“Tuan muda, ayo makan dulu. Mbok sudah bawa makanan untuk tuan muda,” mbok Jum datang dengan nampan berisi makanan dan juga air minum untuk Rahmat.
Wanita paruh baya itu meletakan nampan di atas nakas, lalu ia membangunkan Rahmat yang tergeletak di atas ranjang dengan kaki tangan yang terikat. Setelah itu, mbok Jum membuka kembali lakban yang membalut mulut Rahmat.
“Maafkan, mbok. Mbok sungguh tidak berdaya,” kata mbok Jum dengan mata berkaca-kaca. Setitik kristal bening lolos begitu saja.
“Tidak apa, mbok. Rahmat tidak apa-apa,” kata Rahmat dengan lirih.
“Mbok tidak bisa melepaskan kamu, jika tuan Brahma tidak mengancam akan menyakiti cucu dan juga anak mbok di kampung. Sudah mbok pastikan, bahwa mbok akan membantu kamu kabur,” mbok Jum menjelaskan situasinya saat ini pada Rahmat.
Rahmat hanya mengangguk, ia memahami kondisi wanita paruh baya yang tengah menyuapinya makan itu.
“Rahmat bersumpah, mbok. Rahmat akan membalas semua perbuatan keparat tua itu dengan bayaran yang berkali-kali lipat menyedihkan bahkan menyakitkan!” Rahmat memejamkan mata, menahan sesak nya dada. Sakit, sungguh sakit kenyataan yang ia terima saat ini.
“Setiap kejahatan, pasti akan mendapat balasannya. Mbok yakin, bahwa tuan muda pasti bisa melewati ini semua,” kata Mbok Jum dengan air mata berlinang.
“Jangan menangis, mbok. Rahmat tidak suka melihatnya,” ucap Rahmat “Mendiang ibu selalu bilang pada Rahmat, jangan pernah membuang-buang air mata.”
Sidang putusan kasus pelecehan yang di dalangi Marco pun tiba. Marco terlihat sangat tenang saat berada di persidangan, bahkan saat hakim memutuskan hukuman 9 tahun penjara juga denda sebesar 2 milyar. Ia tetap nampak tenang duduk di kursi terdakwa.
“Hakim memutuskan, Marco Widjhaja di jatuhi hukuman 9 tahun penjara, dan juga denda sebesar 2 milyar rupiah.”
Marco tersenyum, tak ada raut kecemasan di wajahnya. Ia pun menoleh pada sang papa untuk sesaat, setelah itu ia pun kembali fokus pada perkataan hakim.
Sidang putusan telah usai, kini tuan Brahma dan Marco juga beserta pengawal mereka menuju tempat yang jauh dari jangkauan Cctv. Di mata tempat mereka menahan Rahmat sebelum acara sidang di gelar.
“Nikmatilah hari-harimu di penjara,” kata Marco kepada adik kembarnya yang malang itu.
“Kau bajingan, Marco! Kalian berdua adalah iblis berwujud manusia!” umpat Rahmat setelah lakban yang membalut mulutnya kembali di buka.
“Pindahkan Borgol ini ke tangannya,” perintah Marco pada anak buahnya.
Rantai yang memborgol pergelangan tangan Marco segera di buka dan di pindahkan pada Rahmat.
“Cepat bawa dia kembali! Jika ada orang lain yang melihat, mereka akan curiga jika kita telah menukar Marco,” kata tuan Brahma.
Rahmat pun hendak di bawa oleh pengawal itu kembali ke sel tahanan. “Ingat, Marco! Suatu saat keadilan akan datang. Aku akan kembali untuk membalas semua perbuatan kalian, dan aku akan membuat dirimu merasakan apa arti dari sebuah penderitaan yang menyakitkan. Bahkan bayanganmu sendiripun tak akan sanggup untuk mengikuti langkahmu lagi!” setelah itu, Rahmat berjalan menuju ke sel tahanan.
“Tidak usah mendorongku! Aku bukan orang lumpuh yang harus kalian bantu!” expresi dingin mulai muncul pada diri Rahmat. Kini hatinya hanya di penuhi dengan ambisi dan juga dendam.
Para pengawal membiarkan Rahmat berjalan sendiri, mereka hanya mengikuti dan berjaga-jaga. Takut kalau Rahmat akan kabur.
“Jangan sentuh tubuhku!” teriak Rahmat saat ia di dorong oleh seorang polisi penjaga untuk masuk ke dalam tahanan.
“Tersangka pelecehan sepertimu masih bisa bersikap sombong? Lihat lah dirimu, meski kau dari kalangan terpandang dengan pakaian mewah seperti ini pun tak ada gunanya,” kata polisi itu.
