak percaya. Sejauh ini hanya Kinoi yang mengerti jika Aslan mengatakan Next yang artinya untuk mengganti baju selanjutnya, atau Done yang berarti selesai.
Beberapa isyarat yang Aslan gunakan tadi pada Zia pun hanya Kinoi mengerti sebagian saja, tetapi Zia melakukannya sesuai interuksi dan keinginan Aslan.
"Bang kalian udah saling kenal ya?" tanya Kinoi tidak bisa menahan rasa penasarannya.
Aslan tidak menanggapinya, dia malah berjalan melewati Kinoi kearah komputer dan mengecek hasil jepretannya.
Senyum Aslan terukir lebar, ini pertama kali Kinoi melihat senyum Aslan jadi ikut tersenyum juga.
"Tujuh baju mau diselesaikan sekarang semua atau nanti sore?" Unna tiba-tiba sudah berdiri dibelakang Aslan.
Aslan berdiri tegak mengalihkan perhatiannya pada Unna, ingin mengatakan sesuatu tetapi urung kala melihat Zia berjalan kearah mereka.
"Apa lo kekurangan kain?" desisi Aslan melirik Unna tajam.
^-^
Baru saja Ara pulang dari Rumah Sakit setelah menemui Regan, diteras rumah sudah ada Helen yang berdiri dengan senyum menyambut kedatangannya.
Ara menatap Helen dengan tatapan datar, entah kenapa Ara tidak suka pada Helen. Meski Helen terlihat sopan dan baik, ada sesuatu yabg mengganggubya setiap kali bertemu dengn Helen.
"Ada apa?" tanya Ara lembut mencoba sesopan mungkin, memaksakan diri untuk tersenyum pada Helan.
Melihat Ara tersenyun, Helen membalas senyuman Ara dengan senyuman lebar, "ada perlu sama Aslan Tante" jawab Helen.
Kening Ara langsung mengerut mendengarnya, senyum Ara menghilang. "Aslan tidak ada disini, apa Aslan tidak memberitahumu dia kemana?."
Kepala Helen menggeleng, wajahnya berubah sedih.
"Aslan tidak ada dirumah, apa sudah telephone Aslan?"
"Sudah tapi tidak diangkat."
Ara menghela nafas pelan, "pada tunangannya sendiri dia tertutup" gerutu Ara, tampa merendahkan suaranya karena sengaja agar Helen mendengarnya.
"Apa Aslan orangnya memang tertutup?, intrivert?" tanya Helen.
"Jangan bilang kalau kamu baru tahu" ucap Ara sambil tertawa kecil.
"Ya" jawab Helen ragu, "karena saat bsrsama dengan teman-temannya dan keluarganya dia tidak terlihat tertutup apalagi introvert."
Ara sersenyum sarkas, "seharusnya saya tidak percaya saat kamu mengatakan sudah cukup mengenalnya saat pertemuan keluarga waktu itu."
"Tapi saya tahu ..."
"Tidak" potong Ara, "saya saja sebagai Ibunya tidak tahu jalan pikiran anak itu. Hanya orang-orang tertentu yang dia izinkan untuk mengerti dan mengenal dirinya, dan kita tidak termasuk."
Tatapan Ara yang tadinya dingin berubah menjadi sedih.
Selama Ara mengenal Aslan, hanya dua orang yang mengenal, mengerti dan paham betul dengan kepribadian dan jalan pikir Aslan.
Hanya dua orang, Regan anaknya dan Zia, perempuan yang masih Ara pikir adalah keponakan Aslan.
Aslan semakin menutup diri segelah mereka kembali bertemu, tidak seperti saat kecil yang selalu bercerita apapun padanya.
^-^
.
Terima kasih sudah mampir 😍
Terimakasih atas dukungannya ⭐Rate 🎁Hadiah 🔖Vote dan👍Likenya
Jangan lupa klik 💖Favorit agar tidak ketinggalan tiap kali Author update
Love you 😘*
Unik Muaaa
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments