“Begini, Tuan. Kami menemukan seorang pemuda yang sangat mirip dengan Tuan muda,” ucap salah seorang bawahan kepada bos nya.
“Mirip dengan Tuan muda?” tanya sang Bos.
“Benar, Tuan. Namun dia berpakaian sangat lusuh. Kami sudah beberapa kali melihat pemuda itu, sepertinya ia bekerja di salah satu Gudang yang ada di pasar M.” Jelas bawahan sang bos. “Tapi sepertinya dia sering di perlakukan buruk di tempat itu,” sambungnya lagi.
“Pancing dia kemari, aku ingin melihat seperti apa dia?” perintah sang Bos kepada anak buahnya itu.
“Baik, Tuan! Kalau begitu saja pamit undur diri,” sang bawahan membungkukkan tubuhnya, lalu segera pergi.
“Mungkinkah itu dia? Dia sudah datang? Ini kesempatan yang bagus,” batin orang itu setelah anak buahnya pergi.
***
Sedangkan dengan Rahmat, kini ia tengah duduk di pinggir jalan dengan wajah yang memar akibat pukulan yang ia terima dari para anak buah pak Jono.
“Ya tuhan.. Apa salahku? Kenapa kau perlakukan aku tidak adil seperti ini!?” rutuknya sambil memegangi dada. “Tidakkah kau memberiku sedikit keadilan? Aku lelah, aku juga bisa merasakan sakit seperti orang lain,” sambungnya dengan rasa penuh ke putusasa’an.
Keesokan harinya, dengan sisa uang yang ia peroleh saat bekerja di Gudang beras. Ia kembali mencoba untuk mencari sosok sang ayah dan juga saudaranya.
“Semoga kali ini kau memberiku jalan yang baik, Tuhan!”
Ia pun mulai berjalan, bertanya kepada orang-orang yang lalu lalang. Hingga suatu ketika, ia tiba di sebuah Gedung tua yang tak berpenghuni. Ia pun memutuskan untuk beristirahat di sana.
Rahmat memberanikan diri untuk masuk kedalam Gedung tua itu. Ia pun segera melangkahkan kakinya, setelah sampai ia langsung membuka tasnya, mengeluarkan sebungkus nasi dan juga sebotol air mineral yang sebelumnya ia beli.
Saat ia hendak menyantap nasi bungkus itu, tiba-tiba ada suara seseorang terbatuk-batuk.
“Uhukk.. Uhukk..”
“Siapa di sana?” tanya Rahmat setengah berteriak. “Kalau kamu manusia, cepat keluar!”
Orang yang terbatuk-batuk sebelumnya, menampakan diri pada Rahmat. Seorang Pria yang berumur kisaran 35 tahun dengan wajah tampan tapi pucat dan terluka di bagian kaki juga lengan kirinya.
“Siapa kamu?” tanya Rahmat.
“Sa-,” belum lagi menjawab pertanyaan Rahmat, pria tersebut terjatuh dan hilang kesadaran.
“Hey.. Hey..” Rahmat menepuk-nepuk pipi orang tersebut. “Dia pingsang!”
Rahmat menyeret orang yang hilang kesadaran itu ke pinggirin Gedung. Tepatnya ke tempat yang lebih luas.
Setelah lama menunggu, akhirnya orang tersebut sadar.
“Kakak sudah sadar?” tanya Rahmat.
“Siapa kamu? Kenapa kamu menolong saya?” suara pria itu sangat lemah saat bertanya pada Rahmat.
“Saya Rahmat, apakah ada alasan untuk menolong orang lain?” bukannya menjawab pertanyaan pria tersebut, Rahmat malah balik bertanya.
Pria itu terdiam, namun tak lama kemudian. Ia kembali berbicara. “Bolehkah saya meminta sedikit air minum dan makanan kamu?” pinta pria tersebut.
“Silahkan kalau kakak mau, tapi nasi ini sudah saya makan sebagian tadi,” kata Rahmat.
Tanpa ragu, pria tersebut langsung meraih bungkus nasi yang ada di depan Rahmat lalu memakannya dengan rakus.
“Baru kali ini ada orang yang mau makan dengan saya,” kata Rahmat pelan.
“Kenapa?” tanya pria tersebut setelah meneguk air minum.
“Tidak apa-apa,” jawab Rahmat. “Oiya, siapa nama kakak? Dan kenapa kaki dan juga lengan kakak bisa terluka?”
“Saya Dean, saya habis di keroyok oleh segerombolan orang,” jawab pria tersebut yang ternyata bernama Dean.
“Kakak tunggu di sini, saya keluar sebentar untuk mencari obat penahan rasa sakit. Nanti saya kembali,” kata Rahmat sambil meninggalkan tas gendong.