“Pa, Marco akan berangkat besok ke luar negeri,” kata Marco pada sang papa.
“Pergilah dan bersenang-senang, kembali jika kau sudah puas” ucap tuan Brahma sambil menepuk pundak Marco.
Tuan Brahma sangat menyayangi Marco, hingga tega mengorbankan hidup putranya yang lain. Ia tidak perduli akan perasaan putranya yang lain, dengan kekejaman hati ia tega melakukan apapun hanya untuk Marco. Putra yang ia bangga-bangga kan dan memiliki sifat seperti dirinya itu. Berbeda dengan Rahmat yang menuruni sifat dari mendiang ibunya.
Beberapa hari kemudian, di kantor polisi tempat di mana Rahmat di penjara. Ia selalu menghabiskan waktunya dengan berkelahi.
“Bocah ingusan, masih berani melawan!” seseorang penunggu tahanan menjambak rambut Rahmat.
“Turuti perintah kami, maka kau tidak akan kami hajar seperti ini lagi,” kata tahanan lain.
Cuih.. Rahmat meludahi wajah tahanan yang menarik rambutnya.
“Kurang ajar!” plak.. Suara tamparan begitu keras. “Jika kau tidak mau tunduk pada kami, maka kami akan membuat hidupmu menderita di sel ini,”
“Haha,” Rahmat tertawa hambar, “Sekalipun aku mati dan di lahirkan kembali, aku tidak akan tunduk pada siapapun,” kata Rahmat dengan suara lemah namun dengan bibir tersenyum.
“Keras kepala!” geram salah satu tahanan itu.
“Sudah cukup dengan dunia yang selama ini memperlakukanku dengan tidak adil. Siapapun kalian, bahkan malaikat pencabut nyawa sekalipun, aku RAHMAT RAHADIAN, tidak akan tunduk dan patuh!”
Mendengar ucapan Rahmat, tahanan yang menjambak rambut Rahmat perlahan melepaskan tangannya.
“Bukankah kau putra keluarga Widjhaha?” tanya tahanan itu.
“Hahaha, jika aku benar-benar putra dari Brahma Widjhaha, tentu dia tidak akan membiarkan aku terkurung disini,” kata Rahmat. “Aku putra yang tidak di inginkan, aku di lahirkan hanya untuk menjadi bayang-bayang saudaraku.”
Bruk.. Tubuh Rahmat ambruk dan hilang kesadaran.
“Hey, bangun!” teriak tahanan itu.
“Bos, sepertinya dia memang bukan Marco sialan itu. Jika dia benar-benar Marco, Brahma si bajingan tua itu tentu tidak akan membiarkan dia di tahan bersama kita,” kata penghuni lain sel tahanan itu.
“Benar juga, dia tadi menyebut dirinya saudara. Apakah Brahma sialan itu memiliki putra kembar?”
“Bisa jadi, Bos!”
“Kalau begitu, kita salah orang. Brahma dan Marco berhasil memperdaya semua orang.”
Setelah Rahmat sadar, mereka tak lagi menghajar Rahmat. Mereka malah bersikap baik dan meminta maaf pada Rahmat.
“Kau bukan Marco? Lalu siapa kau?” tanya tahanan itu, yang pangkatnya bos dari kedua tahanan lainnya.
Rahmat pun menjelaskan segala kepada ketiga tahanan itu. “Kalau begitu, kami bertiga minta maaf. Niat kami ingin membalas dendam pada Marco dan ayahnya. Karena mereka, keluarga kami mengalami kesulitan, bahkan putraku kehilangan nyawa karena mereka,” jelas bos dari tahanan itu.
Beberapa hari berada di balik jeruji besi, Rahmat selalu d keroyok oleh ketiga tahanan itu. Namun Rahmat tak lagi diam seperti dulu, yang sebelumnya jika di pukul ia akan diam. Beberapa hari belakangan ini, ia selalu melawan jika mendapat pukulan dari para tahanan itu, hingga membuat para tahanan semakin geram dengan sikapnya terkesan sombong dan pemberani.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
𝘼𝙧𝙞𝙣𝙞....
Astaga 🤧🤧🤧
2022-05-14
2
𝕹𝖚𝖗𝖚𝖘𝖞𝖘𝖞𝖎𝖋𝖆
Semangat Rahmat, tendang habis semua orang yang menindas mu
🤣🤣🤭🤭🏃♀️🏃♀️🏃♀️
2022-05-14
1
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Orang jahat adalah orang baik yg tersakiti,maka jgn salahkan rahmat jika dia mnjadi pedendam.
2022-05-14
2