Balas Budi

Jam sembilam malam.

Aslan masih duduk didepan komputernya, dia sedang mengedit dan memilih foto hasil jepretannya tadi sore, yang akan Aslan kirim ke klien yang menggunakan jasanya sebagai fotografer.

Jadwal kerja Aslan cukup padat, senin sampai kamis pagi dia akan bekerja di Perusahaan Ganendra, hari Rabu malam dam Kamis malam dia akan menyalurkan profesinya sebagai fotografer, sedangakan jum'at dan sabtu dia akan berada di Raja Crown fokus dengan kerjaan perhotelan sebagai accounting.

Sedangkan hari minggu jangan coba-coba mencari keberadaan Aslan, karena Aslan akan mengunci diri dikamarnya tidur seharian.

"Bang ada projek besar."

Tampa mengetuk pintu, Kinoi yang bekerja sebagai asisten Aslan masuk begitu saja.

Tidak merasa terganggu karena sudah biasa dengan kelakuan Kinoi yang seenaknya nyelonong masuk keruangannya, Aslan tetap fokus pada layar komputernya.

"Gue baru di hubungi sama desainer terkenal Indonesia" Kinoi duduk dikursi depan meja Aslan. "Dia mau lo jadi fotografernya, model pakek model ambasador mereka, tapi photoshotnya mereka mau outdor di sekitar pantai karena kali ini tema bajunya musim panas."

"Pantai?, berarti pagi atau sore hari?. Gue gak bisa, dan loe udah tahu itu" ucap Aslan santai. "Projek besar atau enggak gue gak bisa ninggalin pekerjaan utama gue, loe bukan anak baru kan yang harus gue jelasin."

"Kalau gitu minggu Bang?, gue juga sudah nyocokin jadwal dengan mereka dan mo ..."

"Lo tahu minggu gue istirahan total dari pekerjaan."

"Tapi bang ini ...,"

"Kenapa loe maksa banget sih?," potong Aslan lagi, kali ini dengan suara tegasnya.

Kinoi langsung duduk dengan bahu merosot menyndar kesandaran kursi menatap Aslan dengan tatapan memelasnya.

"Lo sudah tahu semua jadwal gue, lo udah bosen kerja sama gue?." Suara Aslan kembali datar namun penuh dengan ancaman.

"Bukan gitu Bang ..." bantah Kinoi, "ini model favorit gue, dan ini langkah banget kita dapet projek out door. Sekalian Bang ... cuci mata jalan-jalan gratisan, ayo lah Bang ...."

Aslan kembali menatap layar komputernya. "Gue gak bisa janji, minggu selain gue istirahan kadang gue ada urusan mendadak."

"Bukan minggu ini kok Bang, masih bulan depan tapi mereka ngubungi kita sekarang biar lo ..."

"Kasih kabar gue dua minggu sebelumnya," potong Aslan.

Selain dia malas meladeni rengekan Kinoi, dia juga harus cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya dan tidur karena besok harus berangkat kekantor pagi-pagi.

Kinoi yang mendengarnya langsung jingkrak-jingkrang kesenengan. "Gitu dong Bang ... akhirnya gue ketemu model favorit gue, thanks ya Bang ... dia itu profesional kok, mudah di arahin, gak ribet kayak yang lain, dia cantik perfect, Abang hanya tinggal ..."

"Lo ngomong lagi gue lempar kepala lo pakek hasbak."

Mulut Kinoi langsung mingkem.

Pelahan Kinoi melangkah mundur sebelum Aslan semakin marah, ancaman Aslan tidak main-main dengan apa yang dia katakan, dan Kinoi sudah beberapa kali merasakannya.

Meski Aslan pendiem, irit bicara dan terlihat misterius ... tapi jika marah jangan ditanya.

"Atur emosi dari sekarang Bang, nanti jangan marah-marah sama model fav ...."

Prank ...

Tuhkan benar ... asbak rokok benar-benar melayang kearah Kinoi dwngan sekuat tenanga Aslan melemparnya.

Hampir ...

Asbak itu hampir mengenai kepala Kinou hanya kuarang tiga senti dari kepala Kinoi yang masih mengintip dibalik daun pintu ruangan Aslan.

Selain Kinoi mengganggunya dalam mengerjakan pengeditan foto, Aslan sudah tidak percaya lagi dengan kata-kata Kinoi yang selalu mengatakan kata pujian yang sama, demi Aslan mau menggunakan model pilihan Kinoi untuk menjadi model studio mereka.

Tapi pada nyatanya nanti tidak ada, tidak ada satupun model yang mudah diarahkan. Tidak ada model yang tidak ribet, bahkan sedikit diantara mereka yang bisa bekerja profesional dan menggodanya. Maka dari itu Aslan selalu menggunakan masker saat photoshot tidak suka jika mereka mulai tebar pesona sok kecantikan.

Hanya dia ...

Dia yang ...

Wajah itu terlintas begitu saja dibenaknya.

Brak ...

Aslan melempar mouse ditangannya kedinding hingga hancur, rahangnya mengeras, tatapan matanya menyorot tajam.

"Kinoi kurang ajar" maki Aslan.

Aslan berdiri dari kursinya lalu pergi tampa menyelesaikan foto yang sedang dia edit, bahkan mematikan komputernya pun tidak.

Mengingat sosok Zia, semua percakapan Abra dan Ara berputar dibenaknya, pahkan percakapannya dengan Helenpun kembali dia ingat, perasaan kinoi jadi berantakan.

Dia adalah salah satu masa lalu yang ingin Aslan lupakan, tetapi dari sekian banyak masa lalunya Zia adalah salah satu sosok yang sangat sulit untuk dilupakan sekeras apapun Aslan mencobanya sebelas tahun terakhir ini.

^-^

Mata Aslan masih mengantuk, semalam dia baru menyelesaikan editan fotonya jam satu. Padahal hari ini tidak ada pekerjaan yang penting sehingga Aslan izin akan datang setelah istirahat siang pada Abra kemaren sore, tapi tadi jam sembilan Abra menghubunginya dengan nada marah memintanya segera kekantor.

Pintu lift lantai para ruangan exklusif terbuka, didepan lif sudah berdiri Ibnu, Sari dan Sam menatap Aslan dengan berbagai ekpresinyang berbeda.

Kening Aslan mengerut menatap aneh pada mereka bertiga. "Ada apa?" tanya Aslan pada mereka.

"Mereka sudah menunggu anda didalam" ucap Ibnu sambil berjalan pergi.

Sam menatap Aslan sambil menggelengkan kepalanya lalu pergi.

Sedangkan Sari menepuk lundak Aslan beberapa kali dan pergi juga.

Aslan tidak mengerti apa yang terjadi pada mereka semua, tampa pikir panjang Aslan berjalan mendekati pintu ruang Abra dan mengetoknya pelan.

Tok tok tok ...

"Masuk"

Perlahan Aslan membuka pintu melangkah masuk kedalam ruangan atasannya.

Abraham Ganendra yang duduk dibalik meja kebesarannya mengangkat wajahnya menatap Aslan tajam. Tangan Abra yang sedang memegang ponselnya dia lempar ponsel pada Aslan.

Untung saja dengan reflek Aslan meangkapnya hingga ponsel Abra tidak jatuh.

"Baca!" perintah Abra tegas.

Tampa disuruh dua kali Aslan menatap layar ponsel Abra yang menampilkan room chat Abra dan Pak Wahyu Anggara. Mereka membahas tentang pertemuan keluarga nanti malam direstaurant yang telah mereka tentukan.

Aslan tidak menyangka jika pihak keluarga Anggara begitu antusias dengan perjodohannya dan Helen, pada hal baru dua hari lalu dia mengatakan persetujuannya pada Helen, Aslan saja belum menghadap keluarga Anggara secara resmi, tetapi pihak mereka sudah merencanakan pertemuan keluarga besar untuk membahas tanggal pertunangan.

"Apa alasan kamu menerima rencana pertunangan itu tampa berbicara dengan Ayah dan Bunda?, apa karena kami bukan orang tuamu?." Tanya Abra berang menatap Aslan tajam.

