Berjalan beriringan di bawah sinar rembulan, mungkin akan terasa romantis bagi dua insan yang sedang jatuh cinta. Namun tidak dengan Tasya dan Banyu. Tasya tampak menjaga jarak dari Banyu, karena ia memergoki Banyu menatap tubuh nya dengan tatapan yang sangat sulit ia jabarkan. Tasya lebih memilih memperlambat langkah kakinya, agar ia berada di belakang Banyu yang sedang mencoba mencari warung makan untuk mereka berdua.
"Ini ada yang buka. Kamu mau?" Tiba-tiba saja Banyu menghentikan langkah nya. Tasya yang sedang termenung di belakang Banyu, nyaris saja menabrak tubuh lelaki tampan itu.
"Eh.. maaf!" Tasya mencoba menghentikan langkahnya dan menatap kedua mata Banyu dengan canggung. Jarak mereka begitu dekat, hingga Tasya dapat mencium aroma parfum Banyu yang begitu menggoda.
"Ah, tidak apa. Kenapa bengong?" Tanya Banyu seraya mencoba menjaga jarak dari Tasya. Melihat gestur Banyu yang mencoba menjaga jarak darinya, Tasya mulai mengerutkan kening.
"Apakah aku salah menilai lelaki ini?" Batin Tasya.
"Tasya, mau makan di sini?" Tanya Banyu dengan nada suara yang sangat lembut.
"Ah.. anu.. iya.. gak apa." Tasya semakin grogi saat ia melihat sisi lain dari Banyu. Ternyata lelaki itu sangat lembut saat berbicara dengan wanita.
"Ya sudah, ayo." Banyu mempersilahkan Tasya terlebih dahulu berjalan masuk kedalam kedai nasi 24 jam yang berada di sekitar hotel tempat mereka menginap.
"Makan disini atau di bawa ke hotel saja?" Tanya Banyu lagi.
Entah mengapa, Tasya mulai merasa heran. Baru kali ini Banyu terlihat lebih banyak berinisiatif untuk berbicara kepada dirinya. Padahal, awalnya Banyu begitu dingin dan tidak akan berbicara bila di tidak di tanya terlebih dahulu.
"Terserah," Sahut Tasya.
Banyu tertawa kecil dan menatap Tasya sekilas, lalu dia mulai berbicara kepada pedagang nasi tersebut.
"Makan disini saja pak,"
Pedagang itu mengangguk dan mulai meraih piring untuk mengambil pesanan Banyu.
"Kamu mau apa. Sini di lihat, jangan jauh-jauh. Memangnya kelihatan?" Banyu memberikan kode untuk Tasya mendekat. Dengan canggung, Tasya mendekat dan melihat menu apa saja yang berada di etalase rumah makan tersebut.
"Hmmm, aku mau ayam pop, sama kuah rendang dan sambal hijau."
"Hanya itu?" Tanya Banyu. Tasya hanya mengangguk menjawab pertanyaan lelaki itu.
"Minum nya?"
"Teh hangat saja."
Banyu terdiam beberapa saat. Angan nya kembali ke belasan tahun yang lalu, saat ia pertama kali berkencan dengan Tika.
"Aku mau teh hangat saja." Ucap Tika kala itu.
Air mata menggenang di pelupuk mata Banyu, sambil ia terus terpana menatap Tasya yang tampak bingung dengan Banyu yang sedang menatap dirinya.
"Mas? Mas nya mau apa?" Tasya mengibaskan tangan nya di depan wajah Banyu.
"Ah..." Banyu pun tersadar dan memijat pelipisnya.
"Samakan saja pak." Ucap Banyu, seraya beranjak duduk di meja kosong yang berada di warung makan itu.
Tasya mengerutkan keningnya dan berjalan menghampiri Banyu. Lalu ia duduk di hadapan Banyu seraya terus menatap lelaki itu dengan tatapan yang bingung.
"Mas pusing?" Tanya Tasya.
