Lima Belas

"Sayang, kasih mama kesempatan untuk membahagiakan Dion lebih lama. Jangan paksa mama untuk mengikhlaskan kepergian Dion. Mama mohon sayang, sampai kapanpun mama nggak akan pernah bisa" Dara tak ingin melepaskan Dion apapun alasannya. Ia tak akan pernah rela melepaskan putranya pergi dari sisinya. Ia belum menjadi ibu yang baik untuk Dion lantas mana bisa ia membiarkan putranya pergi begitu saja.

"Dara kasihan Dion, ikhlaskan Dion. Kumohon jangan egois" bisik Fabian.

"Kasihan? harusnya kalo kamu kasihan kamu langsung bawa Dion ke rumah sakit mas. Bukan malah membiarkan saja sampai penyakitnya semakin parah. Kamu yang egois mas!" Dara membentak Fabian. Wanita itu menatap suaminya dengan marah.

"Ini bukan waktunya untuk saling menyalahkan Dara!" ucap Fabian penuh penekanan. Tampaknya pria itu merasa tersinggung karena Dara seolah menyalahkannya dalam hal ini.

Dara ingin membalas ucapan Fabian, namun niatnya terhenti dan tatapan mata Dara beralih pada Dion kala mendengar rintihan lemah putranya. Hatinya terasa amat ngilu melihat buah hatinya yang kian terlihat lemah.

"Mama i-ikhlas" Bisik Dara bersamaan dengan tumpahnya air mata kepedihan. Tatapan sayu Dion yang tampak begitu menderita memaksa bibir Dara untuk mengucapakan kalimat yang sangat bertentangan dengan hatinya. Egonya patah, kebahagiaan Dion jauh lebih penting dari apapun. Melihat Dion menderita lebih menyakitkan untuk Dara. Ia rela mengikhlaskan segalanya demi buah hatinya termasuk hidup dan kebahagiaannya.

"Papa juga ikhlas" timpal Fabian, ekspresi pria itu tak kalah menyedihkan. Siksaan apa yang paling berat bagi orang tua selain melepaskan buah hatinya pergi dari sisinya untuk selama-lamanya?

Andai bisa memilih, mereka rela bertukar posisi. Orang tua manapun tak akan pernah berfikir lama untuk menggantikan kesakitan bahkan bertukar nyawa dengan buah hatinya.

Pada akhirnya Dara hancur di detik pertama saat mata Dion mulai menutup dan helaan nafas terakhir yang berhembus teramat pelan. Jiwa lemah itu benar-benar pergi membawa keseluruhan jiwa Dara yang terpaku dalam ketidak berdayaan.

Dara menjerit dalam diam, suaranya teredam oleh rasa sakit yang tak terperi. Teriakannya melayang bersama kesadarannya. Semua berubah gelap dan kelam, cahaya hidupnya terenggut habis bersama kepergian Dion dari sisinya.

Tak ada kesempatan lagi untuk memeluk dan memiliki Dion lebih lama lagi, laki-laki kecil itu memilih pergi dari Dara dan Fabian yang begitu mencintainya.

🍁🍁🍁

Dara tergugu menangis memeluk gundukan tanah di makam putranya, tak pernah terbayangkan sedikitpun oleh Dara Dionnya akan pergi secepat ini. Selama ini Dara bahkan tak berani membayangkan bahwa ia akan kehilangan Dion untuk selama-lamanya.

"Mama akui mama bukan ibu yang baik untuk Dion, mama hampir selalu tak punya waktu untuk membersamai Dion. Mama terlalu sibuk dengan pekerjaan hingga sering kali abai terhadap putra kesayangan mama. Apa ini hukuman yang Dion berikan untuk mama? Dion menghukum mama dengan cara pergi jauh dan tak akan pernah mama dapatkan lagi? Dion berhasil menghukum mama nak, mama sangat kesakitan kehilangan Dion. Apakah Dion bahagia andai mama segera menyusul Dion?" Keluh Dara sambil terisak. Dunianya terasa benar-benar runtuh, tak ada harapan dan keinginan untuk melanjutkan hidup dengan ketiadaan Dion di sisinya. Belum lagi rasa sesal yang terasa membunuh.

Andai ia bisa lebih tegas pada Fabian untuk berhenti bekerja dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengurus putranya mungkin rasa sesal yang ia rasakan tak akan sebesar ini.

Kepergian Dion memang menggoreskan luka yang begitu dalam, namun sebagian besar kepedihan ini bersumber dari rasa sesalnya yang gagal menjalankan perannya sebagai seorang ibu dengan baik.

"Hanya 3 tahun Dion bersedia menemani mama, apa Dion tak pernah merasa bahagia menjadi putra mama sehingga Dion lebih memilih pergi dari mama? padahal mama sangat menyayangi dan mencintai Dion meski mama jarang memiliki waktu untuk Dion." Bisik Dara lagi, semakin ia berbicara rasa sakit di hatinya kian terasa menyiksa. Tiba-tiba ia merasa malu, Dara sadar tak berhak menahan Dion lebih lama di sisinya sementara dirinya tak bisa menjaga Dion dengan baik

Fabian terdiam mendengar keluh kesah yang terus mengalir dari bibir Dara. Rasa bersalah juga tak kalah bersarang di hatinya. Ia merasa gagal menjadi seorang ayah bagi Dion putranya. Bahkan di depan Dara ia seperti kehilangan muka.

"Dara kita pulang sekarang, hari sudah gelap. Sebentar lagi akan turun hujan" Ucap Fabian. Pria itu terpaksa memberanikan diri berbicara pada Dara melihat cuaca yang sudah sangat mendung.

"Kamu duluan aja mas, aku mau nemenin Dion di sini. Aku nggak tega membiarkan Dion tidur sendirian. Selama ini aku selalu tak punya waktu untuknya, sekarang aku ingin memberikan seluruh waktu ku untuk menemaninya" ucap Dara tanpa mengubah posisinya. Ia terus memeluk makam Dion tak peduli meski tanah sudah menempel dan mengotori pakaiannya.

"Ayolah Dara, Dion sudah bahagia di tempat barunya. Nanti kamu sakit kalau sampai kehujanan di sini. Dion sudah mendapatkan tempat terbaik, kamu tak harus menemaninya di sini. Cukup doakan dia Dara." bujuk Fabian.

"Dion nggak bahagia kan mas sama aku makanya Dion pergi, aku nggak bisa jadi ibu yang baik buat dia. Aku ibu yang gagal, yah tentu saja tempatnya saat ini jauh lebih baik daripada terus berada di sisiku. Toh aku juga hampir tak punya waktu untuk Dion" Hati Fabian kembali tertikam menyadari betapa rapuhnya Dara saat ini.

"Kamu ibu yang baik untuk Dion sayang, kamu bekerja keras untuk memenuhi semua kebutuhannya. Kepergian Dion sama sekali bukan salah kamu. Bukan juga karena kamu gagal menjadi ibu." Fabian mengusap pundak Dara berharap bisa mengurangi sedikit beban di hati istrinya.

Ucapan suaminya membuat Dara kesal dan marah, namun ia tak berdaya untuk melampiaskan emosi yang menguasainya. Tenaganya terkuras habis oleh kesedihan yang melingkupinya.

"Bisa jadi Dion lebih butuh dekapan ku dari pada limpahan materi mas, dia mungkin lebih menginginkan aku di sisinya" Ucap Dara lemah.

"Jangan menyesali apa yang sudah terjadi Dara. Kita nggak bisa berbuat apa-apa, ini jalan hidup yang sudah menjadi ketetapan Tuhan. Sedih itu manusiawi, tapi jangan sampai kesedihan itu menjerumuskan hingga menghancurkan hidup kita." Entahlah semua kata yang Fabian ucapkan hanya menambah kemarahan pada diri Dara.

"Nyatanya hidupku memang sudah hancur mas, jiwaku sudah tidak bisa diselamatkan. Setelah kepergian Dion apa menurut mu aku masih bisa melanjutkan hidupku dengan baik? enggak mas, rasa nya begitu sakit. Rasanga aku uda nggak sanggup hidup lebih lama lagi." Sesak kembali menguasai Dara, rasa sakit dan perih menjalari tubuhnya hingga Dara tak lagi mampu menahan segala kesakitan yang mendera. Kesadarannya kembali menghilang.

🍁🍁🍁

Terpopuler

Comments

fanthaliyya

fanthaliyya

lebih baik dara menjauh dl dari Fabian atw lbh baik pisah saja
sebel sm Fabian 😡

2022-12-25

0

Ning Vian

Ning Vian

nyesek

2022-12-08

0

Nur Yanti

Nur Yanti

aah sedih banget sih... kasian Dara di tinggalkan anak untuk selama lamanya. 😭

2022-09-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!