"Bukan seperti itu, saya tidak ..."

"Jangan terlalu formal, Ayah memanggilmu kesini sebagai anak bukan Direktur" potong Abra tegas.

Ara yang berdiri disamping Abra mengelus pundak Abra menenangkan suaminya.

Wajah Aslan yang semulai tegang mulai rilek, tampa disuruh Aslan duduk dikursi depan meja kerja Abra. "As tidak bermaksud begitu."

"Lalu kenapa kamu tidak berdiskusi dulu sama Ayah dan Bunda?" tanya Ara lembut.

"Jangan pernah mengatakan kamu menyukainya, karena kami dan saudara kamu tahu bagaimana kamu" ucap Abra sebelum Aslan berbicara lebih banyak lagi.

"Ya, tapi dia yang menyukai As" ucap Aslan santai, "dan keluarga mereka welcome meski tahu As anak angkat keluarga Ganendra."

"Tidak mungkin" tangkas Abra, "kamu ingat malam saat kita makan malam dengan Helen dan Pak Wahyu kamu pulang terlebih dahulu, Ayah memberitahu siapa kamu pada mereka karena mereka memaksa mau kamu menjadi suami Helen. Tidak punya pilihan lain Ayah mengatakan hubungan kita sebenarnya, sejak saat itu mereka tidak pernah lagi mengungungkit masalah ini. Tapi tadi Pak Wahyu tiba-tiba datang dan meminta keluarga kita bertemu nanti malam untuk menentukan kapan pertunangan kalian. Sebenarnya apa yang ada didalam otakmu?, kami berusaha agar kamu tidak dijodohkan dengan anaknya tapi kamu malah menyetujuinya tampa membahas terlebih dahulu dengan kami."

"Kami tidak memaksakan perjodohan pada Ar maupin Gea, begitu juga dengan kamu. Ara menatap Aslan dengan lembut, "tidak penting dia mencintaimu atau tidak. Bagi Bunda dan Ayah kamu yang terpenting, keberadaan kamu bagi mereka terutama perasaan kamu."

Aslan menghela nafas, dia paham Ara selelu memikirkannya seperti biasanya seorang Bunda. "Ar dan Belda saja akhirnya jatuh cinta Bun, hal yang sama pasti akan terjadi seperti itu juga pada As."

"Tidak!" Bantah Abra. "Kamu dan Ar berbeda, Ar tidak bisa seperti kamu dan kamu juga sebaliknya."

Semua terdiam begitu juga dengan Aslan yang hanya diam menatap kosong keatas meja tampa berani mengangkat kepalanya menatap Abra dan Ara.

"Alasan utamamu karena ingin kerja sama perusahaan kita dan mereka terjalin, benar!." Abra mendesis terdengar menahan amarah.

Abra selalu terlihat tenang, terkadang juga bersikap santai menghadapai semuanya, tetapi jika sudah menyangkut bisnis dan keluarga jangan ditanyakan seberapa menakutkannya dia, Aslan sudah mengerti akan hal itu.

"Kamu tidak percaya dengan otak milik Ayah, Ar dan kamu sampai kamu melakukan hal itu?, atau sebenarnya seperti yang selalu dikatakan Ar kalau kamu penggila balas budi?."

Aslan masih diam tidak membantah sedikitpun, karena sebagian besar yang dikatakan Abra ada benarnya.

"KELUARGA GANENDRA TIDAK BUTUH BALAS BUDIMU!" Abra benar-benar murka.

"Hei tenang" Ara mengelus lengan Abra menenangkan.

Aslan mrngangkat wajahnya menatap Abra dengan tenang, "ini keputusan As Ayah."

Mata Abra semakin menggelap.

Ara berjalan dengan cepat saat melihat Aslan berdiri hendak pergi, Ara memeluk Aslan erat menghentikan langkah Aslan agar tidak pergi.

"Bunda dan Ayah hanya terlalu mengkhawatirkanmu sayang" ucap Ara lembut, "As ... kamu anak kami. Kamu, Ar, Gea dan si kembar adalah anak kami tidak ada perbedaan."