Banyu mengangkat wajahnya dan menatap Tasya dengan seksama.
"Tidak," Sahutnya dengan suara yang nyaris tak terdengar.
"Lalu?"
"Tidak apa-apa."
Tasya berhenti bertanya. Ia hanya diam seraya membuang tatapan nya ke sudut warung makan itu.
Dan hening, hingga mereka sama-sama menghabiskan makanan yang di sajikan oleh pemilik warung makan itu.
"Sebentar ya. Aku mau merokok," Ucap Banyu, seraya beranjak dari duduknya. Itulah bahasa pertama yang Banyu keluarkan setelah mereka saling diam sebelumnya.
Tasya hanya mengangguk dan memperhatikan Banyu yang berjalan keluar dari warung tersebut. Banyu berdiri di depan warung seraya menikmati setiap hembusan rokok yang baru saja ia isap. Matanya terus menatap lalu lalang kendaraan yang melintas di depan warung tersebut. Sedangkan Tasya tampak enggan menatap ke lain arah. Ia terus menatap Banyu yang tampak sangat aneh di mata nya. Bagi Tasya, Banyu sangat berbeda dengan Putra. Walaupun mereka adik dan kakak kandung. Hanya saja, Tasya mulai mengingat ucapan Queen yang mengatakan bila Banyu berubah sejak lelaki itu kehilangan Tika, istrinya.
"Apa iya dia menjadi aneh seperti ini, sejak kehilangan Tika? Begitu besarnya kah cintanya dengan Tika?" Gumam Tasya yang terus menatap punggung Banyu.
"Hmmm.. kalau aku dengan Putra jadi, berarti dia.. jadi kakak ipar ku?" Gumam Tasya lagi, seketika ia tersenyum sendiri. Mengingat betapa manisnya perlakuan Putra kepada Rafis, anak nya. Entah mengapa, sikap Rafis kepada Putra juga yang membuat Tasya mulai luluh dan mau menerima Putra dekat dengan dirinya dan Rafis.
"Ah.. tapi apa iya, Putra suka dengan ku? Aku tidak boleh geer dulu." Batin nya mencoba membantah bila kedekatan Putra, memiliki maksud untuk serius dengan dirinya.
Terlihat Banyu kembali memasuki warung makan itu dan menghampiri pemilik warung tersebut.
"Berapa semuanya pak?" Tanya Banyu seraya mengeluarkan dompetnya dari saku celananya.
"Mas, aku bayar sendiri!" Tasya beranjak dari duduknya dan mencegah Banyu untuk membayar apa yang telah ia pesan.
"Enam puluh ribu mas."
"Ok." Banyu mengeluarkan selembar uang seratus ribu dan memberikan nya kepada pemilik warung itu.
"Mas.."
"Sudah.." Banyu tersenyum kepada Tasya, kala ia mencegah Tasya yang mencoba menggantikan uang nya.
Tasya terpana menatap senyuman manis lelaki yang berdiri di depan nya itu. Di tambah bulu-buku halus yang terlihat samar di sekitar dagu dan bibir atas Banyu, membuat Tasya tampak seperti sedang terhipnotis karenanya.
"Ayo kembali ke hotel."
"I-iya." Tasya mencoba membalas senyuman Banyu. Lalu ia berjalan di samping Banyu.
"Terima kasih ya mas." Ucap Tasya yang merasa tidak enak, kala makan malam nya di bayar oleh Banyu.
"No problem." Sahut Banyu.
Tasya melirik Banyu yang terlihat jauh lebih tinggi dari dirinya.
Dreeettt...! Dreeett..!
Tiba-tiba saja Tasya terkejut saat ponselnya yang berada di saku celananya bergetar. Dengan tergesa-gesa, Tasya mengeluarkan ponselnya dan menatap layar ponsel tersebut.
Sang pemilik senyuman manis
Nama itu ia sematkan pada nomor Putra yang ia simpan di dalam kontak telepon nya.
"Sebentar ya mas," Tasya meminta izin Banyu untuk menerima panggilan telepon dari Putra.
