"Juara satu adalahhhhh.... Rafissssssss...!" Seru pemandu acara di dalam perlombaan mewarnai di restoran cepat saji itu.
"Wuhuuuuu! Apa ku bilang! Rafia menang!" Putra beranjak dari duduk nya dan mengepalkan kedua tangan nya dengan ekspresi wajah yang begitu penuh kemenangan.
"Ayo papa antar kan ke panggung!" Putra menggandeng tangan Rafis dengan begitu bersemangat. Sedangkan Tasya hanya terperangah melihat reaksi Putra yang menurut nya begitu berlebihan.
"Ayo pa!" Rafis pun berjalan ke arah panggung berdua dengan Putra.
"Wah Rafis di antar papa nya. Papa nya Rafis ganteng ya ibu-ibu..." Goda sang pembawa acara.
Terlihat senyum bangga mengembang di wajah Putra dan Rafis.
"Papa nya ganteng, anak nya ganteng banget. Pasti mama nya cantik nih. Mana mama nya? bisa ikut ke panggung?" Panggil sang pembawa acara.
"Mama!" Panggil Rafis.
Tasya terlihat begitu canggung, kala semua mata memandang dirinya.
"Ayo mama, bergabung dengan suami dan putra tercintanya, untuk menerima piala."
Tasya merinding mendengar ucapan sang pembawa acara, hingga lututnya terasa lemas.
"Ayo mama.." Panggil pembawa acara itu lagi.
"Ah.. iya." Tasya beranjak dari duduk nya dan berjalan ke arah panggung.
"Mana tepuk tangan nya..?" Tanya pembawa acara, di sambut dengan tepuk tangan meriah dari para hadirin.
"Waduh... benar-benar keluarga yang perfect ya. Mama nya cantik, papa nya ganteng, anak nya jelas lebih ganteng lagi ya bu ibu..."
.
"Mama.."
Suara Rafis yang memanggil dirinya, membuat lamunan Tasya tentang kejadian tadi siang, buyar begitu saja. Matanya menatap Rafis yang sedang terbaring di atas ranjang dengan selimut yang menutupi setengah tubuhnya.
"Ya sayang? Kok bangun?" Tanya Tasya yang memang sedang berada di kamar Rafis. Tadi saat Rafis tertidur, Tasya terus memikirkan tentang kebahagiaan Rafis kala anak semata wayangnya itu sedang bersama dengan Putra. Maka ia pun memutuskan untuk mampir ke kamar Rafis dan menatap putranya yang sedang tertidur dengan senyuman yang mengembang di wajah polosnya. Tak disangka, Rafis terbangun saat Tasya sedang melamun dan mengingat kejadian tadi siang.
"Mama kok disini? Mama kok belum tidur?"
Tasya menatap Rafis, kemudian tersenyum dan membenahi letak selimut di tubuh Rafis.
"Tidak apa-apa. Mama hanya ingin melihat, apakah ada nyamuk yang berani menggigit anak ganteng mama. Eh, ternyata tidak ada," Tasya mencoba berbohong kepada putranya tersebut.
"Oh.. Terima kasih mama."
"Sama-sama sayang, sekarang kamu tidur lagi ya.." Tasya mengecup kening Rafis dan mulai beranjak dari kamar Rafis.
"Ma.." Panggil Rafis.
"Ya?" Langkah Tasya tertahan, lalu ia menoleh dan menatap Rafis yang sedang menatap dirinya dengan penuh arti.
"Ada apa sayang?" Tasya kembali menghampiri Rafis dan duduk di tepi ranjang mungil tersebut.
"Mama, Rafis mau papa."
"Papa?" Tasya mengerutkan keningnya.
Rafis mengangguk dengan cepat.
"Hmmmm, sayang.. papa Antoni masih sakit..."
"Bukan papa Antoni."
Tasya terdiam mendengar ucapan Rafis.
"Maksudnya?" Tanya Tasya dengan nafas yang terasa sesak di dadanya.
"Rafis mau papa Putra."
Deg!
Tasya terpaku mendengar ucapan Rafis.
"Mama, apakah papa putra nanti akan tinggal dengan kita?"
Brakkkkk! Hati Tasya seakan di hantam oleh bongkahan batu yang begitu besar.
"Mama kok diam saja?" Tanya Rafis, setelah beberapa menit bocah laki-laki itu menunggu jawaban yang tak kunjung terjawab dari bibir Tasya.
"Ng... hmmm.. Rafis... mama.." Kata Tasya terhenti begitu saja.
"Kenapa ma?"
"Ah.. tidak apa-apa sayang. Sekarang kamu tidur ya.." Tasya kembali beranjak dari tepi ranjang mungil itu.
"Ma.." Rafis menahan tangan Tasya dengan kedua tangan mungilnya.
Tasya menatap Rafis dengan seksama. Lalu ia kembali duduk di tepi ranjang itu.
"Ada apa?"
"Kenapa gak di jawab ma? Rafis mau papa ma.."
Hati Tasya menangis pilu, namun ia sekuat tenaga mencoba untuk menyembunyikan kesedihan itu dari Rafis.
"Sayang, sekarang tidur ya. Kita bicara besok. Besok kan hari minggu.....
"Oh iya, papa berjanji akan datang." Sergah Rafis.
"Hah?"
"Iya.. papa bilang, dia mau datang membawa peralatan mewarnai untuk Rafis. Katanya, biar Rafis semakin semangat belajar mewarnai." Terang Rafis.
Tasya menelan Saliva nya, lalu menghela nafas dengan berat.
"Oh begitu."
"Iya ma.."
"Ya sudah, sekarang tidur. Biar besok tidak kesiangan."
"Iya ma.."
"Good night sayang.." Tasya kembali mengecup kening Rafis dan beranjak meninggalkan kamar anak semata wayangnya itu.
.
Terima kasih untuk hari ini Mas, maaf bila Rafis sudah merepotkan dirimu.
Putra tersenyum lebar saat ia baru saja mendapatkan pesan dari Tasya. Ada kebanggaan tersendiri bagi Putra bila Tasya menghubungi dirinya terlebih dahulu. Walaupun itu hanya mengucapkan Terima kasih kepada dirinya.
Anytime, saya senang menemani kamu dan Rafis. Balas Putra.
Kata Rafis, mas mau datang ke rumah besok siang.. Apakah benar? Maaf mas, jujur aku merasa tidak enak bila Rafis sudah merepotkan. Tetapi, aku rasa besok mas tidak perlu datang. Soalnya aku akan pergi bersama dengan Rafis keacara keluarga.
Putra yang begitu bersemangat menerima pesan dari Tasya, perlahan memasang wajah kecewa saat membaca pesan dari Tasya.
"Mengapa kesan nya dia menolak kehadiran ku ya?" Batin Putra.
Pulang jam berapa? Aku akan menunggu. Balas Putra dengan wajah yang tampak serius.
"Assalamu'alaikum."
"Waalaikumsalam," Sahut Putra seraya melirik Banyu yang baru saja pulang.
Banyu mengendurkan dasinya dan beranjak duduk di samping Putra yang terlihat begitu serius membaca pesan yang baru saja ia terima.
Mungkin kami akan pulang malam. Tidak usah di tunggu mas. Aku mohon maaf sebelumnya.
Putra menghela nafas panjang dan lalu mengigit sudut bibirnya.
"Kenapa gelisah sekali?" Tanya Banyu, seraya melepaskan sepatunya.
"Tidak ada apa-apa A'," Sahut Putra.
"Seumur hidup, baru dua kali aku melihat kamu risau begini. Pertama saat mencoba menarik perhatian Queen dan sekarang ini."
"Apaan sih A'," Putra tersipu malu seraya menatap Banyu yang tersenyum geli.
"Siapa? Tasya?" Tanya Banyu.
"Iya A'," Sahut Putra.
"Jadi, kamu bersedia menerima masa lalu dia?"
"Masih pendekatan A', tadi siang juga aku habis jalan dengan dia dan putranya."
Banyu terperangah dan menatap Putra dengan tatapan tak percaya.
"Serius? Lalu?"
"Serius A', dia punya anak yang begitu menyenangkan. Entah mengapa, aku mulai memikirkan bocah itu. Terutama aku merasa bangga saat dia menjadi pemenang di sebuah lomba mewarnai."
Banyu mengerutkan keningnya saat mendengar curahan hati Putra.
"Kamu serius?"
"Iya A', anak nya menggemaskan, apa lagi ibu nya. Eh...." Putra tertawa geli.
Banyu menggelengkan kepalanya dan beranjak dari duduknya untuk menaruh sepatunya ke lemari sepatu yang terdapat di bawah tangga, tak jauh dari ruang keluarga tersebut.
"Aa' dari mana? Kan kantor libur." Putra yang baru menyadari bila Banyu terlihat begitu rapi pun menatap Banyu dengan seksama.
"Ada lah.."
"Cewek baru?"
"Sembarangan.." Sahut Banyu yang kini beranjak ke arah dapur untuk membuat segelas kopi.
"Terus?"
"Apa?" Sahut Banyu dengan ekspresi wajah yang datar.
"Aa' dari mana?" Desak Putra.
"Kamu istriku?"
Putra tertawa mendengar pertanyaan Banyu.
"Aku adik mu A'.. ngawur saja!"
"Bawel mu seperti seorang istri." Ucap Banyu seraya mengaduk kopi yang baru saja ia buat.
"Aku penasaran saja. Bila memang Aa' sudah dekat dengan seorang wanita, aku akan sangat senang sekali. Berarti Aa' tidak akan bersedih lagi."
Banyu tertegun saat mendengar ucapan Putra. Lalu ia menatap Putra dengan seksama.
"Tidak ada yang dapat menggantikan Tika." Tegas Banyu.
Putra menghela nafas panjang dan menundukkan pandangan nya.
"A', tidak akan ada orang yang sama di dunia ini. Jelas Teh Tika tidak akan pernah tergantikan. Tetapi, aku hanta ingin bertanaya. Bila suatu saat ada wanita yang mampu membuat Aa' jatuh cinta, apakah Aa' akan menikah kembali?"
Banyu membalas tatapan Putra dan terlihat berpikir dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Putra.
"Aku juga ingin lihat Aa' bahagia." Sambung Putra lagi.
Kali ini Banyu mengusap dagunya dan menghela nafas panjang.
"Cepatlah menikah adik ku. Biar kamu tidak lagi mengurusi aku." Ucap Banyu seraya beranjak ke beranda rumah nya. Dimana dirinya selalu menghabiskan waktu disana, memandangi Anggrek-anggerek yang selalu mengingatkan dirinya kepada bidadari yang pernah singgah di dalam hidupnya, yaitu Tika.
Putra terdiam, ia terus menatap punggung Banyu hingga sosok itu menghilang di balik pintu rumah tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Muh. Yahya Adiputra
entah akan seperti apa kisah mereka kedepannya..
hhuuffy.. semoga saja tdk ada perpecahan karena adanya cinta segitiga 🤣🤣🤣
2022-04-13
3
EsterEka.
rafis merasa nyaman dekat dgn putra, pdkt yg jitu dekati anak nya dulu br mama nya
2022-04-12
2
💗 ChaNaZi💗
Duh...sabar banget ya Mas Banyu ini...
2022-04-11
2