Membuka Hati

Lapar ...

Kebiasaan mereka semua jika selesai berkelahi dari dulu adalah kelaparan.

Jadi meski Aslan pergi lebih dulu dia tidak langsung pulang, Aslan malah pergi kemini market untuk belanja karena persediaan makanan di Raja Crown sudah habis. Regan dan Javir tidak akan berani pulang kerumah orang tua mereka, begitu juga dengan Aslan, jadi dari pada mereka kelaparan lebih baik dia belanja terlebih dulu.

"Namba apa lagi kak?" tanya kasir minimaret itu.

Aslan hanya tersenyum segaris dan emnggelengkan kepala.

Tidak sengaja saat menoleh keluar dia melihat seseorang yang beberapa hari ini menghantui pikirannya, Helen. Perempuan itu sedang duduk dimeja depan mini market dengan mie cup dan sekaleng soft drink.

Kenapa malah bertepatan gini? batin Aslan.

Setelah membayar belanjaannya Aslan keluar dari mini market dan duduk tepat dikurdi depan Helen.

Tangan Helen yang telah terangkat akan memasukkan mie kemulutnya jadi menghentikan gerakannya mendongakkan kepala dan melebarkan matanya saat melihat Aslan duduk didepannya.

Aslan hanya menarik sebelah suduk bibirnya, "hai" sapanya.

Helen mengedipkan mata beberapa kali sebelum meletakkan garpu plasti kedalam cap mie dan tersenyum lebar menatap Aslan dengan mata berbinar.

"Hai ... tidak menyangka bisa bertemu anda disini" ucapa Helen girang.

Aslan hanya tersenyum segaris.

"Em ... ini ketiga kalianya kita bertemu saat anda belanja" Helen menunjuk keresen ditangan Aslan.

Aslan tetap hanya meresponnya dengan senyum segaris, kepalanya tiba-tiba berputar mengingat semua oertemuan mereka yang selalu di supermarket dan kali ini di mini market didekat hotel Raja Throne.

Helen menoleh kekanan dan kekiri, Aslan sadar jika perempuan didepannya sedang salah tingkah dia tatap sejak tadi, tetapi Aslan terus saja menatapnya.

"Em ... apa anda tinggal disekitar sini?" tanya Helen.

Got you ...

Pertanyaan itu hanh sedang dinantikan Aslan. "Anda sendiri?, karena sepertinya kita selelu bertemu, entah itu kebetulan atau tidak."

Helen mengulum bibirnya sambil mengangkat kedua alisnya, "sudah seminggu saya tidak pulang dan tinggal di hotel itu."

Aslan yakin jari telunjuk Helen sedang menunjuk hotelnya.

"Jadi kerjaan saya hanya muter-muter mal dan super market, ini baru sekarang saya kesini karena munmkan ginian."

Kepala Aslan hanya mengangguk-angguk merespon penjelasan Helen padanya, tatapannya msih saja menatap kearah Helen memperhatikannya sedetail mungkin.

Helen terlihat sopan, baik dan cantik. Jadi ada kemungkinan tujuh puluh persen dia akan jatuh cinta pada perempuan didepannya bukan.

"Bisa kita bicara tidak formal?" tanya Helen sopan.

Aslan mengangguk pelan.

"Em ..." Helen mengulum bibirnya terlihat ragu, "apa ... Pak Abra dan istrinya tidak mengatakan sesuatu padamu?" tanya Helen terdengar sangat berhati-hati.

"Tentang apa?" tanya Aslan sok tidak tahu, padahal dia bisa sudah mengerti kemana arah pembicaraan Helen.

Kembali Helen mengulum bibirnya, kali ini tangannya diatas meja saling menggenggam tidak luput dari perhatian Aslan.

"Tentang keluargaku ... lebih tepatnya aku ... yang minta untuk dijodohkan denganmu."

Kening Aslan langsung mengerut, dia fikir keluarga Anggara dari pihak Pak Wahyu, Ayah Helen yang mengusulkannya, ternyata malah Helen sendiri.

"Apa alasanmu?" tanya Aslan to the poin dengan nada dingin.

"Tentu saja karena gue suka sama lo."

Sangat cepat Helen mengatakannya dengan satu kali tarikan nafas.

Aslan yang mendengarnya bahkan sampai terperangah tidak percaya dengan apa yang dia dengar.

Helen menutup wajahnya dengan kedua tangannya sebebtar dan kembali menatap Aslan, kali ini wajahnya memerah. "Gue suka sama lo, sejak awal ... pertama kali kerja di perusahaan gue dan untuk pertama kalinya gue ikut Papa bertemu dengan kliennya yang ternyata lo dan Om Abra. When you are present you look luxurious ... and I feel ... I fell in love with you at that time."

Aslan terdiam mendengarnya, dulu dia biasa mendengar kata-kata jatuh cinta saat pendangan pertama, jatuh cinta saat melihatnya dan kata-kat yang serupa. Setelah sekian lama dia kembai mendengarnya lagi.

"This is cathartic, I finally had a chance to tell you that I have crush on you after holding it for a year."

Sorot mata Aslan semakin menajam, bukan bahagia seperti orang lain jika ada seseorang yang menyukainnya. Aslan berbeda, dan dia sangat berbeda dari yang lainnya.

Tangan Aslan mengepal menahan segala emosi yang tercipta dalam dirinya, rahangnya bahkan juga mengetat, tatapan matanya hanya tertuju pada satu arah, netra hitam Helen.

"Apa lo gak tahu gue sebenarnya?" tanya Aslan dingin.

Helen tersenyum dengan tatapan matanya yang memulai melembut menatap Aslan. "Gue tahu semuanya, lo bukan anak kandung keluarga Ganendra. Pernah tinggal di Jawa hingga lo memutuskan untuk kuliah di Jakarta, bertemu anak Pak Abra dan ditawarkan untuk mengikuti tes biasiswa agar lo bisa nemenin anak Pak Abra kuliah diluar negeri."

Aslan tersenyum simpul, informasi yang Helen terimah adalah informasi yang sudah Abra dan Papa Javir si hecker Perusahaan ASG, Yones Malvin sebarkan.

Semua dirahasiakan oleh Abra dan Malvin atas permintaan Aslan, setelah dia menerima beasiswa itu. Hanya mereka berdua yang tahu semua tentangnya, bahkan apapun yang Aslan tidak tahu seperti siapa orang tuanya, mereka hidup atau tidak, hanya Abra dan Malvin yang tahu.

"Setelah lo dan keluarga lo tahu gue bukan anak kandung keluarga Ganendra, apa lo masih mau sama gue?."

Baru saja Aslan menyelesaikan ucapannya, Helen sudah mengangguk dengan kencang tampa ragu sedikitpun membuat Aslan mengerutkan kening.

"Gue gak pulang karena Papa gak mau berusaha bujuk Pak Abra agar mau kita dijodohkan" ucap Helen duduk dengan lemas bersandar pada sandaran kursi. "Pada Awalnya Ayah setuju, lagi pula sebelum-sebelumnya dia membanggakan lo. Tapi mungkin karena tahu lo bukan anak kandung Ganendra dia jadi gitu, mangkanya gue marah gak mau pulang dan kerja dikantor."

Helen bercerita sambil menunjukkan beberapa ekpresi yang tidak pernah Aslan lihat dari sosok Helen sebelumnya, membuat Aslan menarik sebelah sudut bibirnya merasa lucu.

"Jika gue setuju apa lo mau pulang?" tanya Aslan.

Helen tersenyum menganggukkan kepala lalu menggelengkan kepalanya sedetik kemudian. "Gue akan pulang, tapi kalau Papa masih gak mau nerima lo gue akan pergi lagi."

"Kalau lo suka ke gue kenapa lo gak berusaha deketin atau bilang ke gue?"

Helen menghela nafas menatap Aslan sendu, "lebih dari setahun loh ... gue coba deketin lo, tapi lo kayak bangun benteng disekitar lo" Helen mengucapkannya dengan pelan. "Apa lo gak pernah buka hati lo untuk siapapun?, lo teelihat dingin."

Membuka hati?

Ya ... sudah lama Aslan menutup hatinya dari dunia luar setelah dia melihat Aslan bersama dengan perempuan lain, dan menatap Aslan dengan tatapan kosong tetapi tersenyum lebar.

Detik itu juga Aslan tidak bisa membuka hati pada siapapun, karena setiap kali dia dekat dengan perempuan wajah dia yanh menatap Aslan seakan berkelebat.

"Tapi gue gak bisa menjanjikan, kalau gue seceparnya bakal bisa balas perasaan lo ke ..."

"Gak masalah" potong Helen cepat, "gue akan buat lo jatuh cinta sama gue."

"Bisa kah?"

"Bisa" jawab Helen tegas, "pasti bisa."

^-^

Aslan leluar dari dalam lift dengan dua kantong keresek ditangannya, setelah selelsai berbicara dengan Helen dia langsung pulang ke Raja Crown.

