Sweet Butterfly

Sweet Butterfly

Adnan

Adnan Aska Prayoga. Pemuda berusia 25 tahun. Pengusaha sukses tanpa latar belakang pendidikan yang tinggi.

Ya, dia sukses karena pengalaman hidupnya yang cukup berat. Dia salah satu pemuda yang cukup cepat untuk belajar.

Dulu, Adnan terlahir dari orang tua yang pas pasan. Bisa dibilang kurang mampu. Dia bertempat tinggal di sebuah kampung yang cukup terpelosok.

Sejak kecil, Adnan hidup prihatin. Dia masih bisa bersekolah hingga SMP pun sudah sangat bersyukur.

Orang tua Adnan hanya bekerja sebagai pembuat gula merah kecil kecilan. Sang ayah yang menyadap air nira sedangkan sang ibu yang mengelola air nira tersebut hingga menjadi gula merah.

Keuntungan yang mereka dapat dalam penjualan gula merah tersebut belum tentu bisa mencukupi kebutuhan sehari hari mereka, meski Adnan juga membantu menjualkan gula tersebut ketika dia bersekolah.

Sepulang bersekolah, Adnan tidak lantas bermain dengan teman teman sebayanya. Dia akan membantu sang ayah untuk mencari nira. Tak jarang ketika dia libur panjang sekolah akan membantu menjadi kuli bangunan.

Hingga suatu hari ada sebuah insiden terjadi yang di alami oleh sang ayah. Hari itu, sang ayah nekat mencari nira dalam kondisi badan yang kurang fit. Sang ibu sudah mengingatkan agar tetap beristirahat.

"Pak.. Badan bapak lagi ga enak badan.. Istirahat saja dulu.. Besok baru nyari nira lagi. Di belakang masih ada sisa beras, ibu juga masih ada sedikit uang bisa buat beli lauk" kata ibu Ningsih mengingatkan.

"Ndak apa apa bu.. Bapak masih kuat.. Uang ibu simpan saja, buat uang sekolah Adnan" jawab sang bapak.

Pak Yoga pun pergi meninggalkan rumah. Berjalan menyisiri pinggiran hutan yang ada beberapa pohon kelapa yang kemarin sudah dia sadap.

Pak Yoga naik salah satu pohon kelapa yang cukup tinggi. Sudah separuh pohon, nafasnya mulai tersengal sengal sesak dirasanya. Pak Yoga memaksakan diri untuk naik dan.

Bugh.....

Tubuh pak Yoga terjatuh dari ketinggian kurang lebih 5 meter dan kepala bagian belakang terbentur sebuah batu yang cukup besar hingga mengakibatkan kefatalan, pak Yoga meninggal di tempat.

Semenjak itulah Adnan lebih keras membantu sang ibu, sedangkan sang ibu bekerja menjadi buruh cuci meski terkadang masih membuat gula jawa jika Adnan bisa menyadap nira. Sejak meninggalnya pak Yoga, sangat terlihat bu Ningsih sangat terpukul.

Bu Ningsih mengusir kesedihannya dengan bekerja tanpa mengenal lelah meski Adnan sudah berulang kali memperingatkan sang ibu agar tidak terlalu capek.

Melihat itu, Adnan akhirnya memilih tidak melanjutkan sekolahnya ketingkat selanjutnya. Dia memilih bekerja menjadi kuli bangunan untuk kebutuhan mereka berdua.

Belum genap 40 hari kepergian pak Yoga, kesehatan bu Ningsih benar benar drop. Bu Ningsih tak sanggup lagi bekerja. Setiap hari kondisinya kian memburuk karena bu Ningsih enggan untuk memeriksakan kesehatannya. Dia selalu menolak jika Adnan mengajaknya untuk berobat.

"Tidak usah nak, ibu baik baik saja. Simpan saja uang kamu untuk masa depan kamu ya" jawab bu Ningsih.

"Tapi bu.." jawab Adnan.

"Ibu tidak apa apa nak.." senyum bu Ningsih meski terlihat sangat pucat.

Dan akhirnya, ketika acara selamatan 100 hari pak Yoga, disaat itu pula bu Ningsih menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Adnan benar benar terpukul, kedua orang tuanya kini telah tiada meninggalkan dirinya sendiri Yang masih berusia 16 tahun.

"Kamu yang sabar ya nak Adnan.. Jangan terus berlarut larut dalam kesedihanmu. Kamu anak laki laki yang mandiri, kamu anak yang kuat. Bapak yakin kamu bisa menerima takdir Allah dengan lapang dada. Nak, ini ada titipan dari para warga untuk kamu, semoga bermanfaat ya nak" kata pak RT.

Adnan mendongak dan menatap pak Rt lalu tatapannya turun kesebuah amplop yang masih di pegang pak Rt

"Terimakasih pak RT" kata Adnan lemah sembari menerima amplop tersebut.

"Nak Adnan, untuk acara tahlilan jangan terlalu kamu pikirkan ya, para warga sudah sepakat akan menanggungnya hingga 7hari kedepan." lanjut pak RT.

"Tapi pak, saya sudah mendapatkan ini" kata Adnan yang merasa tak enak hati.

"Itu untuk kamu, tidak banyak.. Tapi setidaknya bisa sedikit membantumu untuk kedepannya nanti. Urusan tahlilan serahkan ke bapak dan para warga yang lain" jawab pak RT.

"Sekali lagi terima kasih pak RT" kata Adnan.

#####

Satu minggupun berlalu, setelah acara tahlilan selesai. Tidak lupa Adnan mengucapkan banyak terimakasih kepada para warga dan pak RT yang selama ini telah membantunya. Satu persatu para warga pergi meninggalkan rumah Adnan karena hari memang sudah larut malam.

"Pak RT," panggil Adnan.

"Ya nak.." jawab pak RT.

"Bisa kita berbicara sebentar pak??" tanya Adnan.

"Ahh ya mari nak." kata pak RT kembali duduk yang tadinya hendak pulang.

"Hmm begini pak, rencana besok saya akan pergi ke Jakarta pak. Saya ingin mengadu nasib di sana. Saya mau menitipkan rumah ini ke bapak. Maaf jika merepotkan" kata Adnan.

"Apa kamu yakin nak?? Sudah kamu pikirkan matang matang?" tanya pak RT memastikan.

"Sudah pak RT, saya merasa berat jika terus berada di rumah ini. Saya selalu teringat dengan kedua orang tua saya dan membuat saya merasa sangat kesepian. Saya hanya tak ingin berlarut larut dalam kesedihan saya, dan satu satunya cara adalah pergi ke kota. Tapi saya juga tidak akan pernah menjual rumah ini, karena rumah ini satu satunya harta warisan dari kedua orang tua saya. Maka dari itu jika bapak berkenan, saya ingin menitipkan rumah ini ke bapak" jawab Adnan.

"Baiklah nak, jika memang itu sudah keputusanmu. Insya Allah, bapak akan merawat rumah ini. Kapanpun kamu kembali cari bapak dirumah. Dan pesan bapak, di kota besar kamu berhati hatilah. Jaga selalu ibadahmu" kata pak RT.

"Baik pak RT.. Sekali lagi terimakasih sudah selalu merepotkan bapak" kata Adnan.

"Jangan sungkan nak, mendiang bapakmu teman baik bapak. Terlebih, bapak juga salah satu aparat desa, sudah tentu bapak akan berusaha membantu para warganya yang membutuhkan pertolongan bapak. Baiklah nak Adnan, kalau begitu bapak pamit. Besok berhati hatilah di perjalanan, semoga kamu sukses di sana dan jangan lupa antar kunci rumahmu ke rumah bapak ya." pamit pak RT.

"Amiiinnn, terimakasih pak. Mari pak saya antar" jawab Adnan mengantar pak RT hingga halaman depan rumah.

Pagi pagi buta, Adnan pergi meninggalkan kampung halamannya. Tidak lupa dia menitipkan kunci gembok rumahnya ke pak RT. Adnan pergi hanya berbekal beberapa baju, uang sumbangan dari warga dan ijazah SMPnya. Meski dia tidak terlalu yakin akan bekerja apa, namun ada sebuah tekat yang bulat dalam dirinya untuk merubah nasib ke lebih baik lagi.

Dan di kota besar inilah Adnan sekarang, dari seorang buruh bangunan lepas, mandor dan akhirnya memiliki sebuah perusahaan kontraktor yang ia beri nama PT. AAP yang cukup terkenal di Jakarta.

Usaha Adnan bertahun tahun, dengan rasa sabar yang besar kini membuahkan hasil. Bahkan setelah sukses seperti ini dia tidak lupa dengan orang orang yang telah membantunya. Salah satunya Anton, teman sekaligus sahabat semasa dia menjadi kuli bangunan hingga saat ini dia angkat sebagai asisten pribadinya.

"Adnan, ga nyangka ya, nasib kamu bisa sebagus ini. Lihatlah, jatuh bangun usaha kamu membuahkan hasil, bukan waktu yang sebentar 13 tahun dan kamu bisa bertahan hingga mencapai puncak saat ini" kata Anton.

"Ini juga berkat dukungan kamu juga Ton.. Makasih ya selama ini kamu menjadi temanku yang selalu menemaniku" jawab Adnan.

"Aku yang sangat berterimakasih Nan, kamu tidak melupakan aku meski sudah sukses. Hingga aku bisa beli sebuah rumah.. Puas rasanya bisa bikin emak sama babe senang" kata Anton.

Adnan pun tersenyum mendengar cerita asistennya itu. Mendengar Anton membahas soal orang tua, Adnan menjadi rindu dengan kedua orang tuanya.

"Ton, besok ga ada pertemuan pentingkan??" tanya Adnan.

"Hmmm tidak ada si bahkan hingga tiga hari kedepan" jawab Anton setelah memeriksa tabletnya.

"Ok, aku ingin pulang kampung, ingin melihat kondisi rumah peninggalan kedua orang tuaku sudah sangat lama aku tidak kesana, juga ke makam mereka. Aku sangat merindukannya" kata Adnan.

"Wahh boleh tuhh, aku ikut ya.." kata Anton.

"Boleh.. Tapi pastikan dulu pekerjaan kamu sudah kelar semua, agar tidak ada kerjaan yang tertunda" pesan Adnan.

"Siap pak bos, pekerjaan untuk tiga hari kedepan akan aku pastikan nanti sore sudah berada di atas mejamu" jawab Anton.

"Dahh yuk makan siang" ajak Adnan.

"Ayok.." jawab Anton semangat.

Merekapun keluar kantor dan pergi ke sebuah tempat makan langganan mereka. Meski sudah menjadi seorang pengusaha sukses, tidak membuat Adnan lupa diri. Dia masih sama dengan Adnan yang dahulu, yang membedakannya hanya kesuksesannya saja. Dia masih suka singgah di warung warung pinggir jalan, atau hanya sekedar nongkrong dipinggir jalan bersama Anton.

Dia akan pergi ke sebuah restoran mahal atau cafe jika hanya untuk bertemu dengan kliennya saja. Tak jarang pula kliennya memintanya untuk bertemu di sebuah club, namun hal itu juga tidak membuat Adnan menjadi suka bermabuk mabukan atau bermain wanita, dia benar benar berusaha bekerja seprofesional mungkin tanpa membuat kliennya kecewa.

Meski terkadang, kliennya memintanya untuk disediakan para gadis gadis di sana namun dirinya tidak akan ikut menikmatinya. Dia hanya menyediakannya saja. Namun pada akhirnya dari beberapa kliennya bisa memahami Adnan dan tidak akan memesan gadis gadis itu dipertemuan selanjutnya.

Adnan pun tidak pernah meninggalkan ibadahnya sedikitpun dalam kondisi apapun, hingga pada akhirnya Anton mengikuti jejaknya. Adnan benar benar sosok pemuda pembawa aura positif bagi sebagian orang yang mengenalnya dan terbukti dengan Anton.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!