Dean menatap Rahmat sejenak, “Jangan curiga, saya bukan bagian dari kelompok orang yang menyerang kakak. Saya hanya pria bodoh yang tidak beruntung,” Rahmat segera keluar dari Gedung tua itu untuk mencari obat.
Dean tersenyum mendengar perkataan Rahmat. “Baru kali ini ada orang bodoh yang terang-terangan mengakui bahwa ia bodoh. Dasar benar-benar bodoh,” guman Dean.
Dean pun bangkit dan berjalan menuju tempat ia semula bersembunyi, ia pun mengambil sesuatu di tempat persembunyiannya itu, lalu kembali ke tempat ia dan Rahmat duduk.
Ia kembali duduk dan menunggu Rahmat. Tak lama kemudian, Rahmat kembali membawa obat dan juga kantong kresek berwarna hitam.
“Apa itu?” tanya Dean.
“Ini obat, dan ini Roti.” Jawab Rahmat. “Huh, harga di Kota dan di Desa sungguh berbeda jauh,” keluh Rahmat.
“Memangnya kenapa?” tanya Dean lagi.
“Kakak tahu tidak, Roti sebesar ini seharga 2500 ribu di sini. Sedangkan di Desa, uang 2500 sudah dapat 3 gorengan,” jelas Rahmat dengan wajah lugu.
“Hahaha.. Kota berbeda dengan Desa, di Desa kamu bisa hidup dengan damai. Tapi di Kota, kamu tidak akan bisa hidup dengan tenang. Bahkan urusan perut pun, jika kamu tidak kuat maka kamu akan sering kelaparan. Karena di Kota ini, siapa yang kuat dialah yang berkuasa!”
Selama dua hari Rahmat dan Dean berdiam di dalam Gedung tua itu. Kini luka di lengan dan kaki Dean sudah membaik. Dean pun segera pamit pergi kepada Rahmat.
“Saya harus segera pergi, terimakasih sudah mau merawat dan mengobati saya. Suatu saat, Saya akan membalasnya dengan sesuatu yang pantas,” kata Dean pada Rahmat.
“Kemana kakak akan pergi?” tanya Rahmat.
“Saya akan pulang, Saya harus membalas orang-orang yang sudah melukai, Saya.”
“Belajarlah dengan baik menilai orang lain, singkirkan keluguan yang ada pada diri kamu. Jangan sampai kamu di manfaatkan pihak lain di kemudian hari!” Setelah berbicara seperti itu kepada Rahmat, Dean pun segera meninggalkan tempat itu.
Rahmat mencoba mencerna ucapan Dean, perkataan yang tidak ia pahami sama sekali. Namun ia tahu, bahwa ada maksud yang tersimpan di dalam ucapan itu.
“Apa maksudnya? Siapa dia sebenarnya? Kalo di liat dari pakaian dan juga sepatu yang dia pakai. Tentu dia bukan orang biasa,” guman Rahmat sambil memandang punggung Dean yang sudah menjauh dari area dalam Gedung tua itu.
“Sudah dua hari aku gak keliling untuk mencari keberadaan ayah dan juga saudaraku. Sekarang aku harus mencari mereka lagi.” Rahmat menggendong tasnya lalu segera pergi dari Gedung tua itu.
Saat hari sudah beranjak sore, Rahmat yang sedang berjalan di jalanan yang cukup sepi. Tiba-tiba saja datang sekelompok orang menghampirinya. “Kalian siapa?” tanya Rahmat saat sekelompok orang itu mendekatinya.
“Tidak perlu banyak tanya, kami menginginkan nyawa kamu!” bentak salah seorang dari kelompok itu.
“Saya tidak pernah merasa ada urusan dengan kalian, bahkan kita semua tidak pernah bertemu sebelumnya.”
“Banyak omong!” seseorang langsung memukul perut Rahmat hingga membuat Rahmat jatuh tersungkur di jalanan ber Aspal itu.
Di saat pengeroyokan terjadi, suara seseorang menghentikan nya.
“Berhenti!” teriak seseorang yang baru saja turun dari mobilnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Kin☀
Rahmat jangan terlalu lugu kamu nak desa dan kota sangat lah berbeda kota sangat lah keras kehidupan nya belajar lah supaya kamu tidak di manfaatkan seseorang
2022-05-14
1
𝗝⍣⃝Ⓜ️oonalisa✰😘💕
Siapa orang yg baru datang itu y...apa suruhan yg dimaksut mirip tuan muda tadi
2022-05-14
6
𝗝⍣⃝Ⓜ️oonalisa✰😘💕
benar apa kata Dean,Mat...
2022-05-14
6