"Lo lama banget sih" tegur Javir berjalan menghampirinya.

Tangan Aslan menjulurkan kedua kantong keresek ditanganny pada Javir dan berjalan melewati Javir begitu saja menaiki tangga menuju kamarnya.

"Lo mau mandi dulu terus makan apa gimama?" tanya Javir dengan nada sedikit berteriak.

"Males" jawab Aslan sekenanya.

"Emangnya lo gak lapar?"

Regan membuka pintu kamarnya tepat dimana Aslan sekarang berdiri.

"Gue masih males."

"Ingat asam lambung lo, kalau kumat manggil gue harus bayar, gue dokter mahal" ucap Regan sambil berjalan melewatinya.

Meski terkesan kasar bahkan mereka sering adu mulut dan tidak jarang sampai berantem, mereka sebenarnya perduli satu sama lain, taoi menubjukkannya dengan cara yang berbeda.

Aslan merebahkan tubuhnya diatas kasur, mengeluarkan dompetnya, jari telunjuknya masuk kebelakang fotonya, meraba sesuatu sebelum mengeluarkannya.

Foto yang sangat kecil berukuran dua kali tiga senti, foto seorang perempuan yang yang tersenyum lebar kearah kamera. Itu adalah foto pertama dia yang selelu Aslan bawa kemanapun, dia yang berhasil membuat Aslan menutup pintu hatinya bagi siapapun dengan tatapan kosongnya.

Beberapa tahun lalu mereka sempat bertemu dinegara tempat Aslan kuliah.

Saat itu Aslan bersama pacaranya Janifer, seorang model ditempat di studio Robet tempat Aslan belajar fotografer saat libur panjang kuliahnya, selain Aslan mendapat beasiswa kuliah jurusan bisnis, Abra juga memberinya kesempatan untuk menggeluti profesinya sejak SMA, menjadi seorang fotografer. Bahkan Abra sampai memperkenalkan Aslan pada Robet untuk dibimbing langsung.

Mereka bertemu di studio Robet, Zia menatapnya dan Jenifer dengan tatapan kosong meski bibirnya terukir senyum lebar.

Zia Valeria seorang model international dengn nama asli Zianka Valeri Malik.

Anak dari pria yang mengatakan siapa sebenarnya Aslan.

Dia adalah keponakan yang dia cintai sebelum Aslan mengetahui siap dirinya, Dia adalah satu-satunya perempuan yang mengerti Aslan selain Ara, dia satu-satunya perempuan yang membuat Aslan susah membuka hati pada siapapun.

Selesai Zi ... kita selesai ....

^-^

Helen menatap foto candid Aslan di kamarnya, foto Aslan yang sengaja dicetak sesuai tinghi badan Aslan.

Sebentar lagi ... sebebtar lagi dia akan meraih apa yang dia idam-idamkan selama ini.

Berada disamping pria yang dikaguminya.

Ah ... Helen tersenyum lebar merebahkan diri terlentang dikasurnya masih dengan sorot mata menatap kagum pada foto Aslan.

Brak ...

Tampa mengetok pintu kamar Helen, Wahyu membuka pintu dengan kasar.

Helen masih saja dengan tiduran di kasurnya seakan tidak terganggu dengan apa yang Papanya lakukan baruasan.

"Akhirnya kamu pulang juga" ucap Wahyu dengan nada membentak.

"Ya ..." jawab Helen dengan lirih, "karena dia sudah membuka hatinya untukku."

"Apa???"

"Papa harus cdpat bergerak mengatur pertemuan dengan keluarga Ganendra sebelum Aslan berubah pikiran."

Mata Wahyu melotot tajam pada Helen yang berguling-guling diatas kasurnya dengan senyum lebar memancarkan kebahagiaan.

Melihat Helen bahagia bahkan berani kabur dari rumah demi Aslan, Wahyu bisa apa?.

Meskipun Wahyu menentangnya dan memarahi Helen, maka tidak akan ada gunanya, Helen benar-benar sudah menentukan pilihan hidupnya.

^-^

.

Lop ... lop ...

Jangan lupa kalau udah baca tinggalin jejak yo para Readers budiman yang baik hati 🥰

Bantu Author untuk semakin memperkenalkan karya novel-novel Author di NovelToon 😍 segala kenis dukungan kalian sangat Author harapkan

Terima kasih 😇

Love you 😘

Unik Muaaa

Terpopuler

Comments

Rahayu

Rahayu

mang syedih...

2022-04-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!