“Berhenti!” teriak seseorang yang baru saja turun dari mobilnya.
Drap.. Drap.. Drap.. Langkah kaki serentak mendekat ke arah dimana pengeroyokan Rahmat hendak terjadi.
Seorang Pria setengah paruh baya mendekat bersama dengan ke empat anak buahnya.
“Apa yang kalian lakukan?”
“Jangan ikut campur, Pak tua!” teriak salah seorang dari orang yang mengeroyok Rahmat.
“Kalian ingin pergi, atau polisi yang akan bertindak!?” ancam pria setengah paruh baya itu.
“Sialan!” makinya sambil menyepak tubuh Rahmat yang tergeletak. Setelah itu, kawanan penjahat itu pergi meninggalkan Rahmat.
“Kamu tidak apa-apa?” tanya pria setengah paruh baya itu kepada Rahmat.
“Tidak apa-apa. Terimakasih, bapak sudah mau menolong saya,” ucap Rahmat yang sudah bangkit sambil memegangi perutnya yang terasa nyeri.
“Siapa nama kamu? Kenapa wajah kamu sangat mirip dengan tuan muda kami?” pria setengah paruh baya itu bertanya pada Rahmat lagi.
“Nama saya Rahmat Rahadian, saya berasal dari Desa sinar abang. Datang kemari mencari Ayah dan juga saudara saya.” Jelas Rahmat dengan jujur.
Pria setengah paruh baya itu tersenyum smrik. “Ternyata informasi yang di berikan tuan besar memang benar,” gumannya.
“Sekali lagi saya ucapkan terimakasih,” ucap Rahmat. Lalu ia pamit pergi. “Kalau begitu saya mohon undur diri,”
Baru beberapa langkah Rahmat berjalan, pria setengah paruh baya itu memanggil Rahmat. Rahmat pun berhenti dan menoleh kepada pria tersebut.
“Siapa nama ayah yang sedang kamu cari?” tanya pria setengah paruh baya itu dengan suara tegasnya.
“Brahmantyo Widjhaja. Itu nama yang di sebutkan mendiang ibu saya, sebelum beliau meninggal,” kata Rahmat.
“Kalau begitu, saya tidak salah orang. Mari ikut saya,” pria setengah paruh baya itu sedikit membungkukan tubuhnya di depan Rahmat.
“Ada apa sebenarnya?” tanya Rahmat keheranan.
“Jika benar orang yang anda cari adalah Brahmantyo Widjhaja, berati anda adalah tuan muda kedua.” Jelas pria setengah paruh baya itu. “Kalau begitu, Tuan muda kedua harus ikut kami pulang dan menemui Tuan besar.” Sambungnya.
Rahmat melolot karena terkejut, tak di sangka akan semudah itu menemukan ayah dan juga saudara. Hanya karena bertemu orang tanpa sengaja, bahkan selama ini ia sudah mencari kesana kemari tapi tak menemukan petunjuk apapun.
“Mari, Tuan muda kedua. Silahkan!” Salah satu anak buah membukakan pintu Mobil dan meminta Rahmat masuk.
Dengan ragu, Rahmat memasuki mobil mewah yang berharga milyaran itu.
“Akan kah ayah mau mengakui aku?” batin Rahmat cemas. “Kenapa setelah titik pencarianku hampir berhasil, aku malah merasa tidak senang dan khawatir,”
“Tuan muda kedua jangan terlalu banyak berfikir,” ucap pria setengah paruh baya itu.
Setengah jam kemudian, mobil yang membawa Rahmat berhenti di depan Rumah megah bak istana.
“Silahkan, tuan muda kedua!” satu anak buah membukakan pintu mobil lalu sedikit membungkukan tubuhnya. Tanda menghormati Rahmat.
“Inikah kediaman ayahku, paman?” tanya Rahmat kepada pria setengah paruh baya itu dengan sebutan Paman.
“Benar, Tuan muda. Tuan besar sudah menunggu anda di dalam,” kata pria setengah paruh baya itu.
“Kenapa aku merasa semua sudah di rencankan?” batin Rahmat bertanya-tanya.
“Mari, Tuan muda kedua..” ajak pria setengah paruh baya itu.
Rahmat pun mengikuti pria yang ia sebut Paman itu ke dalam Rumah.
Saat tiba di ruang tengah, seorang pria yang juga setengah paruh baya sedang duduk dengan kali bersilang di atas sofa.
Keangkuhan terlihat jelas dari raut wajah dan juga sorot matanya. “Tuan, saya sudah membawanya untuk, Anda.,” kata pria setengah paruh baya yang membawa Rahmat.