Banyu hanya mengangguk dan terus berjalan di samping Tasya yang mulai menerima panggilan dari Putra.
"Halo.." Sapa Tasya.
"Hai, aku sudah sampai rumah. Tadi Rafis senang sekali dengan kehadiran aku." Ucap Putra tanpa berbasa basi sebelumnya.
"Ah.. iya mas, terima kasih ya."
"No problem. Kamu sedang berada di mana?"
"Aku sedang di luar hotel. Baru saja selesai makan malam," Ucap Tasya.
"Kenapa malam sekali? Kamu sama siapa?" Tanya Putra.
Tasya terdiam, ia melirik Banyu yang sedang berjalan di samping nya dengan mata yang menatap ke depan.
"Hmmm, sama teman kerja." Ucap Tasya dengan ragu. Saat itu juga Banyu melirik Tasya dan tersenyum kecil, sambil menggelengkan kepala nya. Ia merasa Tasya begitu lucu saat mencoba berbohong dengan lawan bicaranya.
"Oh begitu, ya sudah... Hati-hati ya. Kabarin aku bila sudah sampai di hotel."
"Iya mas."
"Ok, assalamu'alaikum."
"Waalaikumsalam." Tutup Tasya.
"Siapa? Putra?" Tanya Banyu saat Tasya menyimpan ponsel nya kembali ke dalam saku celananya.
"Iya mas," Sahut Tasya.
"Kenapa tidak jujur saja bila kamu sedang bersama dengan ku?"
Tasya tercengang dan menatap Banyu dengan tak percaya.
"Jujur?"
"Ya.. dia juga tahu aku sedang di Semarang kok."
"Oh begitu. Tetapi, tidak lah mas, aku tidak enak."
"Tidak enak kenapa?" Banyu menoleh dan menatap Tasya dengan seksama, yang membuat tasya tertunduk malu karenanya.
"Aku takut mas Putra berpikir yang tidak-tidak. Kan soalnya mas Banyu kakak nya mas Putra."
"Oh..." Banyu hanya mengangguk dan tersenyum kecil.
"Kok senyum-senyum gitu sih mas. Bikin curiga saja!"
"Curiga apa?" Banyu mulai tertawa lebar dan kembali menatap Tasya.
"Ya.. tidak.. mas Banyu agak aneh gitu orang nya."
"Aneh?" Banyu menghentikan langkah kakinya.
"Eh.. maaf mas. aku tidak bermaksud...
"Aneh kenapa?" Sergah Banyu.
"Ti-tidak." Tasya tampak menyesal dengan ucapannya.
"Kamu pacaran sama Putra?" Tanya Banyu.
Tasya mengangkat wajahnya dan membalas tatapan Banyu.
"Be-belum." Sahut nya dengan grogi.
"Oh, ku kira sudah pacaran. Terus, aku anehnya dimana?"
"Tidak mas.. Tidak usah di bahas." Tasya kembali menundukkan wajahnya.
"Aku bukan aneh. Aku hanya grogi jalan sama wanita cantik, secantik kamu. Setelah aku kehilangan Tika, aku tidak pernah jalan dengan siapa pun. Ini hari pertama ku jalan dengan seorang wanita."
Tasya terhenyak dan kembali menatap Banyu.
"Jadi..?"
"Ya.. maaf bila aku agak aneh." Banyu tersenyum dan kembali melangkahkan kakinya.
"Hmmm.. mas.. aku minta maaf."
"No problem." Banyu kembali tersenyum dan memberanikan diri untuk menyentuh pundak Tasya.
Dan mereka pun saling diam, hingga mereka berpisah saat memasuki pintu kamar hotel mereka masing-masing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Muh. Yahya Adiputra
pasti tasya jadi ragu nih antara banyu dan putra😂😂😂🤣🤣🤣
2022-05-12
3
EsterEka.
cie cie tasya
2022-04-28
2
Aris
lanjut thor...
2022-04-22
2