NovelToon NovelToon

Sweet Butterfly

Adnan

Adnan Aska Prayoga. Pemuda berusia 25 tahun. Pengusaha sukses tanpa latar belakang pendidikan yang tinggi.

Ya, dia sukses karena pengalaman hidupnya yang cukup berat. Dia salah satu pemuda yang cukup cepat untuk belajar.

Dulu, Adnan terlahir dari orang tua yang pas pasan. Bisa dibilang kurang mampu. Dia bertempat tinggal di sebuah kampung yang cukup terpelosok.

Sejak kecil, Adnan hidup prihatin. Dia masih bisa bersekolah hingga SMP pun sudah sangat bersyukur.

Orang tua Adnan hanya bekerja sebagai pembuat gula merah kecil kecilan. Sang ayah yang menyadap air nira sedangkan sang ibu yang mengelola air nira tersebut hingga menjadi gula merah.

Keuntungan yang mereka dapat dalam penjualan gula merah tersebut belum tentu bisa mencukupi kebutuhan sehari hari mereka, meski Adnan juga membantu menjualkan gula tersebut ketika dia bersekolah.

Sepulang bersekolah, Adnan tidak lantas bermain dengan teman teman sebayanya. Dia akan membantu sang ayah untuk mencari nira. Tak jarang ketika dia libur panjang sekolah akan membantu menjadi kuli bangunan.

Hingga suatu hari ada sebuah insiden terjadi yang di alami oleh sang ayah. Hari itu, sang ayah nekat mencari nira dalam kondisi badan yang kurang fit. Sang ibu sudah mengingatkan agar tetap beristirahat.

"Pak.. Badan bapak lagi ga enak badan.. Istirahat saja dulu.. Besok baru nyari nira lagi. Di belakang masih ada sisa beras, ibu juga masih ada sedikit uang bisa buat beli lauk" kata ibu Ningsih mengingatkan.

"Ndak apa apa bu.. Bapak masih kuat.. Uang ibu simpan saja, buat uang sekolah Adnan" jawab sang bapak.

Pak Yoga pun pergi meninggalkan rumah. Berjalan menyisiri pinggiran hutan yang ada beberapa pohon kelapa yang kemarin sudah dia sadap.

Pak Yoga naik salah satu pohon kelapa yang cukup tinggi. Sudah separuh pohon, nafasnya mulai tersengal sengal sesak dirasanya. Pak Yoga memaksakan diri untuk naik dan.

Bugh.....

Tubuh pak Yoga terjatuh dari ketinggian kurang lebih 5 meter dan kepala bagian belakang terbentur sebuah batu yang cukup besar hingga mengakibatkan kefatalan, pak Yoga meninggal di tempat.

Semenjak itulah Adnan lebih keras membantu sang ibu, sedangkan sang ibu bekerja menjadi buruh cuci meski terkadang masih membuat gula jawa jika Adnan bisa menyadap nira. Sejak meninggalnya pak Yoga, sangat terlihat bu Ningsih sangat terpukul.

Bu Ningsih mengusir kesedihannya dengan bekerja tanpa mengenal lelah meski Adnan sudah berulang kali memperingatkan sang ibu agar tidak terlalu capek.

Melihat itu, Adnan akhirnya memilih tidak melanjutkan sekolahnya ketingkat selanjutnya. Dia memilih bekerja menjadi kuli bangunan untuk kebutuhan mereka berdua.

Belum genap 40 hari kepergian pak Yoga, kesehatan bu Ningsih benar benar drop. Bu Ningsih tak sanggup lagi bekerja. Setiap hari kondisinya kian memburuk karena bu Ningsih enggan untuk memeriksakan kesehatannya. Dia selalu menolak jika Adnan mengajaknya untuk berobat.

"Tidak usah nak, ibu baik baik saja. Simpan saja uang kamu untuk masa depan kamu ya" jawab bu Ningsih.

"Tapi bu.." jawab Adnan.

"Ibu tidak apa apa nak.." senyum bu Ningsih meski terlihat sangat pucat.

Dan akhirnya, ketika acara selamatan 100 hari pak Yoga, disaat itu pula bu Ningsih menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Adnan benar benar terpukul, kedua orang tuanya kini telah tiada meninggalkan dirinya sendiri Yang masih berusia 16 tahun.

"Kamu yang sabar ya nak Adnan.. Jangan terus berlarut larut dalam kesedihanmu. Kamu anak laki laki yang mandiri, kamu anak yang kuat. Bapak yakin kamu bisa menerima takdir Allah dengan lapang dada. Nak, ini ada titipan dari para warga untuk kamu, semoga bermanfaat ya nak" kata pak RT.

Adnan mendongak dan menatap pak Rt lalu tatapannya turun kesebuah amplop yang masih di pegang pak Rt

"Terimakasih pak RT" kata Adnan lemah sembari menerima amplop tersebut.

"Nak Adnan, untuk acara tahlilan jangan terlalu kamu pikirkan ya, para warga sudah sepakat akan menanggungnya hingga 7hari kedepan." lanjut pak RT.

"Tapi pak, saya sudah mendapatkan ini" kata Adnan yang merasa tak enak hati.

"Itu untuk kamu, tidak banyak.. Tapi setidaknya bisa sedikit membantumu untuk kedepannya nanti. Urusan tahlilan serahkan ke bapak dan para warga yang lain" jawab pak RT.

"Sekali lagi terima kasih pak RT" kata Adnan.

#####

Satu minggupun berlalu, setelah acara tahlilan selesai. Tidak lupa Adnan mengucapkan banyak terimakasih kepada para warga dan pak RT yang selama ini telah membantunya. Satu persatu para warga pergi meninggalkan rumah Adnan karena hari memang sudah larut malam.

"Pak RT," panggil Adnan.

"Ya nak.." jawab pak RT.

"Bisa kita berbicara sebentar pak??" tanya Adnan.

"Ahh ya mari nak." kata pak RT kembali duduk yang tadinya hendak pulang.

"Hmm begini pak, rencana besok saya akan pergi ke Jakarta pak. Saya ingin mengadu nasib di sana. Saya mau menitipkan rumah ini ke bapak. Maaf jika merepotkan" kata Adnan.

"Apa kamu yakin nak?? Sudah kamu pikirkan matang matang?" tanya pak RT memastikan.

"Sudah pak RT, saya merasa berat jika terus berada di rumah ini. Saya selalu teringat dengan kedua orang tua saya dan membuat saya merasa sangat kesepian. Saya hanya tak ingin berlarut larut dalam kesedihan saya, dan satu satunya cara adalah pergi ke kota. Tapi saya juga tidak akan pernah menjual rumah ini, karena rumah ini satu satunya harta warisan dari kedua orang tua saya. Maka dari itu jika bapak berkenan, saya ingin menitipkan rumah ini ke bapak" jawab Adnan.

"Baiklah nak, jika memang itu sudah keputusanmu. Insya Allah, bapak akan merawat rumah ini. Kapanpun kamu kembali cari bapak dirumah. Dan pesan bapak, di kota besar kamu berhati hatilah. Jaga selalu ibadahmu" kata pak RT.

"Baik pak RT.. Sekali lagi terimakasih sudah selalu merepotkan bapak" kata Adnan.

"Jangan sungkan nak, mendiang bapakmu teman baik bapak. Terlebih, bapak juga salah satu aparat desa, sudah tentu bapak akan berusaha membantu para warganya yang membutuhkan pertolongan bapak. Baiklah nak Adnan, kalau begitu bapak pamit. Besok berhati hatilah di perjalanan, semoga kamu sukses di sana dan jangan lupa antar kunci rumahmu ke rumah bapak ya." pamit pak RT.

"Amiiinnn, terimakasih pak. Mari pak saya antar" jawab Adnan mengantar pak RT hingga halaman depan rumah.

Pagi pagi buta, Adnan pergi meninggalkan kampung halamannya. Tidak lupa dia menitipkan kunci gembok rumahnya ke pak RT. Adnan pergi hanya berbekal beberapa baju, uang sumbangan dari warga dan ijazah SMPnya. Meski dia tidak terlalu yakin akan bekerja apa, namun ada sebuah tekat yang bulat dalam dirinya untuk merubah nasib ke lebih baik lagi.

Dan di kota besar inilah Adnan sekarang, dari seorang buruh bangunan lepas, mandor dan akhirnya memiliki sebuah perusahaan kontraktor yang ia beri nama PT. AAP yang cukup terkenal di Jakarta.

Usaha Adnan bertahun tahun, dengan rasa sabar yang besar kini membuahkan hasil. Bahkan setelah sukses seperti ini dia tidak lupa dengan orang orang yang telah membantunya. Salah satunya Anton, teman sekaligus sahabat semasa dia menjadi kuli bangunan hingga saat ini dia angkat sebagai asisten pribadinya.

"Adnan, ga nyangka ya, nasib kamu bisa sebagus ini. Lihatlah, jatuh bangun usaha kamu membuahkan hasil, bukan waktu yang sebentar 13 tahun dan kamu bisa bertahan hingga mencapai puncak saat ini" kata Anton.

"Ini juga berkat dukungan kamu juga Ton.. Makasih ya selama ini kamu menjadi temanku yang selalu menemaniku" jawab Adnan.

"Aku yang sangat berterimakasih Nan, kamu tidak melupakan aku meski sudah sukses. Hingga aku bisa beli sebuah rumah.. Puas rasanya bisa bikin emak sama babe senang" kata Anton.

Adnan pun tersenyum mendengar cerita asistennya itu. Mendengar Anton membahas soal orang tua, Adnan menjadi rindu dengan kedua orang tuanya.

"Ton, besok ga ada pertemuan pentingkan??" tanya Adnan.

"Hmmm tidak ada si bahkan hingga tiga hari kedepan" jawab Anton setelah memeriksa tabletnya.

"Ok, aku ingin pulang kampung, ingin melihat kondisi rumah peninggalan kedua orang tuaku sudah sangat lama aku tidak kesana, juga ke makam mereka. Aku sangat merindukannya" kata Adnan.

"Wahh boleh tuhh, aku ikut ya.." kata Anton.

"Boleh.. Tapi pastikan dulu pekerjaan kamu sudah kelar semua, agar tidak ada kerjaan yang tertunda" pesan Adnan.

"Siap pak bos, pekerjaan untuk tiga hari kedepan akan aku pastikan nanti sore sudah berada di atas mejamu" jawab Anton.

"Dahh yuk makan siang" ajak Adnan.

"Ayok.." jawab Anton semangat.

Merekapun keluar kantor dan pergi ke sebuah tempat makan langganan mereka. Meski sudah menjadi seorang pengusaha sukses, tidak membuat Adnan lupa diri. Dia masih sama dengan Adnan yang dahulu, yang membedakannya hanya kesuksesannya saja. Dia masih suka singgah di warung warung pinggir jalan, atau hanya sekedar nongkrong dipinggir jalan bersama Anton.

Dia akan pergi ke sebuah restoran mahal atau cafe jika hanya untuk bertemu dengan kliennya saja. Tak jarang pula kliennya memintanya untuk bertemu di sebuah club, namun hal itu juga tidak membuat Adnan menjadi suka bermabuk mabukan atau bermain wanita, dia benar benar berusaha bekerja seprofesional mungkin tanpa membuat kliennya kecewa.

Meski terkadang, kliennya memintanya untuk disediakan para gadis gadis di sana namun dirinya tidak akan ikut menikmatinya. Dia hanya menyediakannya saja. Namun pada akhirnya dari beberapa kliennya bisa memahami Adnan dan tidak akan memesan gadis gadis itu dipertemuan selanjutnya.