“Kerja bagus, Li..” puji pria yang duduk di atas sofa. “Bawa dia, dan pinta dia membersihkan diri terlebih dahulu. Setelah itu, baru bawa dia menemui aku,”
“Baik, Tuan Darma,” patuh pria setengah paruh baya yang di ketahui bernama Li itu.
Rahmat hanya diam, ia menatap wajah pria yang ternyata adalah ayah yang ia cari iru dengan teliti dan serius. “Dia kah ayahku?” batinnya.
Ia mengikuti Li menuju lantai atas rumah itu. Setelah sampai lantai atas, Li membukakan sebuah pintu. Yang ternyata adalah salah satu pintu kamar.
“Ini kamar untuk tuan muda kedua, segera bersihkan diri dan berganti pakaian. Semua sudah di siapkan di dalam,” kata Li.
“Terimakasih, paman,” ucap Rahmat.
“Cepatlah, saya akan tetap menunggu di sini!” Rahmat segera memasuki kamat itu, dan segera membersihkan diri.
Setengah jam kemudian, Rahmat keluar dari kamar itu dengan wajah segar dan juga pakaian yang bagus.
“Tuan muda kedua benar-benar mirip dengan tuan muda kami.”
Mereka berdua segera turun ke lantai bawah, menemui tuan Darma yang menunggu mereka di ruang tengah.
“Rahmat..” panggil tuan Darma.
“Iya, tuan.” Jawab Rahmat segan dan canggung.
“Kenapa, Tuan? Aku ini Papamu,” kata tuan Darma. “Ayo sini, apakah kau tidak ingin memeluk papa?” tuan Darma menurunkan kakinya lalu berdiri dan merentangkan kedua tanganya.
Dengan ragu Rahmat mendekat lalu memeluk sang papa. “Kamu sudah besar sekarang, dulu saat papa pergi ke Kota. Kamu dan juga kakakmu baru berumur 11 bulan,” jelas tuan Darma.
“Kenapa? Kenapa pelukan ini tidak seperti yang aku harapkan? Kenapa perasaanku tidak senang,” batin Rahmat.
Cukup lama Rahmat dan tuan Darma mengobrol, kini saatnya tuan Darma harus pergi karena sebuah urusan.
“Papa, akan pergi sebentar. Kamu jangan sungkan, karena sekarang ini adalah rumah kamu juga.” Setelah berkata demikian, tuan Darma pergi meninggalkan Rahmat.
Sore harinya, saat Rahmat sedang duduk di meja dapur. Pelayan yang baru pulang dari supermarket terkejut.
“Tu-tu-tuan muda kenapa duduk di Sini?”
Melihat wanita paruh baya yang datang dengan keranjang belanjaan, Rahmat segera bangkit dari duduknya dan mengambil alih keranjang tersebut.
“Tu-tu-tuan, bi-biar Mbok saja.”
“Biar, saya bantu Mbok,” kata Rahmat dengan lembut.
“Ada apa dengan tuan muda? Kenapa mendadak berubah?” batin pelayan bertanya-tanya.
Pelayan tersebut diam mematung sambil memandangi wajah tuannya. Ia tidak mengetahui bahwa yang ada di hadapnnya bukan sang tuan muda.
“Sudah, Tuan muda. Biar mbok saja, nanti tangan tuan muda kotor,” ucap sang pelayan.
“Tidak apa-apa, Mbok. Lagi pula saya sudah terbiasa,” kata Rahmat sambil mengeluarkan sayuran dari dalam keranjang dan meletakkannya di atas meja di samping kompor.
“Memang berbeda, apa dia bukan tuan muda?” tanya sang pelayan keheranan. “Apa dia bukan tuan muda? Tapi kenapa sama?”
Saat malam hari, Rahmat yang merasa sangat haus keluar dari kamarnya dan langsung menuju dapur. Ia segera menuang air kedalam gelas lalu meneguknya hingga tandas. Setelah itu, ia kembali ke kamar. Namun saat tiba di ruang tengah, ia melihat seseorang yang baru saja melemparkan jaket ke atas meja yang ada di ruang tengah, hingga membuat ia terkejut setengah mati.
“Astaga!” kejut Rahmat hingga membuat orang yang melemparkan jaket ke atas meja, memandangnya.
“Kamu siapa?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Kin☀
mereka kembar ya marco dan Rahmat tapi walaupun kembar terkadang sifat berbeda wajah boleh sama tapi tidak dengan sifat 🙂
2022-05-14
2
ulie
rahmat kembar tohhhh
2022-05-14
1
ÅⱢ➺ͨᵃ𓅙ꙷ
Marco sama Rahmat kembar ya???
2022-05-14
0