Aslan menghela nafas membalas pelukan Ara sayang, Ara selalu mengatakan kalimat yang menenagkan dirinya.

^-^

Semua seakan berjalan cepat, tanggal pertunangan telah ditetapkan. Helen bahkan sudah mencetak kartu undangan pertunangan mereka.

Tidak ada kesempayan untuk mundur apalagi membatalkannya, semua sudah ditetapkan dan Aslan sudah harus menghadapinya, lagi pula ini adalah pilihannya buakan.

Aslan turun dari mobilnya, pintu studio sudah terkunci tetapi lampu masih menyala. Kinoi pasti masih didalam bekerja atau hanya sekedar menunggunya karena seharian tadi dia mematikan ponselnya.

"Akhirnya lo dateng" ucap Kinoi menghampiri Aslan yang baru saja masuk. "Gue nungguin dari tadi sampek gak ikut balapan" gerutu Kinoi.

Kinoi adalah anak jalanan tempat biasa Aslan balapan liar, tetapi Kinoi tidak tahu jika Leon adalah Aslan, sang atasannya sendiri.

Aslan tidak pernah berinteraksi dengan Kinoi atau anak jalanan lainnya secara langsung. Wajah yang selalu tertutup oleh kaca helm full face berhasil menyembunyikan identitasnya selama ini.

"Lo masih punya waktu buat balapan?, jangan-jangan pagi lo sering telat buka studio gue."

"Enggak dong bang, gue kadang cuma ngabsen doang disana, baru kalau ada Leon pembalap misterius yang pernah gue cerita dulu ikut balapan, gue baru pulang malem."

"Kalau lo gak bisa nungguin gue, kenapa gak kirim pesan aja?" tanya Aslan duduk di kursinya.

Kinoi tersenyum lebar, "gue dapet kabar baik bang, pihak desainer yang pernah kita bahas waktu itu bisa hari minggu ini gak usah nunggu bulan depan deh bang ... lo sendiri kira-kira bisa gak?, bisa ya bang ..."

Tatapan Aslan tertuju pada undangan pertunangannya dan Helen yang tergeletak diatas meja didepannya.

Aslan melempar undangan pertunangan itu keatas meja tepat didepan Kinoi. "Kalau lo jadi fotografer gratis dipertunangan gue, gu ..."

"Ok" potong Kinoi dengan semangat mengambil undangan didepannya sebelum Aslan menyelesaikan perkataannya, "deal ya bang ... awas kalau lo gak dateng, ini model favorit gue."

Aslan hanya menjawabnya dengan anggukan kepala.

Acara pertunangannya malam minggu, jadi dia butuh menenangkan diri hari minggu sebelum kembali bekerja dikantor.

Mengambil pekerjaan diluar studio sepertinya jalan terbaik untuknya kali ini, bekerja sekaligus menenangkan diri tidaklah buruk.

^-^

Semua menatap undangan yang ada ditangan mereka dengan tatapan tak percaya, nama yang tertera di undangan itu nama yang diluar dugaan merema.

Engagement Party

Helen & Aslan

Tepat pada hari jum'at, hari ini adalah jadwal wajib mereka harus berada di Raja Crown, Aslan membagikan undangan ditangannya pada mereka satu persatu.

Aslan tahu mereka smeua pasti akan terkejut mengetahui dengan siapa dia akan bertunangan, karena tidak ada yang tahu kecuali Abra dan Ara, mereja berdua tidak akan mengatakan pada Regan, Javir dan Alaric maslaah oertunangannya, karena Aslan yakin mereka masih kecewa dengan keputusannya.

"Helen cewek yang lo bawa keacara garden party Bunda kan?" tanya Javir memastikan.

Kepala Aslan mengangguk.

"Bukannya dia hanya anak klien kenalan lo dan Ayah?" pertanyaan Alaric sepertinya tidak yakin.

"Terus gimana Zia?" tanya Regan dengan nada datarnya menatap Aslan tajam.