Adnan pun tidak pernah meninggalkan ibadahnya sedikitpun dalam kondisi apapun, hingga pada akhirnya Anton mengikuti jejaknya. Adnan benar benar sosok pemuda pembawa aura positif bagi sebagian orang yang mengenalnya dan terbukti dengan Anton.

dikampung halaman

Keesokan harinya, pagi buta Adnan sudah bersiap siap untuk perjalanan ke kampung halaman. Diapun tidak melupakan buah tangan untuk para warga di sana juga untuk pak RT di sana.

Tok..tok..tok..

Adnan bergegas menuju ke pintu utama apartemennya.

"Ahh, masuk dulu.. Tolong bantu aku bawakan semua barang barang ini." kata Adnan sembari menarik koper dan tangan lainnya menenteng barang barang yang kemaren sempat dia beli.

"Kamu kapan beli ini semua?" tanya Anton sembari mengambil beberapa barang lainnya.

"Kemarin sepulang kerja" jawab Adnan.

"Kenapa ga ajak aku, kan bisa aku bantu" celoteh Anton.

"Dahh gapapa.. Ehh di dalam masih ada yang lainnya ga??" tanya Adnan sebelum mengunci pintunya.

"Entah, tadi hanya ini aja yang masih berada di dalam tadi yang aku lihat" jawab Anton sembari berjalan meninggalkan Adnan.

Adnan pun mengecek sekali lagi, dan ternyata benar semua barang sudah terbawa.

Kini mereka sudah berada di bestmen. Anton sedang menata barang barang yang mereka bawa agar muat masuk ke bagasi dan sisanya di jok belakang.

"Nton, sebelum jalan kita sarapan dulu" kata Adnan mengingatkan.

"Ok.." jawab Anton sembari masuk ke dalam mobil bagian kemudi.

Merekapun mulai jalan, dan sesuai perintah Adnan. Mereka berhenti di sebuah taman dimana di sana banyak berjajar PKL PKL yang menjajakan dagangan mereka.

Adnan dan Anton memilih sarapan bubur ayam pagi ini.

"Ton.. Kalau aku ingin kuliah bisa ga ya?? Aku ingin mengembangkan pengetahuanku, agar bisa lebih bagus lagi menjalankan perusahaan. Tahu sendirikan, perusahaan sukses belum lama, mungkin dengan ilmu yang aku dapat nanti dibangku kuliah bisa lebih menstabilkan perusahaan dan memperkokohnya" tanya Adnan tiba tiba.

"Bisa si.. Tapi kamu harus ikut kejar paket dulu biar dapet ijazah SMA supaya bisa masuk kuliah" jawab Anton.

"Emang harus begitu ya?" tanya Adnan.

"Iyalah.." sahut Anton.

"Kamu bisa atur itu buat aku ga?? Aku ga tau. Kalau perlu kamu nanti ikut kuliah juga. Biaya biar aku yang atur" ajak Adnan.

"Ok.. Nanti coba aku cari tau informasinya ya.. Jujur Nan.. Aku kagum sama kamu.. Kamu benar benar pekerja keras tanpa ada rasa malu, bahkan lulusan kamu hanya SMP bisa seperti ini sekarang. Hanya bermodal pengalaman.. Luar biasa.. Otak kamu top cer.." puji Anton.

"Cckkk jangan terlalu memuji ku.. Aku hanya berusaha dan semuanya ku serahkan kepada Maha Pencipta kita" jawab Adnan.

Merekapun segera menikmati sarapan pagi mereka agar bisa segera melanjutkan perjalanan mereka sehingga tidak kemalaman setibanya di sana.

#####

Perjalanan mereka membutuhkan waktu kurang lebih 10 jam hingga memasuki kawasan kabupaten tempat tinggal Adnan.

Selama perjalanan, mereka saling pergantian jika merasa lelah menyetir mobil. Dan beberapa kali berhenti untuk menjalankan kewajiban mereka dan tidak lupa untuk mandi agar tubuh mereka tetap segar.

