Tidak terasa matahari sudah condong ke barat, sebentar lagi akan sunset. Air lahut mulai tampak keemasan mencerminkan warna lagit.
Mereka baru saja menyelesaikan photoshoot, Zia dan timnnya sudah masuk kedalam tenda, hanya tinggal Aslan dan Kinoi yang berada diluar membereskan peralatan mereka.
"Jam penerbangan kita jam berapa?" tanya Aslan pada Kinoi sambil membereskan peralatan mereka.
"Jam sepuluh lewat sepuluh Bang" jawab Kinoi dengan santainya.
Sedangkan Aslan yang mendengarnya langsung menghentigan gerakan tangannya, menoleh pada Kinoi dengan kening mengerut.
"Apa?" tanya Aslan memastikan pendengarannya.
"Jam sepuluh lewat sdpuluh Bang ..." ulang Kinoi dengan penuh penekanan.
Brak ...
Tangan Aslan langsung menggeprak meja dengan keras.
Kinoi yang kaget terperanjat menoleh pada Aslan sambil mengelus dadanya. "Jangan ngaget-ngagetin dong Bang" ucap Kinoi lirih.
Mata Aslan langsung menatap Kinoi tajam penuh intimidasi membuat nyali Kinoi benar-benar menciut seketika melihatnya.
"Lo tahukan besok gue masuk kerja?" desis Aslan dengan nada rendah penuh tekanan.
Kepala Kinoi mengangguk cepat.
"Dan kenapa lo malah milih penerbangan jam sepuluh?, sampai Jakarta bisa jam satu Kinoi."
Kinoi menyengir, tangannya menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal.
Aslan membanting Baterai Lithium keatas meja lipat kemblai membuat Kinoi terperanjat kaget. Tatapan mata Aslan masih menatap Kinoi tajam, duduk dikursi menyilangkahn kaki dan bersedekap, dia tidak akan lagi membantu Kinoi mempereskan peralatan.
"Kita makan malam ya bentar lagi."
Unna berjalan menghampiri mereka berdua.
Melihat dari gelagat Kinoi, Aslan bisa tahu jika pria itu sebenarnya ingin menjawab ajakan Unna, tetapi karena takut pada Aslan dia diam sambil sesekali melirik takut-takut.
"Kalian kenapa?" tanya Unna menoleh pada Aslan dan Kinoi bergantian.
Kinoi hendak menjawab tetapi kembali mengatupkan mulutnya saat melihat Aslan melotot.
"Memangnya kalian balik ke Jakarta kapan?," kali ini Unna bertanya langsung menghadap Aslan.
Tidak menjawab, Aslan malah menunjuk Kinoi demgan dagunya.
"Penerbangan terakhir jam sepuluh lewat sepuluh."
"Ya udah kita makan bareng ya ... kalau berdua dengan Zia males" gerutu Unna, "lagi pula udah lama kita bertiga gak kumpul-kumpul." Unna menatap Aslan penuh harap, Aslan hanya melirik malas, "sip kalau gitu gue tunggu di lobby jam enam sekalian barang-barang kaliang bawa nanti gue anter, ketemu nanti ya ..."
Buru-buru Unna melangkah oergi sebelum Aslan protes.
Kinoi yang melihatnya tertawa kecil.
"Kenapa ketawa?" desis Aslan.
Bukannya takut seperti tadi Kinoi malah tersenyum lebar, "ini salah satu alasan gue pilih penerbangan paling akhir Bang."
Aslan yang semakin kesal dengan tingkah Konio berdiri dan menggeplak topi Kinoi hingga menutupi matanya. "Bawa meja dan leptopnya" perintah Aslan setelah mengambil kamera cannonnya berjalan semakin mendekati bibir pantai.
Tangan kanan Aslan menggenggam kameranya, sedangkan tangan kirinya masuk kedalam saku celana. Tatapan matanya memandang lautan lepas seperti tadi pagi, tetapi kali ini dengan perasaan yang berbeda dari sebelumnya.
Perasaan tenang lebih mendominasi otaknya dari pada pikiran yang tadi membuatnya setres.
Hanya satu alasan yang Aslan yakini, karena dirinya menlihat dia secara langsung didepannya. Tidak lagi di internet atau di media sosial milik Alaric, yang berteman dengan dia di Insta.
"Hai ... apa kabar?"
Ya ... dia ingin bertanya seperti itu, tetapi melihat sikap Zia yang cuek seakan tidak mengenalnya membuat Aslan kesal sendiri.
Tunggu ...
Aslan tersadar jika tadi bukan suara dari dalam otaknya, tetapi suara seseorang yang dia kenal, suara itu sangat dekat sehingga dia tidak sadar.