Pertanyaan Regan seakan menohoknya, Regan yang mengerti dirinya dari pada Jabir dan Alaric. Dari Regan lahir dia sudah mengerti Aslan, segala permasalahan tidak ada yang tidak Regan ketahui kecuali sejak Aslan mengetahui dia bukanlah anak kandung keluarganya, Aslan lebih banyak menutupi segalanya.

Tetapi jika tentang Zia, tidak udah ditanya lagi seberapa tahu Regan tengangnya, karena terkadang Aslan meminta bantuan Regan si hecker untuk menghapus komentar negatif tentang Zia.

Aslan sempat terdiam beberapa detik sebelum kembali memencet tombol keybord leptopnya. "Kenapa bertanya ke gue?" terdengar tampa beban menjawabnya.

"Kalau gitu gue anggep lo gak akan keberatan dengan rencana gue," terdengar penuh dengan rencana. "Menjadikan Zia sebagai partner ambasador kita, gimana Al?."

Semua menoleh pada Regan tak terkecuali Aslan yang sejak tadi fokus dengan layar leptopnya.

Alaric yang mendapat pertanyaan dari Regan hanya diam melirik pada Aslan.

"Dia akhir-akhir ini semakin naik daun," ucap Regan dengan santinya tersenyum lebar. "Terakhir dia tampil di peragaan busana di Paris, bermain di salah satu film luar negeri dengan Liam Stone. Gue rasa dia cocok jadi partner ambasador Al untuk hotel Raja Throne kita."

Dari kata-kata yang Regan katakan, pria itu tidak sednag main-main. Terlebih Regan bukan orang yang suka bermain-main dalam hal pekerjaan.

Regan melempar undangan Aslan, duduk bersandar pada sandaran kursi dengan santai, mengetatkan rahangnya menahan senyum.

Tatapan Aslan dan Regan saling mengintimidasi satu sama lain, membuat Aslan mengepalkan tangan menahan amarahnya yang mulai tersulut.

"Kenapa?" tanya Regan dengan senyum penuh artinya, "lo masih gak mau deket dengan dia?, alasannya karena apa?, lo mau tunangan juga."

Suasana serasa awkward gara-gara kata-kata Regan secara terang-terangan memang sengaja memancing emosi Aslan.

"Lagi pula kerja harus profesional" ucap Regan berdiri dari duduknya, "gue akan bantu Gea menyiapkan pertunangan lo agar sukses sehingga nanti hubungan kalian sukses sampai nikah."

Regan menutup layar letopnya dan berjalan ketempat gantungan kunci, mengambil kunci mobilnya.

"Semoga saja Gea dan Bilqis tidak mendapat karma lo. Menjadikan perempuan lain sebagai pelarian, hanya untuk harga diri dan balas budi bulshit lo."

Aslan diam menatap kearah temlat duduk Regan tadi, mencerna segaka kalimat yang Regan katakan barusam padanya.

"Gue dan keluarga gue gak butuh balas budi lo, berani lo ngelakuin sesuatu yang gak lo suka demi keluarga gue, gue bunuh lo saat itu juga."

Kata-kata Regan hampir sama dengan apa yang dikatakan Abra sebelumnya. Aslan terkekeh kecil, dua anaknitu memang selalu menunjukkan perhatian dan kepedulian mereka dnegan kata-kata yang tajam.

Balas Budi?

Apa yang dilakukan Aslan bukanlah balas budi, karena bagi Aslan, pengakuan keluarga Ganendra padanya lebih besar dari apapun.

^-^

.

Mari budayakan meninggalkan jejak ...

👍Like dan 💬 Comment sekaligus dong ...

hitung-hitung kolom komentar Author sesekali reme karen cuitan para Readers Badass

Terima kasih atas dukuangannya 😇

Love you 😘

Unik Muaaa

Terpopuler

Comments

Rahayu

Rahayu

mangkanya yuk..ramein komen dan like kalo abis baca...

2022-04-24

1

Yeni Efni

Yeni Efni

cerita nya bagus....tetapi kq jarang dapat komentar y,???

2022-04-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!