Tepat pukul 8 malam, Adnan dan Anton sudah memasuki kampung halaman Adnan.

"Di sini sepi ya Nan.." kata Anton mengamati sekitar yang mereka lewati.

Hanya kegelapan malam dan hawa dingin yang dia rasakan.

"Ya beginilah kampung halaman ku.. Kita ke rumah pak RT dulu ya.. Baru ke rumah.." kata Adnan.

"Aku ngikut aja.." jawab Anton.

Tak membutuhkan waktu yang lama, mereka berdua tiba di halaman sebuah rumah minimalis.

Tok..tok..tok..

"Assalamualaikum.." salam Adnan.

"Walaikumsalam" jawab seseorang dari dalam.

Ceklek.. Ceklek..

"Selamat malam Pak RT.. Masih ingat dengan saya..???" tanya Adnan seraya mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.

"Mmmm sebentar sebentar.." kata pak RT mengingat ingat seraya menyambut uluran tangan Adnan.

"MasyaAllah.. Nak Adnan.. Ya Allah.. Bapak sampai pangling.. Belasan tahun kamu ga pulang nak.." kata pak RT sambung lagi.

"Mari mari nak masuk.. Silahkan duduk." ajak pak RT.

"Terimakasih pak RT" jawab Adnan.

"Jangan panggil saya pak RT. Saya sudah tidak menjadi RT lagi. Panggil aja pak Rahmat.." kata pak Rahmat.

"Baik pak, maaf.. Ahh iya pak sampai lupa ini kenalkan teman saya dari Jakarta Anton" Adnan mengenalkan Anton.

Anton pun menganggukkan kepalanya ketika pak Rahmat menatapnya lalu mengulurkan tangannya dan dibalas oleh pak Rahmat.

"Selamat datang nak Anton. Semoga betah disini. Kalian baru tiba?? Mau menginap berapa hari?" tanya pak Rahmat.

"Betah pak, disini sejuk sejuk dingin.. Tidak seperti di Jakarta.. Panas" jawab Anton.

Merekapun tertawa mendengar kata kata Anton.

"Ya pak, Rencana kami di sini hanya sampai lusa. Saya hanya libur 3 hari. Tidak enak kalau terlalu lama libur" jawab Adnan.

"Mengapa cepat sekali.. Ohh ya sebentar, bapak ambilkan kunci rumah kamu sebentar ya.." kata pak Rahmat sembari bangun dari duduknya.

"Ton, tunggu sebentar ya.. Aku mau ambil bingkisan buat pak Rahmat" pamit Adnan setelah pak Rahmat masuk kedalam rumah.

Anton hanya mengangguk. Tak berselang lama, Adnan sudah kembali masuk dengan membawa bingkisan di tangannya.

"Nah, nak Adnan ini kunci rumah kamu. Selama ini rumah kamu rutin bapak bersihkan yaahh meski tidak setiap hari. Dan ada beberapa bagian yang sempat bapak ganti karena sudah rusak meski tidak sempurna" ucap pak Rahmat menyerahkan kunci rumah Adnan.

"Saya mengucapkan banyak terimakasih pak, bapak sudah mau merawat rumah peninggalan orang tua saya. Saya yakin jika bukan karena bapak, mungkin rumah itu sudah roboh. Ahh ya pak.. Ini ada sedikit oleh oleh dari saya. Silahkan diterima pak. Dan ini" kata Adnan tidak lupa memberikan sebuah amplop coklat kepada pak Rahmat.

"Ya Allah nak.. Apa ini.. Tidak perlu repot repot" kata pak Rahmat.

"Saya tidak repot pak, justru saya yang sudah merepotkan bapak selama ini" jawab Adnan.

"Terimakasih ya nak.." jawab pak Rahmat menerima bingkisan dan amplop dari Adnan.

"Saya juga mengucapkan banyak terimakasih sekali lagi pak. Dan saya permisi ya pak.. Tidak enak ini sudah sangat malam. Maaf mengganggu waktu istirahat bapak" kata Adnan sembari bangun dari duduknya.

"Tidak apa apa nak.. Mari saya antar sampai kedepan." kata pak Rahmat.

Setelah dari rumah pak Rahmat, mereka berdua berjalan menuju ke rumah Adnan yang kebetulan depan rumah Adnan ada sebuah lapangan, hingga mobilnya dapat iya parkirkan di sana.

"Ton, jangan nyesel ya ikut. Rumahku masih gubuk belum tembok seperti rumah pak Rahmat" kata Adnan.

"Ckkk apa si Nan.. Kamu jangan ngomong gitu." jawab Anton.

Setelah memarkirkan mobilnya, Adnan dan Anton bergegas turun dari mobilnya. Adnan membuka pintu rumahnya terlebih dahulu lalu membantu Anton membawa beberapa barang barang dari mobil.

"Hufhhhh capek juga ya.." keluh Anton duduk di sebuah bangku yang terbuat dari bambu.

"Maaf ya Ton, kondisinya seperti ini. Tapi ini cukup rapih. Pak Rahmat benar benar merawat rumah ini" kata Adnan mengamati setiap sudut rumahnya.

"Ton, kamu istirahat di kamar ku aja.. Biar aku tidur di kamar orang tuaku" kata Adnan.

"Ok.." jawab Anton.

Adnan pun menunjukkan kamar miliknya dahulu setelah itu dia masuk ke dalam kamar mendiang orang tuanya. Dan setelah itu merekapun beristirahat, karena merasa lelah tidaklah sulit bagi mereka untuk segera memasuki alam mimpi mereka masing masing.

Reina

Reina Putri, sejak kecil dia hidup hanya berdua dengan sang nenek. Hanya neneknyalah yang dia miliki. Namun sang nenek bukanlah nenek kandungnya, tapi beliau orang baik yang rela merawatnya dari sejak dia bayi. Meski hidup serba kekurangan, tapi sang nenek rela merawatnya hingga menyekolahkannya hingga dia lulus SMA.

Hingga suatu hari, waktu dia masih bersekolah. Dia tengah berjalan pulang setelah mengerjakan tugasnya di salah satu warnet.

Entah ini perasaannya saja atau memang waktu sudah malam, tempat itu terasa sunyi sepi tidak seperti biasanya. Tidak ada satu orang pun yang biasanya nongkrong atau keluar.

Reina bergegas mempercepat langkah kakinya agar segera dapat kembali ke rumahnya. Selain dia merasa takut, dia juga takut sang nenek menghawatirkannya.

Hingga dia sampai pada perempatan gang, di sana ada sebuah pos ronda. Terlihat di sana ada 3 pemuda yang tengah duduk duduk di sana.

Reina ragu untuk lewat di saja. Namun hanya itu satu satunya jalan untuk kembali pulang. Dengan mengambil nafas dalam dalam dan menghembuskannya. Reina kembali mempercepat langkahnya melewati pos ronda itu.

"Ehhh ada si eneng.. Dari mana neng" goda salah satu pemuda tersebut.

"Neng, sini dulu mampir temenin kita kita" sambung pemuda yang lain.

Sekilas Reina melirik ke tiga pemuda itu, di sana terlihat ada beberapa botol miras sudah tergeletak. Sudah di pastikan mereka kini berada di bawah pengaruh alkohol. Reina sedikit berlari untuk menjauh.

Namun sayang, salah satu pemuda itu turun dan mengejar Reina. Reina berusaha lari namun sayang, baru beberapa meter saja dia sudah tertangkap.

"Tol... Mmmm.mmmm.mmm" mulut Reina dibekap oleh pemuda itu.

"Diam loe, jangan macam macam!!!" bisik pemuda itu.

Reina berusaha memberontak namun tenaganya tidak cukup untuk melawannya.

"Hehh, cepat ambil motor. Kita bawa ke gudang" kata pemuda yang membekap Reina.

Reina yang mendengar itu melototkan matanya.

"Mmmm...mmmm.mmm" Reina terus berusaha membuat kegaduhan.

Reina dipaksa untuk menaiki sebuah motor buntut, dia di ampit oleh dua pemuda itu dan yang satunya menggunakan motor sendiri.

"Lumayan kita dapat pemuas tanpa bayar hahahaha" kata pemuda yang berada di belakang Reina.

"Hahahaha benar benar.. Kinyis kinyis lagi.." jawab yang lain.

Reina menggoyang goyangkan badannya dia tidak masalah jika harus terjatuh yang terpenting bisa lepas dari ketiga pemuda itu.

"Hehh diam loe??" teriak pemuda yang mengemudi.

Pemuda yang di belakang Reina semakin mengeratkan pelukannya terhadap Reina dan tangannya mulai meraba raba akses milik Reina.

"Lepasin!!!" seru Reina ketika mulutnya sudah tidak di bekap.

"Aku akan berteriak!!" kata Reina lagi.

"Loe ga liat kita dah di mana hahaha" kata pemuda itu tertawa.

Ternyata mereka sudah sampai di sebuah gudang tua yang berada di tengah tengah lahan kosong.

Reina dipaksa masuk oleh ketika pemuda itu. Reina dibawa lebih masuk lagi hingga sampai di sebuah tempat dimana di sana ada sebuah kasur lusuh.

Ternyata gudang tersebut adalah tempat mereka berkumpul untuk menikmati barang terkutuk, dapat terlihat disana berserakan bekas bekas pakai barang barang tersebut.

Reina langsung di dorong dengan kasar ke kasur tersebut hingga terjatuh tengkurap di kasur.

Kedua pemuda langsung memposisikan untuk memegangi kedua tangan Reina. Dan kejadian naas itupun terjadi menimpa Reina. Dia digil*r oleh ketiga pemuda itu tiada ampun hingga mereka merasa puas.

Sesuatu hal yang Reina jaga selama ini harus direnggut paksa oleh mereka. Hancur, jijik, sakit itu yang Reina rasakan kala itu.

Reina kembali pulang dengan rasa sakit pada bagian intinya, dia berjalan dengan menahan rasa perih luar biasa. Reina berusaha berjalan pulang, hingga tak lama dia sampai di halaman rumahnya di tengah malam.

Sebelum benar benar masuk, Reina berusaha untuk menetralkan rasanya, bersikap seolah olah tidak terjadi sesuatu. Dia tidak ingin sang nenek tau dan menjadi sedih dan khawatir.

Kejadian itu terlewati sudah hingga setahun kemudian Reina sudah melupakan kejadian itu, bahkan sang nenek tidak pernah tau itu.. Setelah lulus, Reina membantu sang nenek mencari uang, dia bekerja menjadi pelayan toko.

Baru satu bulan bekerja, pemilik toko sudah sangat senang dengan pekerjaan Reina, selain ramah Reina juga rajin bahkan rapi dalam bekerja.

Tak jarang, jika pemilik toko sedang keluar kota Reina selalu mendapatkan bingkisan dari sang pemilik toko. Raina pun sudah merasa sangat nyaman bekerja di sana, selain dekat dari rumahnya pemilik toko juga sangat baik padanya.

Pagi itu, Reina hendak berangkat bekerja seperti biasanya.

"Reina ayo sarapan nak??" tanya nenek.

"Iya nek, sebentar" jawab Reina.

Tidak lama kemudian Reina berjalan menuju ke dapur, di sana terlihat nenek sedang menikmati sarapannya.

Reina mengambil piring lalu mengisinya dan kemudain duduk di depan nenek dengan bangku kecil. Ya rumah yang mereka tempati tidak memiliki meja makan jangankan meja makan, ruang makan tak ada. Jadi mereka makan kalau tidak di rumah depan ya di dapur.

"Nek, nenek hari ini terlihat pucat. Apa nenek sakit??" tanya Reina.

"Iya, nenek sedang tidak enak badan." jawab nenek menaruh piringnya di tempat ember khusus menaruh piring kotor.

"Reina antar untuk berobat yuk nek.." ajak Reina.

"Tidak usah, nenek hanya butuh istirahat. Simpan saja uang mu untuk kebutuhanmu" jawab nenek tersenyum.

"Tapi nek.. Nenek terlihat sangat pucat.." bujuk Reina.

Nenek menggelengkan kepalanya. "Bagaimana pekerjaanmu?? Betah di sana??" tanya nenek.

"Betah nek, bu Rahma baik sama Reina.." jawab Reina.

"Syukurlah, yang penting kamu jangan malas malasan, jujur." nasehat dari nenek.

"Iya nek.." angguk Reina.

"Ya udah, nenek ke kamar dulu ya. Nenek ingin istirahat. Kamu hati hati berangkat kerja. Jangan lupa tutup pintu" pesan nenek sambil beranjak pergi.

"Iya nek, nenek jangan capek capek" jawab Reina.

Disore hari hari, tepatnya pukul 5 sore. Reina kembali pulang. Reina membuka pintunya, dan merasa jika rumah terasa sunyi tidak ada aktifitas dari sang nenek.

"Assalamualaikum Nek..." panggil Reina.

Reina mencari cari keberadaan sang nenek.

"Apa nenek tidur ya??" gumam Reina.

Reina pun menuju ke kamar neneknya.

Tok.. Tok.. Tok..

"Nek..." panggil Reina.

"Nenek.." panggil lagi.

Tidak ada sahutan dari sang nenek.

"Reina masuk ya nek" kata Reina sambil memutar handel pintu.

"Nek.." panggil Reina saat melihat sang nenek seperti sedang tidur di tempat tidur.

"Nek.." panggil lagi.

Reina memegang tangan neneknya dan menggenggam tangan yang telah berkeriput itu.

"Astaga, tubuh nenek panas" kata Reina panik.

Reina segera keluar kamar dan menuju ke depan rumah.

"Mang.. Mamang.. Mamang bisa antar Reina ke rumah sakit? Nenek sakit" kata Reina saat melihat mang Karjo lewat dengan bentornya.

"Ahh bisa bisa neng.. Ayo.." jawab mang Karjo.

Reina pun bergegas membawa sang nenek ke rumah sakit dengan dibantu mang Karjo mengangkat tubuh sang nenek.

Tak membutuhkan waktu lama, mereka tiba di sebuah rumah sakit yang memang tidak terlalu jauh dari rumah Reina.

Melihat ada pasien, para petugas yang siaga dengan sigap mengambil brangkar dan memposisikan di depan pintu agar tubuh nenek dibaringkan di sana

Mereka segera membawa nenek ke UGD. Reina ingin sekali ikut masuk namun dihalangi oleh salah satu petugas.

"Maaf mbak, anda tidak boleh masuk, silahkan ditunggu" cegah petugas itu.

Reina langsung menuju ke deretan bangku yang berada di depan UGD tersebut.

"Neng, nenek kamu kenapa?" tanya mang Karjo yang bari saja tiba.

"Entah mang, tadi pagi nenek memang bilang hanya tidak enak badan. Sudah Reina ajak periksa tapi nenek menolak. Hingga Reina temukan tak sadarkan diri di kamar sepulang Reina bekerja." kata Reina menjelaskan.

"Mudah mudahan tidak ada hal serius ya neng.. Ya udah, mamang pulang dulu ya" pamit mang Karjo.

"Ehh mang berapa??" tanya Reina sambil merogoh saku celananya.

"Tidak usah neng, mamang iklas bantuin neng.. Buat neng aja ya.. Semoga nenek cepat sembuh ya neng.." kata mang Karjo menolak.

"Amiiinnn Terimakasih ya mang.. Maaf sudah merepotkan mamang" jawab Reina.

Mang Karjo pun meninggalkan Reina sendirian menunggu dokter memeriksa keadaan sang nenek.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!