Kepala Aslan menoleh dan ternyata benar, Zia berdiri disampingnya menatap kearah lautan lepas seperti dirinya.
Semilir angin meniup rambut Zia, tangan Zia menyeka rambutnya kembali kebelakang. Zia menoleh kesamping lalu tersenyum lebar pada Aslan.
"Long time not see, apa kabar uncle?" tanyanya lagi dengan suara lembutnya.
Aslan tersenyum simpul, "baik ... apa kabarmu?."
"Baik" jawab Zia lirih sebelim menghela nafas.
Mereka berdua terdiam satu sama lain, saling menatap dalam dan intense cukup lama hingga kaki Zia tersentu oleh gelombang ombak membuatnya memaningkan muka memutus tautan tatapan mata mereka.
Zia melangkah dua langkah kedepan menunduk dalam membiarkan kakinya tersentu ombal. Sedangkan Aslan terus saja menatap Zia, tangannya secara tidak sadar terangkat dan mengambil foto Zia secara candid dari belakang.
Terdengar suara kekehan Zia sebelum dia menoleh, kembali menarap Aslan dibalik helaian rambut yang menutupi wajahnya.
"Terima kasib atas kerja samanya" ucap Zia.
Zia berbalik badan dan terus saja berjalan melewati Aslan yang masih berdiri diam ditempatnya.
Tidak seperti dulu setiap kali baru bertemu Zia akan berceloteh dan bercerita segala, tapi sekarang semua berubah. hanya sebatas pengucapan Hai Apa Kabar dan Terima kasih, tidak ada yang lainnya.
^-^
Zia sadar jika Aslan memotretnya diam-diam.
Bahagia?
Tentu, jangan ditanyakan lagi.
Tetapi perasaan itu tidak dapat menutupi kegundahan hatinya, segala macam perasaan yang tidam dapat dimengerti berkecamuk dalam dadanya.
Berkali-kali dia bersedekap tadi menahan diri ubtuk tidak memeluk Aslan.
Berkali-kali menggigit bibir bawah bagian dalamnya untuk menahan agar tidak berbicara terlalu banyak.
Profesional!
Zia mensugesti dirinya dengan kata itu sejak memantapkan hati melangkah menemui Aslan dibibir pantai.
Meski tidak bisa memeluk.
Tidak bisa berbicara.
Setidaknya ... Zia bisa melihat Aslan dari dekat dengn kedua matanya.
"Hei ... are you ok?"
Una naik keatas kasur, berbaring disamping Zia yang meringkuk menutupi seluruh tubuhnya dnegn selimut.
Yang mengenalkan Zia dengn Una adlaah Aslan, dan sejak saat itu hingga sekarang Una sebagai desainer sekaligus manager Zia selalu menemani Zia kemanapun. Jadi dia sudah tahu seluruh jalan cerita antara Zia dengan Aslan sang uncle ngkat yang Zia cintai.
^-^
Malamnya saat mereka hendak makan malam.
Entah disengaja atau tidak, Kinoi malah duduk disamping supir sehingga Aslan harus duduk dibelakang dengan Unna dan Zia.
Samapi di restauran Kinoi menarik kursi untuk Zia duduk, setelahnya menyeret kursi yang Aslan yakini untuk Kinoi duduki sendiri sehingga Aslan mendorong tubuh Kinoi kesamping dan duduk didekat Zia.
"Apa kabar si cowok cool?" gerutu Kinoi menyindir lirih tetapi mampu didengar Aslan.
Tubuh Aslan dengan santai menyandari disandaran kursi, tepat saat Kinoi akan duduk dengan cepat kaki Aslan menendang kaki kursi Kinoi hingga Kinoi terduduk dilantai.
"Apa kabar tuh mata?, gak lihat kursi dimana?" sindir Aslan.
Kinoi yang tersindir dan merasa tahu dimana kesalahannya malah menyengir cengengesan tidak berani membantah.
"Aku mau durian milkshake" ucap Zia.
Mata Aslan langsung beralih pada Zaia yang duduk disebelahnya, Aslan tidak suka bau durian dan Zia tahu itu, tapi Zia malah memesan durian milkshake?, yang benar saja.
Aslan tetap stay cool, membuka buku menu dan menyeringai setelah menemukan apa yang dia cari, makanan seafood. Kesukaan Zia adalah seafood, tetapi perempuan itu tidak boleh makan terlalu banya karenan alergi.
Tampa banyak bicara Aslan menunjuk beberapa makannan di buku menu, memperlihatkannya pada pelayan yang paham, mengnagguk dan mencatatnya di note catatanan.
"Kenapa langsung balik ke Jakarta sih As?, gak nunggu besok aja baliknya sekalian kita jalan-jalan sama-sama dulu, udah lama kita gak kumpul-kumpul" ucap Unna.
