Sembilan Belas

"Anak kamu kembar Rey?" tanya Dara terkejut saat mendapati dua anak kecil tampan yang memiliki kesamaan wajah.

"Iya mereka kembar, aku kira kamu uda tau Cell" jawab Reynand, pria itu membawa kedua putranya yang baru ia jemput dari sekolah ke kantor karena ada yang harus ia kerjakan sebentar sebelum mengantarkan mereka ke rumah. Alexa sedang belanja bulanan sebentar sehingga tak bisa menjemput putra mereka. Alexa pasti akan sangat kerepotan jika harus berbelanja membawa kedua putranya yang sangat aktif itu sementara persediaan kebutuhan mereka sudah habis, karena nya Alexa meminta bantuan Reynand untuk menjemput mereka.

"Hai nama nya siapa? Umur kalian berapa tahun?" Dara menyapa kedua putra Reynand yang menggemaskan. Bibir Dara tersenyum untuk menutupi perasaan hati yang sebenarnya. Ia kembali mengingat Dion, meski nyatanya ia memang tak pernah benar-benar melupakan putranya tersebut.

"Nama aku Raffa tante" jawab salah satu dari putra Reynand.

"Aku Daffa" timpal yang satunya lagi. Mereka tersenyum ramah.

"Nama kalian bagus banget. Oh ya tante pusing loh bedain kalian berdua, mirip banget" ucap Dara dengan gemas.

"Kalo aku wajahnya lebih bulat tante, Daffa sedikit lonjong" Jawab Raffa. Sepertinya kedua anak kecil itu cukup mudah akrab dan sangat menyenangkan.

"Cell keberatan nggak kalo aku titip mereka sebentar? aku ada yang harus dibahas bentar sama pak Hartono" Ucap Reynand pada Dara yang masih bercengkrama pada Raffa dan Daffa.

"Iya nggak apa-apa Rey, aku nggak keberatan kok. Ini juga lagi free, lagi pula sebentar lagi uda istirahat makan siang kan" ucap Dara.

"Makasih Cell" Reynand tersenyum tulus pada Dara. Pria itu kemudian beralih menatap kedua putranya "Raffa dan Daffa papa mau ke dalam dulu. Kalian main sama tante Dara sebentar setelah itu papa antar pulang. Kalian angan nakal ya? jangan ngerepotin tante Dara" Ucap Reynand pada kedua putranya. Sepasang anak kembar itu kompak menganggukkan kepalanya sembari mengangkat jempol. Mereka terlihat sangat kompak.

"Umur kalian berapa sih? kalian belum jawab loh tadi tante nanya itu" Dara mengajak Raffa dan Daffa duduk di sofa setelah Reynand meninggalkan mereka menemui pak Hartono.

"Kami 5 tahun tante, sebentar lagi mau 6" Jawab Daffa.

"Tante cantik banget" Celetuk Raffa yang membuat Dara terkekeh.

"Masa sih? kamu juga ganteng" Dara menjawil hidung Raffa dengan gemas. Dara berusaha menahan perasaan perih di hati nya menyadari dirinya tak bisa melihat Dion hingga berusia 5 tahun seperti Raffa dan Daffa. Padahal ia yakin Dion pasti akan sepintar dan selucu anak kembar itu.

"Makasih tante" Ekspresi bangga yang Raffa tunjukkan mengingatkan Dara pada Reynand yang selalu percaya diri.

"Aku juga ganteng tante" Ucap Daffa tak ingin kalah.

"Iya dong pastinya, kan muka kalian sama. Aduh tante pasti nggak bisa bedain deh yang mana Daffa yang mana Raffa kalo ketemu kalian lagi sendiri-sendiri. Barengan gini aja tante agak bingung bedainnya" ucap Dara kali ini mencubit pipi montok Daffa.

"Kan tadi Raffa uda bilang aku mukanya agak lonjong, Raffa bulat tante. Gimana sih kok nggak ngerti juga" Ucap Daffa dengan ekspresi yang memancing tawa Dara.

"Iya deh maaf. Kalo lagi berdua gini sih tante bisa lihat bedanya, tapi kalo lagi sendiri-sendiri gimana bedainnya coba?" Sepertinya memiliki anak kembar akan sangat menyenangkan. Dara merasa sedikit terhibur dengan keberadaan dua putra Reynand yang Dara akui memiliki garis wajah yang sama dengan pria itu. Bahkan bisa dikatakan Raffa dan Daffa mewarisi ketampanan Reynand. Jika mereka bertiga disandingkan, Dara seperti melihat 3 lelaki kembar.

Dara tersenyum pahit, artinya Raffa dan Daffa benar-benar darah daging Reynand. Dara menggelengkan kepalanya mengusir pemikiran-pemikiran yang dapat mengganggu kenyamanan hatinya.

🍁🍁🍁

"Kamu kenapa sih akhir-akhir ini selalu menolak" Ucap Fabian tak dapat menutupi rasa kecewanya karena lagi-lagi Dara menolak melayani hasrat nya. Terhitung sudah satu bulan setelah kematian Dion Dara selalu menolak untuk disentuh lebih jauh olehnya.

"Aku lelah mas" Jawab Dara tanpa menatap pada suaminya. Dara malah menggelung seluruh tubuhnya ke dalam selimut dan hanya menampakkan wajahnya untuk menghindari sentuhan Fabian.

"Kamu nggak ada lembur sama sekali beberapa waktu ini. Kenapa bisa lelah Dara" protes Fabian pada alasan Dara yang menurutnya terlalu dibuat-buat hanya untuk menghindari dirinya.

"Otak dan hati aku yang lelah mas, dan itu akhirnya berimbas pada fisikku" Ucap Dara dingin.

"Sampai kapan akan seperti ini Dara, aku tau aku salah atas kepergian Dion. Aku minta maaf. Aku mohon jangan seperti ini" Suara Fabian terdengar melunak.

"Bukan cuma kepergian Dion yang memicu rasa lelah ku mas. Tapi semua sikap kamu selama ini juga juga menjadi pemicu nya. Beri aku waktu untuk menyembuhkan luka ku mas. Jangan terlalu memaksaku, kalau mas sudah tidak sanggup menahan diri lebih baik kita berpisah saja" Ucap Dara dengan suara bergetar.

"Apa Dara? berpisah? aku nggak nyangka kamu bisa mengucapkan hal itu dengan begitu gampang Dara. Pernikahan itu bukan mainan yang akan sangat mudah untuk kita sudahi. Aku nggak suka kamu sembarangan mengucapkan kata perpisahan. Ingat kita berjanji di hadapan Tuhan Dara" Wajah Fabian terlihat menahan amarah. Tatapan tajam diselimuti kekecewaan menghunus pada istrinya.

"Aku punya alasan untuk itu mas, aku sudah menahan perasaan sekian lama atas semua sikap kamu terhadap aku. Kamu yang acuh dan hanya memikirkan diri kamu sendiri. Rasanya sudah terlalu banyak keluhan yang aku layangkan padamu selama ini, tapi apa kamu peduli mas? enggak! kamu nggak pernah memikirkan perasaan ku. Selama ini aku bertahan karena Dion, tapi sekarang Dion uda pergi. Nggak ada alasan lagi bagi aku untuk bertahan dalam pernikahan ini" Dara membalas tatapan tajam suaminya dengan berani. Ia hanya ingin diberi ruang untuk menyembuhkan lukanya sendiri karena berharap Fabian akan membantu membalut lukanya hanya lah kesia-sian belaka. Pria itu selalu mementingkan dirinya sendiri.

"Pembahasan kita jadi melebar ke mana-mana. Tenangkan diri kamu" Fabian memilih pergi meninggalkan Dara yang termangu. Ia belum selesai dengan kemarahannya namun Fabian sudah pergi tanpa menyelesaikan nya. Selalu saja seperti ini, andai Fabian bisa sedikit saja mengalahkan egonya. Cukup berikan pelukan dan bujukan lembut Dara pasti akan luluh, tapi pria itu terlalu mendewakan egonya dan mematahkan hati Dara untuk ke sekian kali.

"Cukup sudah Fabian!!! aku muak" teriak Dara, meski ia tak yakin Fabian akan mendengar teriakannya.

Dara menghembuskan nafas berulang kali untuk menenangkan amarah nya yang menggebu.

🍁🍁🍁

Terpopuler

Comments

Julio Stevaning

Julio Stevaning

cape ya kalau punya suami seperti Fabian

2022-06-20

1

Siti Fatimah Siti

Siti Fatimah Siti

dan masih penasaran dengan kisah rey dan istrinya

2022-05-21

1

Siti Fatimah Siti

Siti Fatimah Siti

di tunggu ya kak up nya lagi

2022-05-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!