"Ada kerjaan" jawab Aslan sekenanya.
"Kerjaan apa sih sampe segitunya?" gerutu Unna.
Zia berdecak menatap Unna malas, "lo gak pengertian banget sih?, dia baru tunangan gak bisa jauh-jauh. Lo juga ngambil kerjaan seenak dengkul lo seperti biasa."
"Lah ... mana tahu Abas adalah As?" ini kalimat yang kesekian kalinya diucapkan Unna.
Aslan tersenyum simpul, dia duduk menyandar kesandaran kursi demgan tenang menatap Zia dalam dari samping, terdengar ada nada sindirian dari perempuan disampingnya.
Perasaan Bahagia dan sedih secara bersamaan mengisi relung hatinya.
"Kita dari sini langsung kebandarakan?" tanya Zia tampa memindahkan perhatiannya dari ponsel ditangannya. "Soalnya pesawat Orion jam sembilan loh Kak."
"Memangnya Orion di Indonesia?" tanya Unna.
Zia memgangguk dengan semangat, "iya tadi pagi sampi Jakarta, karena tahu aku di Bali dia jadi terbang ke Bali. Ah ... anak itu awas saja kalau gak bawaain gue oleh-oleh, ketemu cuma peluk-peluk sama nyetor muka."
Mendengar nama Orion dan kata kangen, mata Aslan hanya melirik pada Zia tidak menolehkan kepalanya seperti tadi.
Perasaan bahagianya seakan runyuh seketika.
"Jadi gak balik besok?" tanya Unna.
"Iya ketemu kangen dulu sama dia, kalau di Jakarta kita udah gak bisa jalan-jalan lagi, pasti banyak kerjaan."
Orion?
Kagen?
Ketemu kangen?
Apa sama gue dia gak kangen?
pertanyaan itu berputar dibenak Aslan dia malas bertanya karena memang ini yang dia mau dulu, seperti permintaan Firdaus Papa Zia.
^-^
Di dalam pesawat Aslan hanya menatap kosong keluar jendela pesawat, rencananya mau tidur selama perjalanan dari Bali ke Jakarta seakan menghilang.
Saat mobil yang mereka tumpangi sampai didepan Bandara Zia langsung keluar berlari keluar mobil, memeluk seorang pria bule yang Aslan yakini itu Orion yang Zia sebut-sebut tadi.
Bahkan saat Orion mencium pipinya, Zia tersenyum lebar dan semakin menelunsupkan wajahnya dalam dekapan Orion.
*Marah?, pasti.
Cemburu? ... entahlah* ...
Melihat itu, Aslan kembali tersadar, Zia mempunyai kehidupan yang harus dia jalani sekarang, begitupun dengan Aslan.
Berakhir ...
Aslan menghela nafas menoleh pada Konoi yang yermyata tidak tidur, dia sedanv menatap layar leptopnya sambil memiring-miringkan kepala kadang juga men zoom foto hingga memenuhi layar leptopnya.
"Kepala lo ngapain miring-miring gitu?" tanya Aslan sambil terkekeh kecil.
"Ini pembalap yang sering gangguin pembalap jalanan favorin gue si Leon Bang" jawab Kinoi tampa menoleh pada Aslan.
Kening Aslan mengerut mendengarnya, Aslansemakin mendekatkan kepalanya pada Kinoi karena ikut penasaran. "Terus kalau lo tahu dia siapa lo mau ngapain?" suara Aslan terdengar dingin.
"Gak ngapa-ngapain penasaran aja"
Mata itu ...
Aslan mengambil leptop Kinoi dari pangkuannya, menatap lekat pada layar leptop Kinoi.
Mata itu mengganggunya, sejak terakhir dia dan pembalap misterius itu bertatapan di pertandingan balap mereka terakhir.
"Lo kenal Bang?."
Aslan tersadar, dia mengembalikan leptop Kinoi, "enggak" jawabnya singkat kembali menatap kosong keluar jendela pasawat.
Pembalap misterius itu, Aslan harus mengetahuinya siapa dia. Sudah beberapa kali pembalap itu mengganggunya disetiap kali fia melakukan pertanfingan balap dengan orang lain.
Secepatnya Aslan harus tahu!
Siapa pembalal itu!
^-^
.
Hemz ....
👍Like and 💬 Comment dong saudara-saudqra para Reader yang budiman.
Jangan hanya baca 😭
Tolong hargai usaha Autor 😔
Bantu Author juga dung ... agar semangat nulis dan update terus 😩 kalau banyak yang 👍Like dan 💬Comment otak Author jadi muter banyak ide.
Tapi tetap Author ucapkan terima kasih 🙏 karena sudah mau mampir
Love you 😘
Unik Muaaa
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments